•2•

55 8 6
                                    

Selamat membaca
Enjoyy

***

Perjalanan menuju salon.

Aku menguap lebar.
"Kamu masih ngantuk, Ra?" Tanya mama yang menghadap kearahku.

Aku menggeleng, sambil memandang ke luar jendela mobil.

"Kamu mau kuliah di mana, Ra?"

"Eh? Aku terkejut dan langsung menoleh ke mama, menatap wajah mama.
"Belum tau ma. Aku masih bingung."

Mama tersenyum sambil menatapku. "Mama dan ayah mu mendukung apapun pilihan mu, mau kuliah dimana, jurusan apa terserah kamu. Tapi ingat satu hal, pilihlah sesuai kata hatimu karena pilihan yang sesuai keinginan berasal dari hati tidak akan membebani mu saat menjalankannya. Mama dan ayah mu ini hanya bisa memberikan masukan, saran, dan pendapat. Tapi menentukan pilihan berada di keputusanmu, hal ini bisa membuat mu semakin mandiri, belajar tanggung jawab atas hidupmu dan pilihanmu."

Aku diam. Kembali lagi menatap jendela. Beberapa kali sebenarnya aku sudah memikirkan soal ini, karena guru BK di sekolah juga sering  mengingatkan hal itu, agar kami jangan sampai telat mendaftar. Aku saat ini memang mengambil jurusan Teknik Gambar Bangunan, tapi mungkin kuliah di jurusan hukum lebih menarik.  Memang dari SMP orang tua ku memberi saran untuk masuk SMA jurusan IPS. Tapi entah kenapa aku malah memilih sekolah teknik. Pada dasarya karena aku memang ingin sekolah gambar. Waktu itu ayah dan mama menyetujui keputusan ku dan selalu mendukung apapun pilihan ku. Mungkin ini keuntungan memiliki orang tua yang memahami keinginan anaknya.

"Ra, apa kamu mau satu kampus demgan teman mu?"

Aku bergumam pelan. Itu juga ku pikirkan. Tapi teman ku memiliki rencana yang berbeda beda, begitu juga aku. Mungkin sulit bagi ku jika melangkah bersama teman ku.

"Teman dekat mu Cecillia apakah dia akan  kuliah teknik sipil. Seperti ibunya, bukan?
Aku mengangguk. Ibu Cecillia pernah bilang bahwa dia berharap Cecillia bisa kuliah di jurusan teknik sipil, lalu bekerja di kantor ibunya bahkan melanjutkan usaha kontraktor milik ibunya.

"Kalau teman mu yang rumahnya di daerah Hellanyar itu siapa namanya? Mama lupa."

"Galen? Mama gimana sih, kok lupa? Dia kan teman ku sejak SMP."

"Apakah dia lanjut kuliah? Menurut ibu, dia memiliki rencana lain bukan?"
Aku mengangguk kedua kalinya. Galen pernah bilang bahwa dia ingin belajar sekaligus membantu bisnis orang tuanya. Padahal orang tuanya berharap Galen melanjutkan pendidikan.

Cecillia Diajeng Batari dipanggil Cecill. Dia adalah teman dekat ku saat sekolah. Parasnya cantik, kulitnya tidak putih maupun coklat, pintar, baik dan dimata semua orang tua ia terlihat priyai. Aku juga memiliki satu teman dekat laki laki namanya Galen. Galen Raden Suhendra parasnya ganteng, kulitnya sawo matang alias manis, jaim, anak orang kaya tetapi tidak ingin terlihat kaya,  tidak terlalu pintar tetapi cekatan dalam segala hal dan banyak anak perempuan yang suka padanya apalagi adek kelas.
Kami bertiga mulai kenal dan selalu bersama sejak SMP. Kebetulan saja kami satu sekolah, dan satu jurusan saat SMK. Kami sering mengerjakan tugas bersama, mengerjakan PR bersama, ke kantin bersama, dan sering main kerumah secara bergantian.

Mobil terus melaju. Aku dan mama kembali menapat jendela menikmati perjalanan menuju salon yang cukup jauh. Suasana mobil kembali lengang.

10 menit kemudian.
"Salonnya di sebelah kiri atau kanan jalan ya?" Tanya abang ojek online.

"Kiri jalan pak." Jawab mama.

"Oh yang warna Kuning itu ya?

"Iya pak."

Mulai Dari 0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang