Thirty-Five

2.2K 38 2
                                    

"Okay, pertama-tama aku ingin bilang kalau aku harus berterima kasih sama Andaru dan juga saran yang dia berikan kemarin. Kalau kemarin dia nggak bertemu dan berbicara panjang lebar sama aku, aku nggak akan pernah sadar dan nggak akan pernah berani melangkah untuk bertemu dan menyelesaikan masalah ini."

"Aku sadar kalau selama ini aku hanya menunggu dalam ketidakpastian. Menunggu kamulah yang mengambil langkah terlebih dahulu untuk meraih dan menghampiri aku. Sebab, aku merasa di bawah sadarku, bahwa kamulah yang sepantasnya merasa bersalah. Karena kamu dan sikap egois kamu itu, hubungan kita sampai harus mengalami permasalahan and almost hit the dead end. Kalau bukan karena kamu, kita nggak akan harus break seperti ini. Terpisah, berjalan sendiri-sendiri dan tak lagi bersisian. Memiliki tetapi juga tak memiliki."

"Tetapi, perlahan-lahan aku pun mulai sadar, bahwa kalau aku hanya terus menunggu kamu tanpa pernah sedikit pun berinisiatif untuk memulai, maka akan sampai kapankah kondisi seperti ini harus kita jalani? Mau sampai kapan, aku harus menahan diri untuk tidak bertemu dan menyapa kamu? Karenanya, aku pun memutuskan untuk mencoba peruntunganku guna bertemu dan mengakhiri semua permasalahan yang ada di antara kita."

"Sayangnya, ketika keberanian itu telah ada, aku harus mendapati sebuah kenyataan yang cukup membingungkan. Kamu pergi dan memilih untuk menghindari aku. seolah-olah hubungan kita yang tengah mengalami fase rumit ini belumlah bermasalah, kamu memilih untuk menghilang dan perlahan-lahan berjalan semakin menjauh dari jangkauan tanganku ini. Jelas aja, sikap kamu yang seperti ini semakin membuat aku kebingungan."

"Namun, aku juga merasa serba salah, ingin memastikan hal tersebut secara langsung kepada kamu, tapi kita berdua sedang membutuhkan ruang sendiri untuk dapat berintrospeksi. Selain itu, kita juga tidak bisa berhubungan via ponsel, lantaran kamu yang kala itu memilih menghindar. Padahal di beberapa kesempatan, kita masih saling menyapa dan bertukar pesan secara singkat, guna menanyakan keadaan masing-masing."

"Belum lagi, rasa gengsi yang terkadang suka berulah, membuat aku semakin ragu untuk menghubungimu sekali pun via aplikasi chat dan memilih hanya mengawasi kegiatanmu di dunia maya. Semua faktor itu, rasa-rasanya semakin memperkeruh suasana yang tengah kita jalani. Dan aku pun berpikir bahwa hubungan kita tidak akan pernah lebih buruk lagi dari yang sudah ada. Hingga pada akhirnya, pesan singkat kamu datang dan membawa berita yang lebih buruk dari pada yang pernah aku pikirkan sebelumnya."

"Tiba-tiba aja, kamu meminta kita putus. Tanpa angin tanpa ujan, bahkan salam pembuka, kamu minta kita putus. WTF, Di? Putus begitu aja? dan kamu juga nggak pernah sekali pun menawarkan penjelasan atau pun alasan yang kamu ambil tatkala memilih permintaan tersebut. lalu setelah itu, kamu kian sulit untuk aku hubungi."

"Semua hubungan yang telah kita punya, benar-benar tertutup kecuali hubungan yang kiita miliki melalui Andaru. Awalnya, aku juga malu kalau harus menanyakan kabar kamu melalui dia. karena aku pikir, dia bukanlah orang yang tepat untuk di tanyai ini itu dan segala hal yang berkaitan dengan kamu. tetapi, aku posisinya udah terdesak dan tak ada lagi jalan. Maka, aku memutuskan untuk mengabaikan segala hal yang ada dan berfokus hanya kepada dirimu aja."

"Dan dari situlah, kamu tahu yang sebenarnya? Setelah kak Daru mengatakan semuanya sama kamu. Iya?"

"More or less."

"Maksudnya?

"Andaru bukanlah tipe orang yang kaya kamu loh, Di. Dia bukanlah tipe orang impulsif yang hobi mencampuri dan memutuskan mengenai permasalahan orang lain. Daru itu lebih kepada seorang observer, yang mana jika diperlukan dia bisa bersikap bijak dengan menjadi pendengar atau pun sosok dependable yang bisa memberikan kamu saran-saran jitu untuk permasalahan yang tengah kamu alami."

Unexpectedly Yours [Ready to Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang