Part 6

10.2K 800 11
                                    

Kemarin aku langsung kembali kerumah setelah dirasa percakapanku dengan Jungkook sudah selesai. Tetapi, tanpa diduga, Jungkook malah menawarkan diri untuk mengantarku hingga sampai didepan rumahku.

Aku sama sekali tidak ingin berprasangka buruk. Hanya saja Jungkook sungguh terlihat aneh Di mataku. Namun, aku lebih memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut.

Hari ini aku memiliki jadwal untuk melamar pekerjaan di beberapa perusahaan. Karena jika hanya mengandalkan tabungan yang tak seberapa untuk hidup itu tentu tidak akan cukup. Jadi, akan lebih baik jika aku memutuskan untuk bekerja.

Lagipula, negara Korea sudah tidak asing lagi dimataku, sebab ayahku memang asli warga sini, sementara ibuku blasteran Korea-Kanada. Aku bahkan lahir di Korea lalu melewati masa kecil hingga beranjak remaja di Kanada. Hal itu dikarenakan ibuku juga memiliki bisnis disana, sehingga memutuskan untuk menetap di Kanada karena memang ayahku yang hanya seorang pegawai kantoran biasa lebih memilih ikut memperbesar bisnis yang dimiliki ibuku setelah berhasil mengundurkan diri dari perusahaan kecil dimana tempatnya bekerja.

Aku memang tidak memiliki niat untuk melanjutkan bisnis yang dibangun oleh kedua orangtuaku. Karena berpikir jika menghabiskan waktu disana akan sangat menguras hati. Bibi Sherin—kakak dari ibuku lah yang mengizinkanku untuk kembali pindah ke Korea, sebab beliau yang terlalu mengerti pada perasaan sedih yang terus menghampiriku kala mengingat kematian kedua orang tuaku. Hingga pada akhirnya bisnis itu aku serahkan ke Bibi Sherin, karena memang beliau lah satu-satunya saudara ibuku yang tinggal di Kanada.

Aku langsung membawa diriku keluar dari taksi untuk yang kesekian kalinya. Kupikir ini akan berjalan mudah, tetapi sudah dua perusahaan yang aku datangi dan berakhir lamaranku tidak diterima lantaran pegawainya sudah cukup.

Well, aku lantas menarik nafas dalam-dalam seraya berusaha meyakinkan diri, berharap pada perusahaan ketiga yang aku datangi ini mau menerimaku untuk bekerja. Aku sungguh tidak masalah sekalipun di letakkan di bagian Staff, kendati lulusan yang aku raih terlihat sangat tidak cocok diletakkan di bagian itu.

Bangunan perusahaan ini benar-benar menjulang tinggi sekali. Mungkin saja pegawainya juga mencapai jumlah ribuan. Biasanya perusahaan besar seperti itu akan sangat banyak membutuhkan pegawai. Semoga saja lamaran ku benar-benar bisa diterima.

Dengan penuh keyakinan, kaki ku pun melangkah memasuki gedung tersebut. Berjalan mendekat kearah resepsionis yang terlihat tengah sibuk menerima telepon.

Dengan terpaksa aku pun memutuskan untuk menunggu resepsionis itu selesai. Hingga kemudian setelah hampir sepuluh menit menunggu, wanita berkacamata yang berdiri dibalik meja itu menyerukan suaranya padaku.

"Ada yang bisa saya bantu?"tanya resepsionis tersebut disertai senyum ramahnya.

"Maaf mengganggu, saya ingin bertanya apakah perusahaan ini masih bisa menerima pegawai? Jika iya, saya ingin melamar."

"Tentu. Perusahaan ini benar-benar masih membutuhkan pegawai. Jika memang berniat, anda bisa langsung menemui atasan kami."

Keningku lantas mengernyit tidak mengerti setelah mendengar ucapan resepsionis tersebut."Langsung menemui atasan?"

Wanita berkacamata itu mengangguk kecil, sama sekali tidak meruntuhkan senyum ramah yang terpatri di wajahnya."Iya. Pegawai yang melamar pekerjaan disini memang akan diwawancarai dan dipilih langsung oleh atasan kami. Kebetulan beliau sedang berada di ruangannya, anda bisa langsung naik ke lantai 28, disana hanya terdapat satu ruangan yang memang dikhususkan untuk atasan kami."

Aku terdiam untuk beberapa saat. Antara yakin dan tidak yakin. Baru pertama kali mendapati perusahaan besar yang pegawainya dipilih langsung oleh pemilik perusahaan. Bukankah itu bisa terbilang sangat membuang waktu? Karena pastinya memiliki perusahaan besar akan sangat disibukkan guna mengurus segala sesuatu yang lebih penting.

Merasa sedikit ragu, tetapi ini akan menjadi kesempatan besar jika diriku diterima bekerja. Aku pun hanya bisa berusaha kembali meyakinkan diri.

"Baiklah, kalau begitu. Saya ingin diwawancarai hari ini juga."

Resepsionis itu lantas mengangguk, langsung meminta tolong pada salah satu pegawai untuk mengantarku bertemu dengan sang atasan.

Pegawai itu lekas menuntunku memasuki lift sebelum berakhir menekan angka 28 pada tombol yang terdapat disisi sudut lift.

Secara diam-diam tanganku pun tergerak berusaha merapikan penampilan dari pantulan dinding lift yang terbuat dari cermin. Hingga selang beberapa menit kemudian lift pun berdenting, pintunya bergeser terbuka menampilkan lorong yang terlihat sedikit sunyi, sebab mataku hanya mendapati beberapa pegawai yang bertugas sebagai tukang bersih-bersih terlihat begitu sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Pegawai perempuan yang berdiri disebelahku kembali mempersilahkanku untuk kembali berjalan untuk kemudian langkah kami pun berhenti tepat di sebuah pintu berwarna hitam berukuran cukup besar yang permukaannya terdapat tulisan Mr.Jeon.

Ehm—sepertinya marga itu terasa tidak asing menurutku.

[]

....

Ara💜

ONE NAUGHTY [M]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang