Qalbun Dzahabiyyun

30 4 0
                                    

"Wah... jadi seperti ini negeri tanah...." decak Lazuly kagum. Hamparan gurun pasir yang didiami oleh rumah penduduk yang terbuat dari bebatuan kokoh berbentuk persegi terpantul dalam kornea beningnya yang berbinar-binar, seolah fenomena bioluminesensi terjadi dalam sepasang manik mata biru lautnya, "benar-benar berbeda dengan negeriku!"

"Berhenti celingak-celinguk begitu, kita kemari bukan untuk darmawisata, tapi untuk mengamankan pusaka dari pencuri itu," tegur Nworba, ia langsung saja menjalankan perannya sebagai ketua rombongan. Kompas yang diberikan Queen Platina pagi tadi memang menunjukkan ke arah pusaka tanah, Qalbun Dzahabiyyun. Sehingga kini mereka sudah ada di salah satu kerajaan negeri tanah, kerajaan Black Soil. Konon, menurut kompas itu, pusakanya berada paling dekat dengan kerajaan ini.

"Tidak apa-apa kan? Kami belum pernah kemari. Apa salahnya melihat-lihat sedikit?" bela Sunniva.

"Yasudah, tapi jangan lama-lama."

"Tapi aku kagum, sepertinya kalian sangat memelihara budaya dan tradisi kalian," ucap Greysha.

"Tentu saja. Kami disini menghasilkan gerabah dengan kualitas paling tinggi di planet ini." Sudut bibir Nworba sedikit naik, ia tidak dapat menyembunyikan kesenangannya atas pujian yang dilayangkan oleh Sunniva kepada negerinya.

"Panas... haus...." terdengar rintihan yang asing di telinga kelima pelindung itu, namun tidak asing di telinga Nworba yang sudah terbiasa mendengarnya.

"Kalau kamu panas kenapa tidak membawa kipas? Kamu kan tahu negeriku gersang begini, Greenia!"

"Habisnya... aku tidak tahu kalau kita harus ke negerimu pertama kali!" Greenia menggembungkan pipinya. Sunniva segera menarik tangan Lazuly dan berbisik kasar.

"Hei, apa sifatnya tidak berubah?"

"Aku juga merasa begitu. Sebenarnya Greenia kenapa?"

"Hey! Kalian berdua kenapa berbisik-bisik seperti itu?" teriak Nworba kesal, ia menunjuk ke arah Lazuly dan Sunniva. Mereka berdua merasa jantung mereka melompat.

"Hah... biarkan saja. Paling mereka hanya tidak menduga sifat asliku begini. Ini sudah panas jadi kamu tidak usah teriak-teriak begitu Nworba. Bikin tambah panas saja," ujar Greenia acuh tak acuh sambil mengipas-ngipasi dirinya dengan tangannya.

"Kalau memang panas sekali bagaimana kalau aku memberikan angin untuk kita semua?" saran Blueta. Iris emerald Greenia langsung berbinar-binar mendengar kalimat bagaikan angin segar itu.

'Oh iya! Ada anak ini!'

"Benarkah? kamu memang penyelamat, terima kasih ya!" Greenia segera memegang kedua lengan Blueta dengan penuh harap, Blueta yang melihat hal itu tersenyum semanis gula.

"Serahkan padaku!"

"Kamu begitu ada maunya saja baru bersikap manis!" celetuk Nworba.

"Nworba kamu diam saja," Greenia mencibir dan memicingkan matanya ke arah Nworba. Nworba menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya itu.

"Tidak apa-apa kak Nworba, aku merasa senang bisa berguna bagi teman se-timku." Blueta melayang pelan dan mengarahkan anginnya ke teman-temannya yang berdiri di bawahnya.

"Wah... benar-benar sejuk..." gumam Moona, "i-iyakan Greysha? Lho? Greysha?"

"Aku ambil buah ini satu ya pak," ucap Greysha dari kejauhan. Ternyata dia sudah ke tempat penjual buah-buahan saja, malas berdiri lama-lama di tempat gadis-gadis berisik itu.

"Tunggu, nona. Anda belum membayar!" panggil penjual itu. Greysha segera berbalik.

"Bayar?"

"Iya, untuk memakan buah itu kau harus membayarku dengan uang, seperti yang ada di kantungmu itu!" jelas penjual itu, tahu saja dia dimana pelanggannya menyimpan uang, terlebih saat kantong uang di pinggang Greysha sebesar itu. Greysha memutar bola matanya ke arah yang dimaksud oleh si penjual.

Seven Gardenia (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang