Darah di Atas Tanah

33 3 2
                                    

~Greenia Flashback~

5 tahun lalu, di sebuah dungeon di daerah kerajaan Ground Rose....

"Haa!" Nworba menghentakkan kakinya, namun tanah yang menusuk gnome tidak terlalu kuat, sehingga para gnome yang cukup ramai dapat dihitung jari yang mati. Ia mendecih.

"Aku masih belum bisa melakukannya dengan baik..." sebuah elusan yang lembut dan menenangkan mendarat di kepalanya. Gadis itu mendongak dan mendapati iris cokelat pekat mengamatinya dengan hangat.

"Tidak apa, tadi itu sudah cukup bagus!" puji pemuda yang terpaut lima tahun darinya itu. Nworba tahu itu hanya kata-kata manis untuk menenangkannya, tapi mendengarkan sebuah pujian tulus dari kakak kesayangannya itu membuat bunga hatinya yang tadinya layu kembali merekah dengan sempurna.

"Aku akan lebih berusaha lagi, kak Karim!"

Sring! Syuut! Crak!

Kibasan pedang Karim menembus dengan bersih bagian jantung tubuh gnome yang berusaha menyerang dirinya dari belakang. Gnome tua itu bergerak-gerak, meregang sisa nyawa yang berusaha keluar dari tubuhnya. Darah gnome itu berhamburan dimana-mana. Karim menghempaskan sisa darah dari pedangnya.

Sementara itu Greenia memunculkan bambu-bambu runcing dari lantai dungeon yang dapat tumbuh dari tanah dan menembus tubuh gnome itu dari bawah, mendukung semampunya kedua temannya itu. Mereka pun menuju ruangan terakhir, ruangan harta karun. Seekor ular dari bebatuan yang melayang mendesis pada mereka. Matanya merah menyala bagaikan

"Nworba, sekarang!" isyarat Karim pada adiknya. Bibir mungil Nworba mengembang, dia paling senang saat ia menggabungkan kekuatan dengan kakaknya, ia merasa seperti orang paling kuat di dunia. Mereka memusatkan perhatian mereka dan dinding-dinding gua itu turun dengan balok-balok seukuran tiang rumah yang dapat dipeluk oleh satu orang dewasa, tanpa ampun menyasar badan ular tanah itu. Karim segera berlari dan menusukkan pedangnya ke batu merah menyala yang ada di jidat ular itu.

"GRAAH!" Setelah mengeluarkan erangan mengerikan yang memekakkan telinga, ular batu itu hancur menjadi ribuan keping bebatuan halus, mati dengan mengenaskan.

"Berhasil!" ketiganya saling tos untuk merayakan kemenangan mereka. Setelah mengambil harta karun dari peti emas yang dijaga monster ular batu tadi—bagian yang paling disukai Nworba dari dungeon—mereka segera keluar dari dungeon tersebut.

"Haa... menyenangkan sekali!" Nworba menyatukan dan mengangkat kedua lengannya tinggi-tinggi ke atas, melakukan stretching yang cukup panjang,"kita harus melakukannya lagi lusa!" teriaknya bersemangat.

"Eh... yang benar saja? Minggu ini saja sudah dua kali kita ke dungeon. Aku tidak suka. Suasananya pengap, bau, kotor, dan kita harus ke sana sering-sering? Iuh! Tidak, terima kasih!" tolak Greenia tegas. Mendengar itu, Nworba segera memasang muka memelas andalannya.

"Oh... Ayolah! Aku tidak bisa kesana kalau tidak ada kamu. Kau tahukan aku mengandalkanmu... Ya? Kumohon? Tuan putri Greenia yang cantik...."

"Huh! apa boleh buat, aku ikut, tapi lusa ini saja, kau dengar?" Greenia melipat tangannya. Ia memalingkan wajahnya untuk membunyikan semburat merah diwajahnya karena dipuji.

"Yeey! Kamu memang best friend terbaikku!" ucap Nworba riang. Ia memeluk Greenia dengan kencang. Greenia hanya menghela napasnya, di saat-saat seperti ini, dia tidak tahu siapa yang lebih tua antara dirinya dengan Nworba.

"Kamu juga bisa memanggilku kapan saja Nworba, aku selalu siap untuk melindungimu dari serangan monster mana pun!" Karim ikut menimbrung.

"Benarkah? Aku saayang kakak!" Nworba memeluk kakaknya dengan penuh sukacita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seven Gardenia (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang