AMBIVALEN 3

90 27 0
                                    

Asya berjalan dengan santainya, melewati kelas demi kelas dengan seragam yang begitu ketatnya.

Ia melihat siswa laki-laki yang tadi menahannya berdiri tepat menghadap ke arahnya. Dengan tidak pedulinya, Asya berjalan santai melewatinya. Tetapi lagi dan lagi siswa laki-laki itu dengan cepat mencekal pergelangannya.

Mengangkat pergelangan tangan Asya tepat di depan matanya. Memperlihatkan apa yang ia lihat kepada Asya. "Lo lihat sesuatu yang aneh kan?" Tanya Dana siswa laki-laki itu.

"Gak!"

Dana berdecih, "lepasin gelang lo."

Asya hanya memandang Dana dengan kesal, sedikit mengeluarkan senyum jahatnya. "Kalau gue gak mau gimana tuh?"

"Menurut peraturan tata tertib sekolah nomor enam baris kedua. Siswa dan siswi tidak boleh memakai gelang, kalung, dan juga seragam ketat ... oh iya, dan juga rok yang kependekan." Melepaskan genggaman tangannya di pergelangan tangan Asya.

"Udah? Gitu doang? Ya elah ... nih ambil semuanya. Rese banget sih lo jadi orang," balas Asya sembari mengeluarkan semua gelang yang ada di tangannya.

Dana mengambil semua gelang yang di berikan Asya padanya. Tidak sampai disitu, ia masih memandangi Asya dengan tatapan yang aneh.

"Apa lagi? Lo mau gue buka baju gue juga?" Tanya Asya.

Dana mengerutkan dahinya, "lah ngapain gue nyuruh lo buka baju, gak guna."

"Yaudah awas, gue mau lewat."

•••••

Sepulang dari sekolah, Asya langsung pulang ke rumahnya, tanpa meminta izin kepada satpam iya langsung membuka pagar rumahnya.

Dan tanpa melihat sekeliling ia langsung masuk kedalam rumahnya, ia tidak melihat bahwa ada mobil ayahnya yang terparkir di pekarangan rumah.

Belum sempat melangkahkan kakinya berjalan menuju ruang tamu, ia melihat Ayahnya bersama dengan wanita lain. Ia hanya bisa tersenyum dan berdecih.

Melanjutkan langkahnya dan mulai bertepuk tangan ria. "Wah ada pasangan haram nih," ucapnya dan langsung duduk diantara mereka.

"Udah terbuka yah sekarang hubungannya, jadi gimana perasaan Ayahanda ku ini dengan Tante ...," Menahan ucapannya sejenak, "eh panggilan Tante terlalu sopan gak sih?" Lanjutnya.

"Jadi aku harus panggil apa dong? Ayahanda mungkin ingin memberikan saran? Oh tunggu sepertinya panggilan wanita perebut cocok deh, yah kan pacarnya Ayahandaku." Memandang mereka berdua bergantian, kemudian menaik turunkan alisnya.

"Asya jaga ucapan mu!" Bentak Ayahnya.

Asya mengerutkan keningnya dan berjalan sedikit mendekati Ayahnya, "kenapa? Ayah marah yah? Kesel? Bagus dong."

"Asya jaga sopan santun mu!" Ayahnya mengangkat tangan hendak ingin menampar Asya.

Belum sempat tamparan itu mengenai wajah Asya, ia langsung membalas, "sopan santun apa? Ayah sendiri tidak memiliki sopan santun dengan membawa wanita ini ke rumahku!"

"Dan kau!" menunjuki wanita itu dan berjalan terus ke arahnya membuat wanita itu juga terus melangkahkan kakinya kebelakang, memegangi pundak wanita itu dan sedikit memainkan kerah bajunya, "dimana harga dirimu? Apakah tidak malu menggoda lelaki tua yang sudah beristri? Apakah ibumu tau tentang semua ini? Bagaimana kalau dia tau? Jawab aku jalang!"

Plak

Satu tamparan bebas mengenai pipi Asya, tamparan yang di berikan oleh Ayahnya sendiri. Ia tidak mengeluarkan rintihan kesakitan sama sekali.

Asya mendekatkan mulutnya ke telinga Ayahnya, "tamparan lelaki tua emang beda yah, gak ada rasanya." Setelah itu melangkahkan tubuhnya pergi dari hadapan Ayah dan juga pacar Ayahnya itu.

Tak lupa menepuk-nepuk tangannya seakan ada debu yang menempel disana.

Ia berjalan menuju kamar ibunya, ia tau di waktu seperti ini, ibunya hanya bisa berdiam diri di dalam kamarnya. Sebut saja dia durhaka pada ayahnya, tetapi ia tidak peduli apapun itu jika menyangkut dengan apa yang akan di alami ibunya.

See you next part

AMBIVALENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang