****

11 2 0
                                    

Pagi ini lebih buruk dari yang kemarin, semalam aku sama sekali tidak bisa tidur karena terbayang-bayang wajah seremnya maksumay. Aku berjanji pada diriku akan nurut apa kata ibu dan ayah ku karena mereka ingin aku jadi yang terbaik. Hari-hari ku berubah, waktu itu setiap sore aku pergi main tapi sekarang aku pergi mengaji. Setiap kali aku pergi mengaji aku selalu di tes oleh guru ngaji ku. Tapi Alhamdulillah setiap kali di tes aku selalu bisa. Tidak terasa aku mengaji suda satu tahun, nah jika sudah satu tahun setiap murid ngaji akan di lombakan dalam sebuah acara yang resmi. Waktu itu aku baru kelas 5 ( lima ) SD. Nah waktu lomba mengaji aku meraih juara 1 dong yang pasti. Aku mendapat penghargaan dari pak kepala desa dan mendapat hadiah bersanji. Ayah dan ibu ku tersenyum melihat aku dari kejauhan, aku tau mereka bangga karena aku bisa juara tapi hati kecilku berkata aku tidak akan bisa seperti ini tanpa didikan kalian. Aku sayng kalian. Berawal dari juara itu aku menjadi sorotan banyak orang, aku mulai terkenal. Setiap kali ada acara aku selalu di panggil untuk membaca Alquran sebagai pembuka acara. Waktu itu aku di kasih saran oleh guru ngajiku agar aku masuk pesantren. Aku juga sangat ingin masuk pesantren tapi ibu ku tidak mengizinkan. Kata ibu kalau pesantren pulang nya lama satu tahun sekali baru bisa pulang, terus kalau ibu kangen gimana. Hati ku pun terbuka dan aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di SMP negeri 1 banding agung yang tidak begitu jauh dari desaku, jaraknya kurang lebih 3 jam. Meskipun demikian aku tetap berpisah dari orangtua ku, karena tidak mungkin kan kalau jarak 3 jam harus di tempuh setiap hari. Jadi selama aku menempuh pendidikan SMP aku ngontrak di rumah orang. Awalnya berat banget karena dengan usia ku dulu masih sangat kecil dan sudah harus hidup mandiri jauh dari orangtua. Masak sendiri, cuci sendiri, makan sendiri apapun sendiri. Belum lagi kalau ingat ibu hati ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Kadang melihat orang lain bisa kumpul dengan keluarga aku ingin di merasakan hal itu. Dulu ayah ku sangat takut ketika aku jauh dari mereka prestasi ku turun. Memang turun waktu aku baru kelas 1 SMP aku tidak meraih juara kelas. ayahku terlihat sangat sedih, tapi harus bagaimana lagi pikiran ku bukan belajar saat itu tapi ingin pulang dan bertemu ibu. Ketika aku menginjak kelas 2 SMP, aku mulai berfikir untuk apa aku jauh-jauh sekolah kesini kalau aku cuma mikirin pulang dan tidak mendapatkan ilmu apa-apa. Dari situ aku mulai ada keinginan untuk belajar dan menjadi juara lagi, meskipun hanya juara kelas. Tidak terasa waktu itu aku sudah melaksanakan ujian semester ganjil. Sambil menunggu pembagian raport sekolahku mengadakan kegiatan perlombaan di bidang olahraga. Tapi waktu itu aku tidak begitu suka mengikuti perlombaan karena aku sudah tidak sabar ingin melihat nilai hasil ujian. Tibalah hari Sabtu, hari dimana raport akan di bagikan. Waktu itu ayahku sudah menunggu ku di depan gerbang sekolah untuk menjemput ku pulang. Setiap kali selesai ujian semester pasti di ikuti dengan libur panjang. Jadi ayah ku menjemput ku untuk pulang ke desa ku. Detik-detik rapot akan di bagikan hati ku was-was, jantungku bagaikan orang yang lagi takbiran. Tibalah waktu di mana Wali kelas ku mengumumkan siswa dan siswi yang mendapat juara kelas.
" Baik anak-anak, bapak akan mengumumkan siapa yang mendapat juara di kelas ini. Kita mulai dari tiga besar dulu ya."
Serentak Siwa dan siswi menjawab.
" Iya pak."
" Bapak mulai ya! Juara 3 jatuh pada....... Prasetiyo, Juara 2 jatuh pada Arjuda Sutrisna, dan juara 1....
Juara 1 jatuh pada Susi Rahmayanti."
Hatiku senang tiada terkira, aku langsung bersujud syukur di ruang kelas. Jiwaku meronta-ronta ingin cepat keluar kelas, ingin membawa kabar baik ini kepada malaikat tak bersayap yang selalu memberi aku semangat, motivasi dan mengiringi langkah ku dengan doa-doa nya yaitu orangtua ku. Ketika pembagian raport sudah selesai ayah memandang aku dari kejauhan, sambil berlari aku mengangkat tangan ku sambil memberi Tandi satu. Aku melihat senyum ayah begitu bangga.
" Bagus nak, ini keinginan ayah ( sambil mengusap kepala ku )."
" Terimakasih ayah, karena ayah sudah menjadi malaikat tak bersayap ku."
Ayahku tersenyum lembut.
" Ayo kita pulang, ibu sudah menunggu di rumah."
Sebelum pulang ke desa kebiasaan ku adalah membeli oleh-oleh untuk ibu. Ibu sangat suka buah semangka jadi setiap aku mau pulang selalu beli buah semangka. Dalam perjalanan aku membayang wajah bahagia ibu ku setelah mendengar berita ini. Sesampainya di rumah, tentu saja ibu ku sudah menunggu ku di depan rumah. Aku turun dari motor dan langsung menyambut tangan ibu ku.
" Ibu aku juara 1."
Ibu ku mencium pipi kanan dan pipi kiri ku.
" Alhamdulillah nak, tidak sia-sia perjuangan kamu selama ini ( sambil tersenyum haru ), Ayo masuk ibu sudah masak makanan kesukaan kamu."
" Iya Bu,,"
Waktu itu aku merasa menjadi anak satu-satunya anak ayah, Tapi aku lupa kalau kakak ku juga butuh dukungan dan kasih sayng dari ayah dan ibu. Waktu itu kakak ku menempuh pendidikan perguruan tinggi swasta jadi memerlukan biaya yang mahal. Meskipun demikian kata ayah dan ibu ku biaya bukan menjadi penghalang yang penting ada niat insyaallah ada jalan, rezeki bisa datang dari mana saja. Berkat kerja keras ayah dan ibu Alhamdulillah kakak ku bisa menempuh pendidikan tinggi meskipun hanya anak seorang petani.

Malaikat Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang