Kini, seorang gadis tengah termenung di balkon kamarnya. Tak lupa juga secangkir coklat panas yang sesekali ia minum. Arlinda Serapina namanya. Gadis itu tak henti hentinya menghela nafas dengan kasar ketika menyadari malam semakin gelap.
"hmmm. Kakak kemana si udah jam segini juga" gusar Arlinda yang sedari tadi berdiri di balkon kamarnya. "ngomong kek bakal telat" lanjutnya dan berlalu masuk ke dalam kamar.
Arlinda beralih duduk di meja belajarnya dan menarik sebuah buku bersampul biru. Ia mulai membuka bukunya dan mulai menuliskan apa yang ada dalam fikirnya.
Langit itu gelap.
Tanpa bintang, tanpa bulan.
Ia bukan apa apa.Langit itu gelap.
Kelam dan misteri.
Tanpa secerca cahaya.
Hanya hitam.
Pekat dan tak bersahabat.Langit itu gelap.
Sama halnya dengan segala hal yang telah merenggut kehidupan.Helaan nafas terdengar. Wajah lelah tersirat secara jelas. Dengan langkah gontai Arlinda menuju kasurnya.
"Semoga waktu memberi ruang" gumamnya pelan dan mulai memasuki alam bawah sadarnya.⁂⁂⁂
tok tok tok
"Bangun nda, udah jam setengah lima. Kamu gak shalat apa?" ucap seseorang dibalik pintu kamar Arlinda.Arlinda yang merasa terusik dari tidurnya pun mulai memicingkan matanya dan beranjak dari kasur. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju pintu kamarnya dan mendapati sang kakak, Arsya yang sedang memakai peci. Berbeda dengan Arlinda yang menatap malas sang kakak, Arsya malah tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya.
"Makannya janga begadang terus Nda. Kakak males bangunin kamu terus buat shalat. Perawan kok males sih" ucap Arsya disertai kekehannya. Arsya setidaknya beruntung memiliki Arlinda. Adiknya yang ia sayangi dan cintai ini selalu membuat hari hari Arsya berwarna. "Udah cepet wudhu dulu ya. Abang sama papah nunggu di bawah ya"
Arlinda menutup pelan pintu kamarnya. Ia berbalik dan bergegas menuju kamar mandi dan segera mengambil wudhu. Tak lupa ia juga mengikat rambut pendeknya dan meminggirkan poninya. Setelah selesai Arlinda pun segera menyusul kebawah dan melaksanakan Shalat Shubuh beserta kakak dan ayahnya.
⁂⁂⁂
Arlinda dan Arsya berangkat sekolah bersama dengan berjalan kaki. Memang biasanya mereka pergi ke sekolah dengan berjalan kaki karna mengingat jarak antara sekolah dan rumahnya yang terlampau dekat, sehingga membuat kakak beradik itu seringkali berjalan kaki untuk pergi ke sekolah.
"Nda abang duluan ya. Belajar yang bener jangan ngelamun terus. Eh iya tadi papah nitip uang kamu ke abang. Mau di ambil sekarang?" Tanya Arsya yang sedang merapihkan dasinya.
Mendengar pertanyaan kakaknya Arlinda dengan cepat menggelengkan kepalanya dan memberitahu bahwa ia masih memiliki uang. Setelah itupun Arlinda bergegas menuju kelasnya kelasnya yang berada di lantai dua.
Dengan langkah yang santai Arlinda berjalan menuju kelasnya. Sesekali ia tersenyum tipis untuk menghargai teman yang menyapanya. Sesampainya di kelas, Arlinda mendudukkan dirinya dibangku dan segera mengeluarkan buku novelnya.
Ketika sedang asik asiknya membaca, tiba tiba saja ada seseorang yang mengejutkan dirinya dengan teriakan yang membahana. Anna Natasya. Sahabat karib dan teman Arlinda sejak kecil.
"Parah banget tuh bapak bapak. Harus gus bantai kayaknya. Seenak jidat nurunin gue di tengah jalan. Mana pagi pagi gini udah panas. Sial banget dah hari ini" cerocos Anna dengan nada yang sangat ketus dan kentara sekali dari raut wajahnya yang sangat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Us
Teen FictionBagi Arlinda, Ardhan bukanlah cowok dingin nan cuek yang hobinya balapan dan ikut ikutan geng motor. Ardhan hanyalah Ardhan. Dengan segala sikap yang mampu menjungkir balikan lawan bicaranya. Bagi Ardhan, Arlinda adalah cewek langka. Bukan nerd gir...