Untuk segala rasa yang pernah menjadi alasan ku bertahan di sisimu, aku mengucapkan ribuan maaf.
Aku sudah kalah oleh semesta, aku sudah menyerah pada kita.
Seharusnya, sedari awal aku tahu bahwa perasaan semacam ini hanya menjerumuskan aku pada jurang luka. Mungkin aku sebenarnya tahu, tapi aku ingin tetap bersama kamu. Hingga peringatan-peringatan kecil dari semesta ku abaikan begitu saja.
Kita tidak diijinkan bersama, semesta punya orang lain untuk masing-masing dari kita. Kamu bukan untukku, pun sebaliknya, aku bukan untukmu.
Untuk waktu bersama yang terbuang habis, untuk segala janji yang digusur ingkar, dan untuk semua rencana di kepala yang dihempas kenyataan. Aku cukup baik-baik saja saat ini, atau aku hanya mencoba untuk baik-baik saja.
Kamu melangkah begitu cepat, berputar haluan ke belakang menyusul kembali dia. Meninggalkan aku yang tak tahu arah dan bingung mau kemana.
Ternyata, kamu tidak benar-benar padaku. Buktinya, ketika takdir menghantam kita, kamu malah lari secepat yang kamu bisa untuk menjemput masa lalu mu kembali. Sedang aku sendirian meratapi sepi.
Mungkin, ini adalah jalan dari semesta untuk membukakan mataku bahwa kamu bukan orang yang diperuntukkan untukku.
Mungkin semesta akan mengirim yang lain, yang lebih tepat ketika dipasangkan denganku.
Mungkin juga, semesta sedang ingin melindungi ku dari kejahatan-kejahatan hati yang kini marak terjadi.
Maka jika begitu, baiklah. Aku akan sendiri dulu bersama semesta, sampai batas waktu yang tak ditentukan. Sampai seseorang yang benar-benar untukku datang, sehingga aku tidak perlu kerepotan lagi menghadapi perpisahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPATAH KATA
PoetryKetika kamu enggak bisa menjelaskan apapun, tulisan akan mengungkapkan semuanya.