Part 2 : Maksud Tersembunyi

596 104 38
                                    

Sekilas tentang Pelabuhan Sunda Kelapa:

Sekilas tentang Pelabuhan Sunda Kelapa:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Adriano terus memijat pergelangan kaki Najmi. Dalam hati ia memuji kecantikan Najmi yang alami. Melihat Najmi yang meringis menahan sakit terlintas di benaknya ekspresi Najmi di pelukannya suatu saat nanti.

Tanpa diketahui Najmi, Adriano telah mengikutinya semenjak ia masuk ke area pelabuhan. Kedatangan Najmi ke pelabuhan menarik perhatian Adriano. Gadis berkebaya dan berkerudung itu membuat Adriano penasaran. Selama ditugaskan di pelabuhan Sunda Kelapa gadis-gadis yang dijumpai Adriano biasanya hanya memakai kemben atau kain saja tidak setertutup Najmi. Maka begitu melihat Najmi ia mengikuti pergerakannya. Hatinya mengatakan untuk tidak melepaskan gadis itu.

Pelabuhan Sunda kelapa kala itu memang bagian dari kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu jadi wajar saja jika mayoritas perempuan hanya memakai kain atau kemben. Sementara Najmi lahir di keluarga muslim yang taat.

Adriano bersyukur saat sang kuli panggul menabrak Najmi walaupun ia sedikit kesal tetapi akhirnya dapat berkenalan dengan dara cantik berkulit kuning langsat itu. Ketika tatapan mereka bertemu, Adriano merasa Najmilah jodohnya.

Beruntung Adriano bisa memijat, kemampuan yang baru saja ia pelajari seminggu lalu dari salah satu penduduk lokal. Adriano suka sekali mempelajari sesuatu yang baru, karena itu walau baru 4 bulan dia bertugas di Sunda Kelapa ia sudah fasih berkomunikasi dengan warga sekitar.

Najmi menarik kakinya begitu terlepas dari tangan Adriano, sebenarnya ia malu sekali dipijat seorang lelaki asing tetapi jika ia tak bisa berjalan ia tak akan segera bertemu Abah dan itu berarti bencana.

"Sudah!"

"Belum selesai, Nona."

"Saya harus pergi," Bayangan wajah Abah terlintas di benak Najmi. Abah pasti akan memarahinya kalau tahu ia disentuh lelaki. Najmi merasa bodoh sekali sempat terbuai pesona Adriano. Kekhilafan yang sempat ia nikmati sejenak.

"Tapi Nona belum bisa berjalan,"

"Kaki saya sudah tidak sakit lagi," bohong Najmi.

Najmi turun dari bale dan berusaha berdiri, ia meringis menahan sakit namun tetap berdiri.

"Benar 'kan, Nona belum bisa berjalan."

"Mana bungkusan saya? Saya harus segera bertemu Abah."

Adriano mengerti gadis di hadapannya ini keras kepala, memaksanya sama saja membuatnya menjauh.

Adriano memanggil salah satu prajurit yang menyambut mereka di pintu gudang tadi lalu ia datang sambil membawa bungkusan berwarna merah maroon. Rupanya Adriano telah menyuruhnya mengambil bungkusan itu, Najmi tidak tahu karena sibuk dengan rasa malunya tadi.

"Saya akan beri bungkusan ini dengan satu syarat,"

"Apa?"

"Izinkan saya mengantarkan kamu,"

"Saya tidak perlu diantar saya bisa sendiri,"

"Dengan kaki seperti itu, Nona bisa jatuh sewaktu-waktu."

"Saya bisa jalan sendiri!"

"Kalau begitu bungkusan ini tidak akan saya berikan,"

Najmi merasa kesal dengan ucapan Adriano. Adriano tidak memberinya pilihan.

"Baiklah!" Najmi menyentak.

Najmi mengulurkan tangannya untuk meminta bungkusan itu tetapi Adriano menolak dengan menaruh tangannya ke belakang tubuhnya.

"Saya berikan bungkusan ini setelah tiba di tempat Abah Nona,"

Dengan rasa kesal yang menggunung, Najmi berjalan tertatih-tatih. Tangan Adriano yang berusaha membantunya berjalan pun ia tepis.

Mereka berjalan menelusuri gudang-gudang yang berjejer rapi. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka. Sesekali Najmi meringis. Adriano yang melihat itu tersenyum tipis. Kekeraskepalaan Najmi justru menggemaskan baginya.

"Sudah sampai, kemarikan bungkusan itu!"

"Abah Nona, mana?"

"Tidak perlu Tuan bertemu Abah saya, kemarikan bungkusan itu dan silakan pergi!"

"Saya tidak akan pergi sebelum bertemu Abah,"

Seorang laki-laki paruh baya bertubuh gempal dengan memakai celana komprang baju koko dan terompah keluar dari dalam gudang.

"Ada apa ini? Najmi!" Tatapan tajam Abah mengarah pada Najmi dan Adriano.

Tubuh Najmi bergetar karena takut, ayahnya adalah pria yang tegas dan patuh pada aturan agama. Selama ini ayahnya selalu mewanti-wanti agar Najmi tidak dekat dengan pria mana pun tetapi kini Adriano mengantarnya. Habislah ia.

"Mm ... Abah ..."

"Saya Adriano, Najmi tadi terkilir jadi saya mengobatinya dulu."

"Najmi, masuk!" perintah Abah.

"Iya, Abah."

Diambilnya nafas dalam-dalam lalu dengan wajah menunduk Najmi masuk ke dalam gudang.

Abah merebut bungkusan itu dari tangan Adriano, "Pergi! Dan jangan pernah mendekati putri saya!" ancam Abah dengan tatapan tajam dan menusuk.

"Saya hanya menolongnya,"

"Kalian orang Portugis selalu punya tujuan tersembunyi!" Abah membalik tubuhnya lalu masuk ke dalam gudang miliknya.

"Hei!" Adriano tidak terima dengan perkataan Abah, ia ingin bicara lebih lanjut namun dua orang centeng yang menjaga gudang Abah menghalanginya.

"Najmi!" panggil Abah dengan suara tinggi.

"I ... ya, Abah."

"Berapa kali Abah bilang untuk jauhi laki-laki, hah?! Jaga kehormatan kamu!"

"Iya." jawab Najmi lirih sambil menunduk.

"Dia sudah menyentuh kamu?"

"Cuma pijit pergelangan kaki,"

"Sialan, Portugis sialan!"

"Dia gak lakuin hal lain, Abah."

"Bodoh kamu! Orang-orang Portugis itu selalu punya maksud tersembunyi seperti kedatangan mereka ke pelabuhan ini."

Najmi tidak banyak tahu tentang maksud kedatangan Portugis ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Yang ia tahu hanyalah kerajaan Pajajaran menjalin kerja sama perdagangan dengan bangsa Portugis.

22Juni 1527Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang