Part 7 : Mencari Pertolongan

291 69 17
                                    

Terdengar suara kegaduhan di luar membuat Adriano yang sedang membaca tersentak. Ia keluar dari ruangannya melihat beberapa orang pribumi digiring oleh para prajurit Portugis.

Para pribumi itu diikat kedua tangannya dan mereka berjalan menunduk. Beberapa prajurit mendorong mereka agar berjalan lebih cepat.

Deg!
Adriano terkejut melihat salah seorang tawanan yang dibawa para prajurit.

Abah?
Adriano menajamkan penglihatannya, benar saja sosok yang ia lihat itu adalah Abah ayah dari Najmi gadis yang membuatnya jatuh hati.

Ingin sekali ia menghampiri Abah tetapi ia berfikir ulang. Ia tidak boleh gegabah. Fransisco de Sa pasti akan curiga jika ia melakukannya.

Adriano terus mengamati ke mana rombongan tawanan itu pergi. Ia akan mencari tahu di ruang mana Abah ditawan.

Najmi pasti sangat sedih.

Penangkapan Abah mengusik nurani Adriano. Semenjak Abah mengatakan Portugis memiliki maksud tertentu dan begitu membenci bangsanya, Adriano mencari tahu apa maksud perkataan Abah. Ia bertanya pada mereka yang lebih tau tentang kedatangan Portugis di Nusantara, ia juga memeriksa dokumen-dokumen perjalanan bangsa Portugis.

Ternyata wajar sekali Abah berkata seperti itu. Bangsanya yang mengatakan ingin berdagang justru menyerang Kesultanan Malaka demi ambisi menguasai dunia. Dan kini hal yang sama akan terjadi pada Sunda Kelapa. Bedanya di Sunda Kelapa, Kesultanan Demak dan Cirebon telah mengendus niat Portugis sejak lama sehingga tindakan-tindakan pencegahan segera dilakukan.

Adriano merenung, perang sebentar lagi berkecamuk. Kesultanan Demak dan Cirebon telah bersiap menyerang. Ada keraguan di hatinya, akankah ia tetap membela negerinya?

~~~

Najmi menatap kepergian ayahnya dengan rasa sedih luar biasa. Ibunya telah pergi untuk selamanya karena sakit dan kini Abah ditangkap. Tak terasa air matanya menetes.

Semalaman ia berfikir, apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan Abah. Apakah ia harus mencari Damar? Tetapi ia tidak tahu ke mana Damar pergi.

Adriano, nama itu terlintas di kepalanya. Adriano adalah perwira Portugis, mungkinkah ia bisa membantu? Najmi merasa ragu, Abah ditangkap oleh orang-orang Portugis yang sebangsa dengan Adriano.

Aku tidak boleh putus asa. Tekad Najmi. Cara apa pun akan ia tempuh untuk membebaskan Abah. Kalaupun Adriano tidak bisa membantunya membebaskan Abah paling tidak ia akan mencari tahu kondisi Abah lewat Adriano.

Selepas sholat Subuh, Najmi merapikan dirinya. Pagi ini ia akan menemui Adriano.

Bismillah

Berjalan kaki menuju ke luar gerbang rumahnya, Najmi melangkah pasti. Berbelok ke kanan setelah keluar gerbang Najmi melihat sebuah kereta kuda mendekat.

"Neng Najmi," panggil bi Mirah dari dalam delman yang berhenti tepat di depan Najmi.

"Bi ... Mirah." Najmi terharu melihat bi Mirah datang bersama Mang Sobri.

Bi Mirah turun lalu mendekati Najmi. "Neng mau ke mana?"

"Mau ke tempat Adriano,"

"Nanti Abah marah kalo Neng Najmi ketemu Tuan Adriano,"

"Abah semalam ditangkap Bi. Aku mau minta tolong Adriano untuk bebasin Abah."

Raut keterkejutan jelas terlihat di wajah Bi Mirah dan Mang Sobri. "Abah ditangkap, kenapa?"

"Prajurit Portugis itu bilang Abah sembunyiin utusan Sultan."

"Kang Damar?"

"Iya. Udah Bi nanti aja ceritanya, sekarang anterin aku ketemu Adriano."

"Iya, Neng. Ayo naik!"

Bi Mirah dan Najmi naik ke dalam delman. Mang Sobri tidak banyak berkata karena tadi ia telah mendengar semuanya ditambah lagi ia tahu siapa Damar dan apa tugasnya.

Sepanjang perjalanan Najmi menceritakan kronologis penangkapan Abah. Sampai di pelabuhan Sunda Kelapa mereka langsung menuju ke gudang milik Portugis.

Najmi turun dari delman lalu menghampiri sang penjaga. "Saya ingin bertemu Tuan Adriano,"

"Kapiten Adriano?"

"Ya."

"Tunggu di sini!"

Najmi menuruti apa yang dikatakan sang prajurit, ia menunggu ditemani oleh Bi Mirah.

Tidak berapa lama, Adriano keluar menemui Najmi.

"Kau harus menolongku, Abah ditangkap. Prajurit kalian yang menangkapnya," ucap Najmi menggebu-gebu.

"Kita tidak bisa bicara di sini. Nanti sore aku akan ke rumahmu." bisik Adriano.

"Ini tidak bisa ditunda, Adriano."

"Meu querido, dengarkan aku." Adriano menaruh tangannya di bahu Najmi dan matanya menatap Najmi dalam-dalam. "Kedatanganmu ke sini membahayakan kita semua. Bersabarlah, aku berjanji akan membantumu. Sekarang pulang dan beristirahat!"

Najmi berfikir sejenak, ia melihat ke sekitar ada banyak prajurit di sana. Jika salah satu dari mereka mengenali Najmi tamatlah riwayatnya.

"Kau harus memenuhi janjimu!" ucap Najmi penuh harap.

"Pasti. Sekarang pulanglah, Bonita! Kamu terlihat lelah."

Najmi melihat kesungguhan di mata Adriano maka ia mengikuti yang dikatakan Adriano, ia akan pulang dan menunggunya datang.

Sekembalinya dari pelabuhan Najmi merasa tak tenang, apakah Adriano akan benar-benar datang? Najmi hanya bisa berdoa.

Matahari mulai tenggelam, Najmi duduk di teras rumahnya. Senja terlihat begitu indah namun pikirannya tetap pada Abah.

Seorang lelaki masuk ke pekarangan. Ia memakai baju pangsi hitam dengan topi caping. Wajahnya tidak terlihat. Najmi berdiri begitu juga Mang Sobri yang sedang mengurusi kuda tak jauh dari Najmi.

"Siapa kamu?" tanya Najmi dengan nada tegasnya.

Pria bertopi caping itu mendekat ke arah Najmi. Mang Sobri bersiap jika hal buruk terjadi. Tangannya memegang golok yang ada di pinggang.

Pria itu melihat ke arah Najmi lalu membuka topinya.

***

Siapakah dia?

22Juni 1527Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang