Part 8 : Menjenguk Abah

316 65 39
                                    

Selamat Ulang Tahun Kota Jakarta

***

Adriano tersenyum sambil membuka topi capingnya.

"Adriano?!" Najmi menatap tak percaya, akhirnya Adriano menepati janjinya untuk datang.

"Meu querido," Mata Adriano berbinar melihat Najmi yang menyambutnya dengan senyuman.

Mang Sobri bernapas lega saat melihat Adriano yang datang. Tangannya dilepas dari bendo yang ada di pinggang. Ia kemudian kembali melakukan aktivitasnya.

"Masuklah, kita berbicara di dalam."

Adriano mengikuti Najmi yang melangkah masuk ke dalam rumahnya.

"Silakan duduk," Najmi mempersilakan Adriano duduk di kursi rotan di ruang tamunya lalu pergi ke belakang.

Adriano melihat ke sekitarnya. Dinding rumah Najmi terbuat dari kayu dan minim hiasan berbeda dengan rumah Fransisco de Sa tempat Adriano tinggal di Portugis yang memiliki banyak lukisan.

Najmi kembali dengan membawa segelas minuman herbal berwarna merah yang disebut bir pletok. Minuman berbahan dasar  11 jenis rempah diantaranya; lada, jahe, kapulaga, sereh, daun jeruk, daun pandan dan lain sebagainya, khas warga yang tinggal di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa.

Adriano menyesap minuman hangat yang disediakan Najmi perlahan. Rasa manis, pedas dan hangat terasa di tenggorokannya sangat pas untuk dinikmati di sore hari.

"Jadi, apakah kau bisa membantuku membebaskan Abah?" tanya Najmi tanpa basa-basi.

"Hm ... itu hal yang sangat sulit."

"Lalu untuk apa kau datang ke sini?"

"Bertemu denganmu, Meu querido," jawab Adriano santai.

"Lebih baik kau pulang saja kalau begitu." Najmi berkata ketus.

"Bonita, kamu terlihat menggemaskan jika marah." puji Adriano setelah menyesap minumannya.

"Adriano, saya tidak butuh pria yang pandai merayu."

"Pria yang pandai merayu ini memang belum bisa membebaskan ayahmu tetapi bisa mempertemukanmu dengannya."

"Apa? Kau bisa mempertemukan aku dengan Abah?" Mata Najmi berbinar mendengar perkataan Adriano.

"Iya."

"Ayo kita kesana, aku ingin bertemu dengan Abah. Aku ingin tahu kondisi Abah!" Najmi sangat bersemangat, ia berdiri dari duduknya.

"Meu querido, tidak secepat itu. Penjagaan sangat ketat. Tidak mudah orang luar sepertimu untuk masuk."

"Lalu kapan aku bisa bertemu Abah?"

"Aku akan atur semuanya. Datanglah besok tepat tengah malam ke pelabuhan, aku tunggu di depan gudang."

"Baik, aku pasti akan ke sana."

~~~

Gelapnya malam tidak menghentikan langkah Najmi yang diantar oleh Mang Sobri ke pelabuhan. Delman ditaruh cukup jauh dari gudang Portugis untuk menghindari kecurigaan.

Tengah malam seperti ini, pelabuhan yang biasanya sangat ramai menjadi sepi. Najmi melangkah dengan pasti.

Sampai di depan gudang Portugis, Adriano telah menanti. "Akhirnya kamu datang, Meu querido,"

"Ayo masuk aku tak sabar ingin bertemu Abah,"

"Baiklah. Hanya dirimu yang bisa ikut ke dalam, Mang Sobri tetap di sini."

Mendengar ucapan Adriano Mang Sobri mengangguk. Walau Adriano seorang Portugis namun ada keyakinan di hati Mang Sobri bahwa ia bisa dipercaya.

Najmi dan Adriano melangkah menyusuri jalan menuju bangunan tempat Abah ditahan.

Grep!
Adriano tiba-tiba memeluk Najmi.

"Lepas!" Najmi meronta.

Adriano mengeratkan pelukannya, "Ada perwira yang melihat, aku tidak mau mereka curiga." bisik Adriano.

Benar saja tidak lama ada dua perwira yang melewati mereka sambil bersiul dan tersenyum melihat Adriano.

"Kapten Adriano bersama seorang gadis."

"Ele é meu amante, (dia kekasihku)"

Mendengar ucapan Adriano kedua perwira itu saling bertatapan lalu tersenyum. "Nikmati malammu, Kapten,"

Mereka terkekeh dan berlalu pergi. Najmi segera melepaskan pelukan Adriano.

"Apa yang kau katakan pada mereka?"

"Kau kekasihku."

Gelapnya malam menutupi wajah Najmi yang merona. Tak dapat dipungkiri Najmi sempat merasa nyaman di pelukan Adriano walau sejenak. Pesona seorang Adriano perlahan memasuki hati Najmi.

Mereka kembali berjalan lalu sampai di depan bangunan yang dijaga seorang prajurit. Adriano memberikan sekantung uang pada prajurit itu dan bicara dalam bahasa Portugis yang tidak dimengerti Najmi.

Prajurit penjaga mempersilakan keduanya untuk masuk. Di dalam ruangan hanya diterangi oleh beberapa obor sehingga Najmi menyipitkan matanya mencari Abah.

"Abah," panggil Najmi pada seorang tawanan yang duduk di pojok ruangan.

Najmi mendekati Abahnya yang tak sanggup berdiri menyambut Najmi.

"Najmi, kamu ... ke sini ..." sahut Abah dengan suara lemah.

"Adriano yang bantu Najmi,"

Melihat Abah dari dekat membuat bulir-bulir air matanya mengalir. Najmi kemudian memeluk Abah. Ia terkejut dengan tubuh Abahnya yang amat lemah dan terluka.

Najmi paham betul Abahnya pasti disiksa hingga kondisinya seperti itu. Ia tak ingin banyak bicara. Ia hanya ingin Abahnya segera bebas.

"Aku ingin membawa Abah sekarang juga," Najmi menatap Adriano.

"Itu tidak mungkin, kita tidak punya persiapan yang cukup."

"Tapi Abah terluka parah."

"Aku tahu, Abah mengalami penyiksaan dan semua tawanan tidak diberi makan."

"Kalian kejam!"

"Aku akan lakukan apa yang aku bisa untuk menjaga Abah. Kalau kau ingin Abah bebas, kita harus menyiapkan rencana yang matang."

Najmi kembali menatap Abahnya. "Abah, Najmi akan bebaskan Abah apa pun caranya."

***

22Juni 1527Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang