Silent Cry

14 0 0
                                    

Pagi itu disebuah restaurant ternama di ibu kota Geriya, suasana terasa begitu ramai sekaligus mencekam. Semua itu karena adanya Chef Arkan yang mengintimidasi seluruh pekerjanya. Chef Arkan ialah chef yang sangat dikagumi oleh seluruh Chef Junior di seluruh negara.  Sikap dinginnya dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan mengagumkan. Semua makanan yang lahir dari Restaurant Stars haruslah sempurna.

"Nomor 9 Foie Gras", Tegasnya meneriaki tiga anak dua anak buahnya yang lain.
Tentu bukan aku, aku tidak pernah diizinkan lagi memegang kegiatan memasak dalam restaurant ini. Setelah kejadian tersebut hidupku disini hanya sekedar mencuci piring. Tatapan dingin dan menusuknya masih sama seperti hari tersebut. Tatapan kebencian yang mendalam.

Aku mengerti tatapan itu, kematian saudara kembarnya merupakan kesalahanku. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika Kevan tidak menemuiku hari itu. Dan kejadian tragis itu tidak akan terjadi. 

Tatapanku mulai mengabur karena air mata. Hal yang hilang tak bisa kembali, Ibu, Kevan, dan kebahagiaan telah sirna.

Praaangg....
Aku tanpa sadar memecahkan piring seputih porselen menjadi tiga bagian. Kevan menarikku keras kedalam ruang penyimpanan bahan makanan.

"Apa yang Kau lakukan eh? Aku sangat tidak suka kesalahan dan kecerobohan!." Kesalnya mendorong dan memojokankku.

"Maaf Chef." Ujarku menundukkan kepala tak terasa air mata ini mengalir tanpa diperintah.

"Ahh.. Kk-kau tidak bisakah Kau tidak mengganggu dan memecahkan konsentrasi semuanya sekali saja." Ucapnya menggeretakan gigi kesal meninggalkanku yang termenung.

Aku menatap langit berusaha menahan air mata yang akan terjatuh lagi lagi dan lagi.
"Kevan maafkan aku." ucapku lirih dan tulus.

Kulangkahkan lagi kakiku masuk kedalam dapur dan mengantarkan beberapa pesanan.

"Hei, Mba kuahnya dingin aku ingin dipanasi lagi." Ucap seorang wanita tersebut menuntut.

"Baik, mohon ditunggu sebentar." Kuraih mangkok itu, aku merasakannya kuah itu masihlah hangat tidak terasa dingin sedikitpun. Kubawa kuah tersebut kedapur dan menyalakan api. Kutuang kuah itu dengan perlahan.

"Apa yang kau lakukan dengan itu?!?." Sebuah tangan mengambil alih pekerjaanku.

"Aa-aku sedang menghangatkannya lagi chef." Ujarku gugup karena kedekatan yang tercipta, hatiku sakit melihat wajah dan mata yang sama menatapku dengan penuh kemarahan. Suatu hal yang tidak pernah mata itu lakukan padaku. Dulu mata hitam tajam itu selalu menatapku penuh cinta. Dan bibir itu, kata-kata yang keluar dari sana selalu lembut. Ya, semuanya itu milik kembarannya Kevan mereka sangat identik kecuali sifat mereka.

"Tidak usah sentuh bagian ini, Kau tidak diperbolehkan." Ujarnya ketus mengatur api kecil untuk masakan tersebut, setelah itu ia menuangkan kuah itu kedalam mangkok hitam indah yang baru.

"Sudah selesai, antar ini." Ujarnya tanpa melihat padaku.

"Baik chef." Kuangkat mangkok itu tanpa memakai nampan rasa panas menyerang jariku secara bersamaan.

"Aaa panas panas." Teriakku reflek. Chef Arkan melempar kain dingin segera dan mengangkat mangkok dibagikan sisinya pada nampan padaku tanpa berkata apapun.

"Te-terimakasih chef." Ujarku pelan.
Aku keluar membawa mangkuk itu kali ini menggunakan nampan.
Seorang anak laki-laki kecil berlari-lari tanpa sadar menabraknya yang sedang berjalan. Kuah panas itu tumpah dihadapkan banyak orang dan mengenaiku. Aku langsung meraih tangan anak itu yang menangis. Menghiraukan tanganku yang terasa perih karena terkena kuah panas.

"Kau tidak apa?." Aku berkata dengan lirih.

"Aku tidak apa-apa, maafkan aku kak." Tangis anak itu memecah seisi restaurant.

"Bryann kamu tidak apa? Bagaimana sih kamu kerja tidak becus. Tunggu saja jika sampai anakku kenapa-kenapa aku akan menuntut restaurant ini. Aku akan mempublikasikan kejadian ini." Ujar mama anak tersebut.

"Maaf tolong jangan lakukan itu. Saya sungguh meminta maaf atas kejadian ini." Ujarku menahan tangis tak berdaya.

"Dan kamu Sky-skylar aku akan mengadukan ke polisi sebagai tindakan yang merugikan." Ujar wanita gila itu sembari membaca name tag ku mengecam.

"Apa yang terjadi." Ucap Arkan melepas apronnya meraihku kebelakangnya dan melihat sekilas sekitar. Ia mensejajarkan wajahnya dengan anak kecil itu. "Apakah ada yang terluka? bisa kamu jelaskan apa yang terjadi?" Ujar Arkan.

"Tidak ada, tangan kakak itu terluka. Maafkan aku, aku berlari dan tidak melihat kakak itu keluar." Ujar anak itu menahan tangis.

"Baiklah, kurasa ini sebuah kesalahpahaman yang saya rasa  tidak perlu dibesar-besarkan Miss." Ujar Arkan dingin menarikku kedalam.

"Maaf Chef." Lirihku. Ia menatapku tidak percaya.

"Sampai kapan?"

"Eh apa?"

"Sampai kapan kamu mengucapkan kata maaf?! Sekalipun itu bukan kesalahan Hahh?." Ujarnya mengepalkan tangan kuat.

"Ma-af."

"Shiit." Ujarnya pergi meninggalkanku dengan suara pintu yang ditutup kencang, tak lama suara pintu kembali terbuka dengan pelan menampilkan sesosok yang sama dengan sebuah salep di gengamannya.

"Obati, aku tidak mau ada karyawanku yang terluka." Ujarnya singkat.

Aku menaiki tangga duduk diatap termenung merebahkan diri, manik coklat terangku menyerap sebanyak mungkin cahaya yang berangsur kelabu dan meratapi nasibku. Semua orang yang mencintaiku telah pergi. Haruskah aku pun pergi?. Angin kencang menerpa helaian rambut coklatku tanpa sadar membuaiku masuk kedalam alam mimpi.

Saat ku terbangun dari tidurku, aku melihat sekitar. Aku mengernyit heran, bukannya aku berada di atas tempatku bekerja. Tempat ini sangatlah asing bagiku. Dimana ini?. Tempat ini sangat berbeda dengan Kota Geriyaku. Kuperhatikan sekitarku dengan sesama Aku berada diatas sebuah batu datar yang sangat besar. Perlahan aku turun satu demi satu batu besar dan baru melihat indahnya kota ini. Sebuah kota sejuk cerah dengan banyak tanaman indah disekitarnya. Sangat indah dan memesona, Kulihat beberapa ekor anak anjing mendekatiku, burung-burung beterbangan dengan bebas. Bukankah burung itu sudah punah aku meyakini satu hal ini bukanlah di Kota Geriya atau di negaraku. Aku melihat beberapa interaksi orang terlihat bahagia, tidak ada kesedihan. Semua orang berenang-senang disini. Baik itu dengan manusia lain atau dengan hewan ataupun tumbuhan yang berada disini. Aku berjalan kembali menyusui jalan ini. Rumah mereka berwarna-warna dan tampak indah. Beberapa pasang mata menatapku dengan penuh senyum. Aku membalas mereka dengan senyum lebar. Untuk pertama kalinya setelah kejadian tersebut aku dapat tersenyum selebar ini. Aku sangat senang, di kotak tidak ada yang seperti itu. Tidak ada senyuman untuk orang yang belum dikenal. Setiap orang berjalan dengan egonya masing-masing. Tetapi disini, aku menemukan hal yang berbeda dan menakjubkan.

Seorang wanita tua menatapku dan mendekatiku, "Kamu masih hidup, kenapa kamu berada disini?" Ujarnya heran menatap garis tanganku.

"Hah? Tentu saja aku masih hidup. Taa-tapi apakah kau sudah?" Aku membeo kebingungan. Apa maksud dari nenek ini.

"Cepatlah kembali sebelum kamu menyesal dan tinggal selamanya disini." Ujarnya pergi meninggalkanku.
Aku berjalan dan terus berjalan, tempat ini membuatku kebingungan. Aku sangat lapar dan kedinginan tapi tidak ada makanan atau apapun disni.  Aku sama sekali tidak mengerti. Aku tersesat.

Above Our Life and Inside My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang