Abou Not Too long Ago

8 0 0
                                    

Aku turun berjalan menuju kamarku. Iya kamar untuk karyawan ada di restaurant ini. Sesampainya disana kurebahkan diriku di kasur memikirkan segalanya membuat kepalaku rasanya ingin terbagi menjadi dua, darimana aku harus memulai semuanya. Mengungkap kematian Kevan sendirian.

Aku bergegas menuju kursi dan meja. Kukeluarkan notebook ku, kukisahkan awal kisahku bermimpi Kevan yang sangat sulit ku percaya. Liora aku mengukir nama itu dalam-dalam menggunakan warna merah. Tidak lupa menuliskan bukti yang terdapat dalam Black box dan no polisi mobil tersebut AX-8960.

kruukk...
Ahh, aku belum makan sedari tadi. Aku keluar menerawang ke dalam kamar Chef Arkan. Chef sedang bekerja, aku turun mengambil sebuah teflon, aku akan membuat masakan mudah dengan ikan kesukaan chef. Kukeluarkan ikan salmon dari freezer. Kubersihkan salmon dari duri, fillet ikan salmon, dan kupotong menjadi empat bagian agar ukurannya tidak terlalu besar ataupun kecil. Chef sangat menyukai ketelitian dalam setiap masakan. Parut lemon dan peras isi lemon menjadi empat sendok makan. Setelah itu, gunakan olive oil untuk memasaknya. Medium cooked, aku masih ingat perkataan Chef waktu itu, ia tidak menyukai sesuatu yang over-cooked karena membuat cita rasanya tidak juicy. Kumasukkan perasan lemon setelah salmonnya dirasa cukup matang. Untuk plating. Kutaruh beberapa potong lemon dan garlic untuk menghiasnya. Selain makanan yang enak, chef sangat mementingkan plating. Masakan ini akan berakhir di tempat sampah bila tidak terlihat menarik saat pertama kali dilihat.

"Chef?"

Tokk..tokk..
"Yaa?" Diruangan itu kulihat Chef sedang sibuk dengan leptopnya.
"Ini Chef makan malamnya."
"Sudah makan." Chef Arkan melihat hidangan yang kubawakan tidak berselera dan berdecih pelan.
"Potongan lemon tidak konsisten, kemana black peppernya, kau melupakan sesuatu yang sangat krusial."
"Ee-eh aku sudah menggunakan garlic sebagai gantinya Chef." Ujarku tergagap.
"Mereka berbeda dilihat dari sisi manapun, garlic digunakan untuk menambah cita rasa yang khas dalam masakanmu dan menambah harum, sementara itu Black pepper bekerja sebagai dekongestan alami yang dapat merangsang pembentukan lendir. Tidak salah aku menempatkanmu untuk mencuci saja." Chef Arkan menjelaskannya dan diakhiri dengan tatapan mengejek.
Aku menatap masakanku yang terlihat sempurna dan dirinya secara bergantian sambil menahan kesal, "Baiklah kalau tidak mau bilang saja, saya permisi." Ujarku mengambil masakan itu hendak keluar kamar.
"Suruh siapa dibawa keluar?"
"Aa-apa, siapa?"
"Itu, biar aku yang membuangnya" Ujarnya melirik enggan pada masakan yang hendak kubawa keluar.
"Baik Chef." Tuturku meletakkan kembali piring itu pada tempat makan disebelah tempat tidurnya.

Aku keluar kamar dengan hati campur aduk dan memakan masakanku dalam diam. Mataku berbinar gembira masakan ini sangatlah enak, aku menghela nafas memikirkan setengah salmon lagi yang terbuang sia-sia. Juga sampai kapan aku dapat bertahan dengan keadaan seperti ini. Aku menatap note book ku bolak-balik, aku akan ke kantor polisi besok untuk menyelidiki hal ini tekadku sudah bulat. Aku akan mengungkap pembunuhan terhadap Kevan.

Hari ini aku tertidur larut sekali memikirkan segalanya dan tidak bermimpi mengenai hal itu lagi. Padahal aku sangat merindukan ibu dan Kevan.

Pagi ini aku telat bangun, dengan segera aku bersihkan tempat tidur dan diriku. Ku kuncir satu rambutku dan segera memakai apron. Aku turun dengan gugup bersiap terkena amukan chef. Aku menundukkan wajahku sesampaiku dibawah.

"Skiii, oyyy."
"Beenn, gausah ngagetin gitu bisa ga sih?" Ujarku memukul baunya pelan.
"Ga bisaaa, Skii kangen banget lu yang ceria yaampun." Ujarnya merentangkan tangan lebar.
Aku menyambutnya dengan hangat memeluknya, air mukaku kembali serius menyadari suatu hal yang aneh, "Chef dimana?" Ujarku melepaskan pelukanku.
"Baru aku akan bertanya padamu, Chef belum keluar sejak tadi. Apa ia sakit?"

Mendengar hal tersebut aku segera pergi keatas melihat keadaanya.
"Chef?" Teriakku di luar kamarnya, tidak ada balasan. Aku segera masuk kedalam kamarnya yang tidak pernah dikunci. Aku melihatnya berkeringat dingin dalam tidurnya. Chef sakit itulah yang kusimpulkan kupegang dahinya dan merasakan panas menyengat yang luar biasa. Dengan segera aku mengambil sebuah kompresan berisi air dingin dan mengompresnya perlahan berharap demam itu segera turun. Manikku menelusuri wajahnya yang berkeringat. Tanpa sadar aku tersenyum indah sekali hanya saat tidur. Karena setelah bangun ia akan berubah menyebalkan kembali. Kulihat baju yang ia pakai sangat basah, aku menimang-nimang dalam hati apakah aku akan menggantikannya atau membiarkannya tersiksa tidur dalam keadaan basah.

Aku berjalan menuju lemarinya mataku menangkap beberapa dalamannya, aku terkikik geli. Menyadarkan lamunanku kuambil piyama berwarna abu yang terletak paling atas. Dengan perlahan aku membuka kancingnya satu persatu, aku melihat perut kotaknya dengan pandangan terpana, tanpa sadar tanganku menyentuhnya. Hingga tangan lain mencekalku untuk menyentuhnya lebih jauh. Aku nyengir dan ia menatapku tajam mengintimidasi. Dengan gugup dan cepat aku segera mengganti piyama basahnya dengan piyama yang baru.

"Ambilkan aku obat asam lambung, asam lambung naik." Ucapnya serak dan matanya kembali sayu. Aku melihatnya penuh kekhawatiran lalu mengangguk cepat.

Saat aku akan keluar aku melihat piring kosong bekas makanan yang kusajikan semalam, aku melihat tempat sampah dan nihil tidak ada sisa makanan apapun yang dibuang di tempat sampah tersebut. Aku menyadari satu hal, sampah lemon pun tak tersisa dan membuat asam lambungnya naik. Aku tersenyum masam. Perkataan dan tindakannya bertolak belakang, sangat kekanakan.

Aku segera turun kebawah untuk mengambil soup dan obat asam lambung. Ku bantu Chef untuk dapat duduk di kasurnya. Rupanya chef masih meriang beberapa keringat dingin muncul kembali di dahinya, aku mengusap nya perlahan dengan punggung tanganku ia menatapku sayu. Kusuapi dirinya perlahan dan kuselangi dengan obat.

"Sudah" Ia memberitahuku.
"Belum habis, tiga suap lagi." Ujarku singkat.
Ia menggelengkan kepala seperti anak kecil, "Dua sendok." Ujarku tak mau kalah.
Saat aku hendak menyuapinya lagi tengkukku ditarik menujunya. Chef Arkan mencium bibirku lembut, jantungku berdetak dengan kencang. Begitupun jantung chef atau karena pengaruh obat tersebut.

Ia memelukku erat dan Aku tidak dapat berkutik lagi dalam pelukannya ia telah tertidur pulas. Kutaruh mangkuk itu di meja sebelah. Mengamati sebentar wajah polosnya yang seperti bayi.

Aku segera beranjak pergi setelah memastikan demamnya turun, aku pergi menuju kantor kepolisian.

"Selamat pagi pak, aku ingin bertemu orang yang menyelidi kasus kematian Kevan. Tanggal 01 Agustus 2019 tepatnya." Ujarku penuh harap.

"Sebentar biar saya lihat." Ujarnya mencari kasus tersebut di komputernya, "Kasus ini sudah diselidiki oleh komandan Harris secara langsung dan kasus telah ditutup sebagai kecerobohan dalam menyebrang."

"Tidak mungkin, bisakah saya berbicara langsung pada Komandan Harris. Ada beberapa bukti yang perlu saya tunjukkan untuk menunjukkan kebenaran yang sebenarnya." Mohonku.

"Maaf, tapi komandan sedang sibuk hari ini. Jadwalnya sangat padat, aku akan menyampaikannya dan menghubungi lagi nanti saat jadwalnya sudah kosong."

"Terimakasih, kutunggu secepatnya." Ujarku meninggalkan kantor kepolisian dengan perasaan sangat gundah.

Above Our Life and Inside My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang