05. Awal Dari Semua

1K 144 36
                                    

★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepersekon terkejut, Jovan berusaha mengendalikan raut wajahnya agar terlihat biasa saja setelah melihat presensi sang mama masuk ke dalam ruang kerjanya. Gwen datang tiba-tiba yang membuat pikiran Jovan mendadak tidak karuan.

“Ada apa?” tanya Jovan mencoba santai.

Seperti biasa, pria bergigi kelinci itu bersikap cuek kepada sang mama, Jovan memilih untuk mendudukkan dirinya di kursi kerjanya.

Gwen tersenyum, kakinya melangkah perlahan mendekati keberadaan putra semata wayangnya itu. Tubuhnya ikut terduduk di kursi yang tersedia di depan meja kerja Jovan. “Mama cuma mau main,” tuturnya basa-basi.

Hal itu membuat Jovan mengembuskan napas kasar, wajahnya masih teramat datar tanpa senyum sedikitpun. Dari perkataan Gwen yang terlontar, agaknya wanita paruh baya itu tidak mendengar pecakapannya tadi di telepon. “Bilang aja mama mau apa?”

Sejujurnya, Jovan memiliki salah satu karakter yang sama dengan Gwen, yaitu sama-sama tidak menyukai basa-basi, ia selalu menginginkan hal yang to the point.

Mendengar perkataan putra tampannya, Gwen tergelak kecil sembari menggeleng samar. “Ada yang mau mama omongin sama kamu,” balasnya jujur disaat kedatangannya sudah tertebak oleh Jovan.

“Ya sudah bilang aja!” Jovan menyergah. Punggungnya bersandar di kursi kerjanya, ia menggerakan kursinya ke kanan dan ke kiri—menandakan kalau ia sedikit cemas.

Berdehem sejenak, kedua netra Gwen menatap sepersekon wajah Jovan yang kedua maniknya menatap ke sembarang arah. “Biarkan Jissa nginap buat mengurus Lino,” ucap Gwen akhirnya.

Tersentak tiba-tiba, netra Jovan membulat bersamaan dengan tubuhnya yang beranjak dari kursi kerja. “Apa? Nggak! Jovan nggak setuju! Cukup dia kerja jaga Lino, nggak perlu sampai tinggal sama Jovan!” tegasnya dengan napas yang tiba-tiba saja berderu.

Sementara Gwen masih teramat santai untuk menghadapi putra semata wayangnya itu. “Jo, kamu bakal sibuk ngurusin perusahaan papa, kamu juga bakal pulang larut. Apa kamu mau nitipin Lino sampai malam di rumah temannya lagi?”

Mendengar hal tersebut Jovan bergeming.

“Kalau kamu nggak setuju, nggak masalah! Itu tandanya Lino bakalan tinggal sama mama,” lanjut Gwen santai.

Kali ini Jovan semakin terkejut, sama sekali tidak menginginkan hal itu terjadi. Jovan berpikir sejenak, meremat gusar rambut legamnya berlalu kembali menatap sang mama. “Jovan pilih yang pertama,” sahutnya terpaksa.

Gwen mengangguk, tubuhnya beranjak dari duduk. “Kita omongin sama Jissa, ya. Ayo jemput Lino! Sebentar lagi dia pulang, 'kan?”

Jovan mengangguk sebagai jawaban, mencoba menuruti perkataan sang mama yang akhir-akhir ini selalu mengancamnya. Tubuhnya mulai beranjak, meraih jasnya dan berjalan lebih dulu keluar ruangan.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang