24. Harus Pergi

841 138 29
                                    

★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


            Meninggalkan Lino dengan Ayahnya, Jissa yang sudah memasuki kamarnya hanya terdiam, bingung akan melakukan apa. Maniknya berpendar ke seluruh penjuru kamar, sampai akhirnya ia mendapati benda persegi yang sudah beberapa minggu tidak ia gunakan.

Seingatnya, terakhir kali Jissa menggunakan laptop adalah saat di mana dirinya menemukan memory card CCTV dan itu sudah dua minggu yang lalu. Yah, CCTV yang berisi keseharian di rumah Jovan tatkala mendiang Aileen masih hidup.

Jissa jadi teringat sesuatu. Kalau tidak salah, Gwen mengatakan satu benda yang sama persis saat terlibat percakapan tadi siang. Membuatnya bergeming sejenak, sampai akhirnya memilih untuk mendekati tas laptopnya dan membawa benda itu ke ranjang, di mana dirinya akan melakukan kegiatan seperti beberapa minggu lalu yaitu, menonton beberapa rekaman CCTV.

Banyaknya berkas CCTV membuat Jissa tergesa, ia bingung harus lebih dulu membuka yang mana. Gwen mengatakan, benda ini menjadi petunjuk untuk ke depannya. Namun yang jadi pertanyaannya, kenapa bisa ia menemukan benda itu berserakan di lantai kamar Jovan layaknya benda yang tidak diperlukan.

Dan masa bodo perihal titahan Gwen yang memintanya untuk langsung memberikan. Karena tidak dapat dipungkiri, Jissa pun sangat ingin tahu apa saja isi di dalam memory card itu.

Baru ingin membuka salah satu berkas video, Jissa tiba-tiba tersentak sebab pintu kamarnya di buka oleh seseorang, tangannya bergerak untuk lekas menutup laptopnya dan meletakkannya di sisi tubuhnya.

Jissa gelagapan, menelan saliva sembari mencoba mengendalikan raut wajahnya, “Pak Jovan? Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya gugup.

Tangannya lekas menutup pintu kamar Jissa, melangkah pelan sembari menyematkan satu tangannya ke saku celana. Raut wajahnya kembali seperti semula—dingin dan penuh intimidasi.

Jissa yang peka akan perubahan raut wajah Jovan dengan yang kemarin kembali merasa aneh. Padahal ia sedikit senang karena akhirnya Jovan sudah tidak ketus saat sedang berbicara dengannya. Namun kali ini, agaknya raut wajah Jovan lebih menakutkan dari yang kemarin.

“Kamu ngapain setelah Lino selesai sekolah?” Suara dingin Jovan mengudara, terdengar rendah namun menyeramkan. Netranya yang menatap datar membuat nyali Jissa mendadak menipis.

Pun Jissa membawa tubuhnya beranjak, berdiri berhadapan dengan pria itu. “Saya sama Lino pulang, tapi sebelumnya—”

“Kamu bawa Lino buat ketemu Mama?” Jovan memotong perkataan Jissa. Terlihat dari raut wajahnya, Jovan sedang menahan sesuatu.

Sedikit tersentak, Jissa mengangguk ragu.

“Kenapa kamu bawa Lino ketemu Mama? Kenapa kamu nggak izin ke saya dulu? Kenapa kamu seenaknya bikin keputusan sendiri tanpa tau akibat apa yang akan terjadi?”

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang