Bagian 2

19 6 13
                                    

Selamat membacaa:))

☕☕☕☕


Pertama kali yang masuk ke retina mataku adalah ayah yang terbaring lemah di ranjang tempat tidurnya. Ternyata firasatku benar adanya. Lantas, kupercepat gerakku mengambil kartu pelayanan kesehatan dan membawa ayah ke rumah sakit. Sesampai di sana ayah diperiksa dokter muda yang membuat perasaanku tak karuan.

Ah lupakan. Ayah sakit, tak seharusnya aku bergelut dengan perasaan yang belum seharusnya ku dapati di usiaku ini. Dokter itu berkata bahwa ayah terkena tifus dan salah satu penyebabnya adalah tenaga ayah terkuras banyak dikarenakan aktivitas yang berat tanpa diimbangi asupan yang cukup.

Rasa sakit bersarang di dalam dadaku. Ayah sakit karena terlalu lelah bekerja demi menyekolahkanku dan memenuhi kebutuhan hidup kami. Bukannya tak mau membantu ayah, tapi tak ada orang yang mau memperkerjakan anak seusiaku. Berjualan kue dan sejenisnya membutuhkan modal yang bisa kugunakan untuk makan sehari-hari.

Dokter bilang, ayah harus dirawat inap. Mungkin aku tidak akan bersekolah untuk beberapa hari, sampai keadaan ayah membaik.

Untuk biaya rumah sakit, untungnya ditanggung salah satu pihak badan kesehatan yang didaftarkan tanpa mengeluarkan uang sepeserpun oleh rukun tetangga di kampungku. Bisa dibilang kami mendapatkannya secara gratis. Jadi, kekhawatiran ku sedikit berkurang karena ayah bisa di rawat inap.

☕☕☕☕


Keesokan harinya, aku menyuapi ayah dengan roti  dan teh hangat yang disediakan pihak rumah sakit. Ayah menanyakan mengapa aku tidak bersekolah hari ini. Aku diam. Lalu, aku berkata,

“Untuk satu minggu ke depan, kelas tiga diliburkan, Yah. Minggu tenang sebelum ujian katanya.”

Ayah mengangguk pelan. Aku sengaja berbohong kepada ayah. Aku tahu ayah pasti akan menyuruhku sekolah jika ia tahu aku membolos demi menjaganya di rumah sakit.

Kami tidak punya sanak saudara. Ayah yatim piatu sedari kecil. Sedangkan saudara ibu, sudah lama tak terdengar kabarnya karena memang susah untuk tetap menjalin komunikasi, di saat tak ada alat komunikasi yang kami punya di zaman canggih ini. Kami juga merantau ke sini. Karena di tempat tinggal kami sebelumnya sangat susah mencari pekerjaan.

☕☕☕☕

Sudah lima hari ayah menginap di rumah sakit. Kondisi ayah juga sudah mulai membaik. Ayah diperbolehkan untuk pulang. Terhitung lima hari juga aku membolos sekolah.

Hari ini adalah hari di mana ayah kembali ke rumah. Kurasa ayah sudah lebih baik dari sebelumnya. Bisa kulihat dari cara ayah berjalan dan ayah juga sudah menampakkan senyumnya kembali tanpa disertai bibir pucatnya.

☕☕☕☕

Minggu pagi, besok adalah hari pertama aku bersekolah setelah membolos satu minggu lamanya. Aku berniat melepas lelahku. Taman kota mungkin adalah pilhan yang cocok untuk bersandar dan berhenti sejenak untuk memikirkan hiruk-pikuk keduniaan.

Selain karena letaknya dekat dengan rumahku sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Juga tidak memerlukan biaya yang banyak. Hanya butuh tenaga saja.

Benar saja. Sesampainya aku di taman kota, tempat ini sangat selaras untuk menenangkan pikiran. Hari sudah menunjukkan pukul 11 siang. Raja siang sudah menampakkan senyum menawannya.

Sudah tiga jam aku duduk di sini. Dari ketika orang-orang masih ramai hingga sepi. Mungkin pohon-pohon sudah bosan melihat wajahku. Aku melangkahkan kakiku pulang ke rumah. Belum sampai aku di depan rumah, terlihat ayah yang duduk di teras rumah.

Tidak biasanya ayah duduk di siang hari yang terik ini. Bukan apa, aku sangat hapal kegiatan ayah. Jadi membuatku keheranan.

☕☕☕☕

Gimana? Maaf lagi-lagi bikin cerita baru:'))
Ini cerpen, dan semoga beneran cerpen. Hihi. Karena ini cerpen atau cerita pendek, maka ceritanya juga bakal berakhir dalam 2 atau 3 bagian lagi:'))
Semoga endingnya pembaca dapat menarik pelajaran yang ingin disampaikan Dey ya:'))) Terimakasih sudah membaca.

Taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faidzin, maaf lahir batin:))

Salam kopi☕
Sabtu, 30 Mei 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tetesan KeringatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang