—
Angin dingin mengusik pikiran Anna yang sedari tadi melongo di tempat. Otaknya berfikir keras, mencari informasi di belahan bumi bagian mana kota Kilabid ini berada? Apa ini kota terbengkelai? Atau horornya bagaimana jika ini sebenarnya kota mati yang hanya dihuni oleh sekumpulan poci-kun?
Gadis itu bergidik ngeri membayangkannya.
"Heh kenapa lu?"
Anna menggeleng pelan, "Ngga masih bingung aja ini Kota Kilabid ada di daerah mana," jawabnya.
"AH!" Tian tiba-tiba teriak yang membuat Anna menatapnya.
"INI PASTI GEGARA LO SIH, GASALAH LAGI GUE," katanya dengan nada yang tidak turun sama sekali.
"Loh kok aku?!"
"Ini semua gegara lo pake nametag kebalik. Makanya kita ada di Kota Kilabid yang ternyata kalo dibalik jadi dibalik," jelas Tian panjang lebar.
Anna mengernyit, "Ngomong apasih belibet banget."
"Kilabid kalo dibalik jadi d-i-b-a-l-i-k."
"LAH IYA KOK BENER YA?!"
Tian mendengus kesal mendengar jawaban Anna, "Mana yang katanya nilai seratus semua. Giliran gini doang telmi."
Anna yang malas menjawab gurauan Tian malah memilih untuk memikirkan ucapan Tian. Kota Kilabid yang dibalik jadi dibalik.
"Sekarang aku ngerti kenapa mereka ngomong dari kata paling belakang dulu, terus kenapa kendaraan itu pada aneh. Karena ini kota dibalik, jadi ya semuanya dibalik," ungkap Anna yang mendapat persetujuan Tian.
"Setidaknya pakaian mereka gak kebalik. Ngeri banget gue kalau harus liat yang berjanggut dan berkumis pake rok atau dress. Kan serem banget tuh," komentar Tian.
Anna menggeleng, kembali memerhatikan orang yang berlalu lalang di depannya. "Cewek sama cowok disini juga dibalik. Dalam hal.... warna."
"EH ANJIR IYA JUGA ITU SI BAPAK PAKE JAS WARNA PINK MENCRANG KITU!"
🌌
Langit kota Kilabid semakin gelap ketika dua manusia tersasar –Anna dan Tian- duduk di halte bis yang bertuliskan 'pulang-jalan'. Anna mengantuk, kakinya lemas karena mereka berjalan beberapa kilometer sembari memikirkan apa yang harus mereka lakukan.
Tian beda lagi, sekarang ia memegangi perutnya yang seperti dililit. Lelaki itu punya penyakit maag dan sepertinya saat ini kambuh karena sedari siang ia belum makan.
Anna melirik Tian sekilas. Merasa aneh dengan tingkahnya yang mendadak diam. "Hey, are u okey?"
Bukannya menjawab, Tian malah makin meringkukkan badannya sembari bersandar pada tiang di halte tersebut.
Anna panik. Ia cemas lalu menghampiri Tian lebih dekat. Bukannya apa-apa, Anna hanya tidak mau Tian kenapa-napa karena ia kan satu-satunya orang luar kilabid yang ia kenal.
"H-hey, kamu lihat sini."
"N-no, no. Maag gue kambuh."
"OMG! Wait!" ujar Anna lalu mengubrak-abrik isi tasnya untuk mengeluarkan pouch berisi macam-macam obat. Ia mengeluarkan antasida lalu memberikannya pada Tian.
Tian meminum obat itu sedikit terburu-buru sembari menahan lilitan di perutnya. Setelah itu ia kembali menyandarkan tubuh lemasnya pada tiang. Berharap obat itu bereaksi dengan cepat sebelum langit semakin gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spark of Life
Short StoryHanya percikan kecil, dari besarnya bara api. Hanya seserbuk, yang membuat batuk. Hanya setitik, yang membuat kotor. Hanya percikan kehidupan, dari luasnya semesta. Hanya sebagian kecil, dari jutaan masalah di bumi. Semuanya berawalan 'hanya', tapi...