Suara kucing mengeong mengusik ketenangan Tian yang sedang tertidur. Bahu kirinya pegal mengingat bahwa semalaman sebuah kepala bersandar di bahunya.
Lelaki itu membuka mata, retinanya langsung dipertemukan dengan cahaya matahari dari arah barat.
Tian melotot seketika dan menegakkan badannya, "KIAMAT WOY KIAMAT!! MATAHARINYA TERBIT DARI BARAT!!" teriaknya sembari berjalan hilir mudik di depan Anna.
"Astagfirulloh, maafin Tian Ya Allah. Tian belum mau mati, Tian masih banyak dosa belom sempet taubat," katanya sembari mendongak dan menengadahkan tangannya.
Sangat dramatis!
Anna mengucek-ngucek matanya, tentu saja terganggu oleh pendramaan Tian.
"Apa sih?! Heboh amat!"
"Heh, cewek kebalik. Maafin gue ya, gue bentar lagi mati. Setidaknya gue udah minta maaf, lo jangan demdam ya ntar di akherat," kata Tian refleks memegang tangan Anna.
Anna mengibaskan tangan Tian lalu menjitak kening Tian. "Gausah drama! Kita masih di kota kilabid, makanya mataharinya dari barat."
Tian mengedipkan matanya berulang kali, lalu duduk di sebelah Anna.
"Ah, lega gue."
"Makanya pinteran dikit, jangan di duluin heboh," komentar Anna yang kini memutar-mutar badannya yang pegal.
Tian mendengus, "Ya kan kaget, kirain udah bukan balik ke dunia nyata," katanya ikut mengolahragakan badannya.
Ia melipat jaketnya lalu disimpan kembali ke tasnya.
Sedangkan Anna mengeluarkan botol minum dan meneguknya. Dan tepat saat itu, sebuah teriakan refleks membuatnya menyemburkan isi air yang ada dalam mulut.
"MONSTER-ADA-AMBU!!!"
Anna mengelap bibir dan pipinya, lalu memandang Tian yang ternyata sedang melotot ke arahnya.
Itu teriakan anak kecil yang berada tak jauh dari mereka.
Anna segera merapikan tasnya lalu menghampiri anak kecil tadi, dalam hati ia menerka monster apa yang akan mereka hadapi.
Tian menyusul Anna, berjalan di sampinya sembari membisikan sesuatu, "Anak kecil itu ngadu sama monster?"
-pltakk! "Aw! Apasih jitak jitak?!"
"Gak usah ogeb!"
Tian mengusap keningnya yang terasa panas karena jitakan Anna, lelaki itu mendekati gadis kecil berseragam sekolah serba hitam yang sedang berjongkok di teras rumahnya.
Mana monsternya?
"Kenapa?" tanya Tian.
Gadis kecil itu segera memeluk kaki Tian, "Monster-ada-itu. Takut-Nyanya."
Tian dan Anna memperhatikan 'monster' yang ditunjuk anak itu.
Dan Tian tersenyum saat menyadari monster itu, "Ah, disini siput jadi monster ya," ucapnya.
Anna terkekeh, "Tolong ambilin garem di tasku," pintanya pada Tian.
Setelah Tian mengeluarkan garam yang dimaksud Anna, ia menenangkan gadis kecil yang kini menangis di hadapannya.
"Hey, nangis-jangan." Katanya mencoba tidak aneh dengan kalimat yang diucapkannya.
"Takuttt," rengek anak itu.
Tian tersenyum lalu merangkul gadis kecil itu, "Gapapa,kakak-sama-dibunuh-lagi-monsternya."
Dalam hati Tian meringis, 'urang ngomong naon tadi?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Spark of Life
Short StoryHanya percikan kecil, dari besarnya bara api. Hanya seserbuk, yang membuat batuk. Hanya setitik, yang membuat kotor. Hanya percikan kehidupan, dari luasnya semesta. Hanya sebagian kecil, dari jutaan masalah di bumi. Semuanya berawalan 'hanya', tapi...