1. Canggung

101 40 8
                                    

Cuaca pagi ini sangat terik. Mungkin hari mendukung kegiatan para manusia pagi ini. Atau mungkin juga sedang berbahagia. Sebahagia para murid kelas 9 yang telah selesai membersihkan kelas masing-masing untuk rapat orang tua esok hari.

Berpikir akan pulang lebih awal karena hari pertama sekolah biasanya ada rapat atau acara pengenalan lingkungan sekolah untuk adik kelas, sehingga mereka memiliki jam kosong atau di pulangkan lebih cepat sudah menari-nari di kepala mereka, dan mulai mengerjakan otak mereka untuk memikirkan rumah siapa yang akan mereka kunjungi lebih dulu?

Namun, takdir berkata lain.

Nanda tergesa segera menaiki anak tangga dengan berhati-hati karena ia takut bila ia harus membuat rok span barunya itu robek. Ini baru hari pertamanya memasuki kelas 9, masa iya dia sudah merobek rok span itu.

"Assallamu'alaikum!" ucap Nanda sekeras mungkin, karena melihat kondisi kelas yang cukup ramai oleh 38 mulut yang sibuk berbincang ria. Lebih tepatnya ghibah.

Kesal karena salamnya diabaikan begitu saja, akhirnya membuka pintu kelas selebar-lebarnya hingga terdengar sedikit benturan antara pintu dan dinding kelas.

Brakkk

Mendengar benturan yang mengganggu acara rumpi mereka, refleks semua orang yang berada di kelas menatap wajah Nanda dengan berbagai ekspresi. Keadaan kelas langsung hening seketika seperti ada yang menekan tombol mute.

Nanda yang baru saja menyadari hal tersebut hanya bisa menunjukkan deretan giginya sembari cengar-cengir tak berdosa.

Ini tahun ajaran baru, seperti biasa mereka akan memilih siapa yang akan menjadi ketua kelas. Atau tetap sama dengan yang tahun kemarin saat mereka kelas 8.

"Jadi, seperti biasa setahun sekali kita ganti ketua kelas, Kita cari orang yang bersedia mencalonkan diri," ucap Nanda yang berada di dekat papan tulis.

"Udah deh pasti gak ada yang mau, kelamaan. Mending lo lagi aja Nan," teriak salah satu anak laki-laki yang berada di bangku paling belakang.

"Ya, enak banget lo ngomong doang," balas Nanda.

Di sisi lain, pada bangku paling pinggir dekat tembok depan meja guru tepatnya terdapat anak laki-laki yang menyebalkan, berusaha mengganggu sosok perempuan yang sedang tidak ingin terusik oleh siapapun. Namun, laki-laki yang sedang duduk di bangku paling depan itu tak menghiraukan dan bersikap seolah tidak tahu bila perempuan itu bisa saja menerkam dia.

Tuk tuk tuk.

Suara sepatu yang sengaja menendang perlahan bangku belakangnya. Sesekali membuat kaki yang berada pada penyangga untuk kaki di bawah meja terjatuh membuatnya menyentuh lantai. Sang pemilik kaki hanya melirik sebal ketika kakinya berada di lantai. Ia tidak menaikkan kakinya pada penyangga untuk kaki yang berada di bawah meja seperti awal.

"Diem gak?" ancam perempuan itu merasa terusik.

Suara sepatu semakin keras terdengar membuat meja itu bergeser sedikit demi sedikit. "ketawa mah ketawa aja Fiyy," laki-laki itu memancing Safiyya, perempuan yang sedari tadi terganggu.

Bagas namanya, anak bandel dengan banyak teman yang ia miliki. Bagas di kenal oleh orang-orang sekitar sekolah. Terutama oleh ibu kantin penjual mie instan yang berada di ujung kantin. Ia terlihat sering makan mie instan bersama teman-temannya yang memiliki sifat bandel dan jahil.

"Heh Bagas! lo denger gue ngomong gak sih?" teriak Nanda yang masih berada dekat papan tulis yang kini sudah berisi nama beberapa anak kelas untuk menjadi pengurus kelas.

"Marahin aja nih Nan! Ganggu!" celetuk Safiyya sembari membenarkan bangkunya.

"Apa sih lo Fiyy, mau gue kenal omel Nanda?" balas Bagas membuat Saafiyya terkejut melihat wajah Bagas yang terlihat seram baginya.

Ruang BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang