7. Kantong Plastik Putih

27 11 20
                                    

|Kamu liat depan, aku ada perlu.

Bukannya langsung melihat ke depan, Safiyya hanya menatap layar ponselnya.

Safiyya melihat ke arah lapang sembari memasukkan ponselnya.

"Hm. E-eh iy, iya?"

"Kenapa?" tanya Aris sembari tersenyum. Namun tak lama, senyum itu berubah jadi gelak tawa.

Ah entah mengapa gatal sekali rasanya tangan Safiyya bila hanya diam di samping seragamnya itu. Safiyya malu, tapi di sisi lain ia juga kesal.

"Cowok kok menyebalkan semua ya? Bisa aja bikin malu," Safiyya mendumal kesal dalam batinnya.

"Safiyya," panggil Aris di sela tawanya yang belum sepenuhnya mereda.

"Iya?" Safiyya tersenyum menutupi segala rasa kesal yang kini menimpa dirinya.

"Nih, buat kamu."

"Apa?"

"Ini. Ambil aja dulu."

"Untuk?"

"Ngerjain orang butuh modal."

"Maksudnya gimana?"

"Iya, kan aku bilangnya bawa makanan. Masa harus bohong. Bikin kesal kamu aja udah takut dosa aku Fiyy. Jadi aku bawa ini, biar ga bohong."

"Tanda maaf juga ya," tambah Aris.

"Oke. Makasih banyak," Safiyya mengambil plastik putih itu.

"Jangan lupa simpan nomor ponsel aku yang tadi ya! Jangan salah sambung lagi! Aku balik kelas dulu!" teriak Aris saat berlari untuk kembali ke Kelasnya.

Safiyya mengangguk pelan dan tersenyum.

Tak melihat dimana Najwa berada, akhirnya Safiyya pun memutuskan untuk kembali ke Kelasnya.

"Kapan kita pulang?" tanya Safiyya sembari berjalan mendekati Delina yng sedang duduk di bangku yang sedang memainkan ponselnya.

Delina melihat ke arah Safiyya sekilas, "Gatau aku juga."

"Mungkin bentar lagi," tambah Delina.

"Udah mau istirahat ke dua lho, berarti pulang normal paling yaa."

Safiyya duduk di bangkunya, membuka sebentar ponsel dan melihat room chat yang gersang tanpa dihujani notifikasi. Nasib memang. Ia pun mematikan ponselnya dan menaruh dalam tas. Lebih baik mengambil buku dan pena lalu menodai kertas putih itu dengan tinta pena.

Ia menumpahkan apa yang ia pikirkan. Apapun itu. Tak terlihat keindahan dalam coretannya. Safiyya hanya ingin tidak terlalu memikirkan hal tidak jelas dalam pikirannya. Dan melampiaskannya pada coretan itu.

Pergerakan tangannya terhenti, matanya menyorot pada satu titik dan isi pikirannya teringat kejadian tadi di pinggir lapang.

"Sebenarnya apa maksud Aris?"

"Katanya ada perlu, tapi apa?"

"Kenapa gak ngomong hal yang penting ya? Berbobot dikit kek."

"Kok tadi gak jelas banget."

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dalam pikirannya tentang ia dengan yang berpura-pura menjadi driver  ojek online  yaitu Aris saat bertemu di pinggir lapangan tadi.

"Fiyy, woy! Fiyy!" Delina memperhatikan Safiyya yang hanya diam sejak tadi.

"Astaghfirullah Safiyya!" kini tangannya menepuk-nepuk pundak Safiyya.

Ruang BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang