Yoongi ingat kapan terakhir kali dirinya minum di warung tenda pinggir jalan. Dua tahun lalu ketika dirinya berada di titik terendah hidupnya. Ketika PF Sync belum sebesar sekarang dan dirinya kesulitan mencari investor, juga ketika permasalahan lain yang tak henti-hentinya datang menguji dirinya.
Malam ini dirinya kembali ke tempat di mana ia pernah nyaris pingsan karena terlalu banyak menegak soju, setelah memutuskan membenarkan sabuk pengaman di mobil Haeyoung dibanding turun dan melupakan kekesalan yang ingin diungkapkannya."Mau udon juga?" Haeyoung menawarkan apa yang baru saja dipesannya.
"Tidak."
Haeyoung memesan satu udon untuk dirinya sendiri dan sebotol soju dengan dua sloki. Walau Yoongi memutuskan untuk ikut dengannya mungkin untuk mengomel perihal Jungkook, tapi siapa tahu pria itu juga butuh sedikit alkohol untuk menenangkan diri. Entah itu akan berdampak padanya atau tidak.
"Soal Jungkook," Haeyoung memotong bahkan sebelum Yoongi bicara, "aku tidak mengganggunya lagi. Tadi dia kebingungan karena dompetnya entah ketinggalan atau hilang, jadi kuberi tumpangan."
"Kenapa tidak bilang sejak tadi dan malah membawaku ke sini?"
"Kau sendiri yang memilih untuk ikut. Padahal kau bisa turun dan minta adikmu untuk menjelaskan sendiri kenapa bisa turun dari mobilku."
Yoongi kalah. Ia mendengus kesal sebelum merebut sloki yang baru Haeyoung isi dengan soju dan menegaknya. Yoongi entah kenapa tidak suka ketika Haeyoung dengan santainya dapat membalas kata-katanya dan tidak terlihat gentar sedikit pun. Selama ini hanya Jimin yang tidak terlalu ambil pusing dengan segala rasa kesal dan amarahnya, kini ditambah Haeyoung. Wanita itu bukan siapa-siapa, dan itu membuat Yoongi tidak nyaman.
"Tapi omong-omong," Haeyoung memikirkan topik lain untuk dibicarakan selagi mengisi dua sloki di meja, "apa orang yang akan Jungkook temui tadi itu kau? Di PF Sync? Kau bekerja di sana?"
"Ya, aku bekerja di sana. Kenapa?"
Haeyoung menggeleng. Ia tidak menjawab selama beberapa saat hingga dirinya menegak tiga sloki soju berturut-turut. "Tidak. Kudengar seleksi penerimaan karyawan di sana sangat ketat. Kau pasti hebat karena bisa bekerja di sana."
"Bagaimana kau tahu?"
"Tahu apa? Bahwa kau hebat?" Lalu Haeyoung tersenyum agak lebar. Menunjukkan bahwa dirinya sedang sedikit bercanda dengan apa yang dikatakannya. "Temanku gagal tahap wawancara di sana. Katanya yang mewawancarainya sangat menyebalkan sampai dia begitu marah."
Yoongi ingat dengan raut bahagia Jimin setelah dirinya berhasil membanting mental Namjoon pada sesi wawancara kala itu. Sepertinya Jimin mengajukan pertanyaan atau mengatakan sesuatu yang sangat menyebalkan kalau sampai Namjoon begitu marah seperti yang Haeyoung katakan—Yoongi yakin teman yang Haeyoung maksud adalah Namjoon. Tapi Jimin memang menyebalkan, jadi harusnya Yoongi tidak perlu terlalu memikirkannya.
"Tapi—tunggu," Haeyoung tiba-tiba mengingat sesuatu yang penting yang sejak tadi dilewatkannya, "omong-omong siapa namamu? Aku sedang ingin bicara banyak dan kuharap kau punya waktu untuk mendengarkanku sebentar, tapi aku tidak mungkin terus menyebutmu dengan kau, bukan?"
"Min Yoongi."
"Oke, Min Yoongi. Aku Choi Haeyoung, mungkin kau sudah tahu, tapi, sudahlah." Haeyoung kembali menegak sojunya. Satu botol habis untuk dirinya sendiri, sementara Yoongi hanya habis dua sloki. Ia pun masih memesan lagi, dua botol sekaligus.
"Menurutmu, apa bagusnya PF Sync? Kau 'kan bekerja di sana, jadi tolong beri tahu aku apa bagusnya perusahaan itu? Aku tidak tahu apa pun tentang perusahaan itu selain kehebatannya bisa menyewa satu gedung meski masih terbilang perusahaan baru."
YOU ARE READING
PORCELAINE [TELAH TERBIT]
Fanfic[Telah terbit. Tidak ada di toko buku.] Choi Haeyoung dapat menahan semuanya demi Kim Namjoon. Baginya, rasa sakit yang didapatkannya tidak seberapa jika dibanding dengan cinta yang Namjoon berikan padanya dan bagaimana pria itu selalu ada untuknya...