"Bagaimana keadaan Jungkook?"
"Semakin membaik, tapi dia butuh beberapa hari lagi untuk pemulihan."
Lebam di tubuh Jungkook pasca pengeroyokan kala itu terbilang parah. Jungkook harus menginap semalam di rumah sakit, dan izin hampir seminggu karena butuh waktu untuk pemulihan. Untung saja, tidak ada luka dalam yang akan memperparah keadaannya.
"Kau dekat dengannya?" tanya Haeyoung pada Yoongi yang masih tampak tenang dan terkendali meski sudah menegak cukup banyak alkohol. Sudah terhitung setengah jam keduanya berbicara dengan berbagai topik sejak memasuki salah satu Ruang VIP di Luxury Bar.
"Jungkook? Tidak terlalu. Sebelumnya malah aku tidak terlalu mengenalnya sebelum ibunya memintaku untuk menjaganya setidaknya sampai lulus SMA."
Yoongi sudah cerita bahwa hubungannya dengan Jungkook bukanlah kakak beradik langsung, karena itulah nama keluarga mereka berbeda.
"Bagaimana dia saat di rumah?"
"Kenapa kau begitu penasaran? Masih mau mengganggunya?"
Senyum Haeyoung mengembang. Wajah sebal Yoongi kali ini cukup menyenangkan untuk dilihat. Tidak terlihat seperti wajah orang yang geram karena ada orang nakal yang ingin menggoda adik polosnya. Kali ini berbeda.
"Selama ini aku melihat Jungkook sebagai anak yang polos dan pendiam. Tipikal tidak ingin mendapat perhatian dan masalah. Tapi setelah kejadian kemarin, aku jadi berpikir ulang. Ditambah temannya bilang kalau mulut Jungkook sedikit berbisa, jadi mungkin orang-orang yang mengeroyoknya kemarin adalah balasan atas perkataan yang tidak menyenangkan."
Yoongi pun sebenarnya tahu perihal bagaimana mulut Jungkook bisa cukup berbisa di saat-saat tertentu. Sebelum ia menerima permintaan bibinya untuk menjaga Jungkook di Seoul, ia sudah bertanya kenapa harus pindah sekolah di tahun terakhir, padahal sekolah lama Jungkook di Busan pun tergolong bagus.
Mulut Jungkook menjadi sumber masalahnya. Yoongi tidak tahu detil perkataan apa yang akhirnya menjadi boomerang bagi sepupunya itu, tapi yang pasti, Jungkook dirundung oleh putra dari salah satu pejabat tinggi di Pengadilan Negeri Busan. Ibu Jungkook terpaksa memindahkan putranya ke Seoul dengan dalih mencari kualitas pendidikan lebih baik, padahal ia hanya tidak ingin Jungkook terus dirundung hingga mengganggu proses belajarnya.
"Jungkook memang polos. Dia bukan tipikal yang suka mencari masalah, dan mulutnya mengeluarkan bisa hanya saat di situasi terdesak. Begitu yang kutahu. Setelah aku menangkap basah dia saat pergi ke kelab denganmu, dia sungguh ketakutan."
"Lalu siapa kira-kira yang menjadi korban bisanya sampai harus mengeroyoknya sampai seperti itu? Jika tidak ketahuan aku dan Taehyung, mungkin Jungkook akan dihajar sampai mati."
Yoongi juga memikirkan hal itu. Tempo hari ia sudah bertanya pada Jungkook perihal masalah ini, tapi Jungkook bilang tidak tahu. Meski begitu, Yoongi dapat menebak bahwa sepupunya itu tahu sesuatu tentang kemungkinan siapa yang menjadi dalang pengeroyokannya.
"Entahlah. Nanti akan kubicarakan lagi dengannya. Yang penting sekarang jangan sampai ibunya tahu, itu sudah cukup. Bicarakan hal lain saja."
"Apa?"
"Apa saja. Kau bisa cerita apa pun padaku."
"Yoongi," Haeyoung meletakkan gelasnya, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, "bukankah selama ini hanya aku yang banyak bercerita? Kau hampir tidak pernah cerita tentang dirimu."
"Apa itu penting untuk kauketahui?"
"Penting tidak penting. Hanya ingin merasa adil saja, bahwa porsi informasi yang kita ketahui satu sama lain pun sama banyaknya."
YOU ARE READING
PORCELAINE [TELAH TERBIT]
Fanfiction[Telah terbit. Tidak ada di toko buku.] Choi Haeyoung dapat menahan semuanya demi Kim Namjoon. Baginya, rasa sakit yang didapatkannya tidak seberapa jika dibanding dengan cinta yang Namjoon berikan padanya dan bagaimana pria itu selalu ada untuknya...