act02:collapsed

182 34 15
                                    

Siang ini panas.

Aku bersandar pada dinding dengan bayang-bayang atap sebagai tempatku berteduh. Di tanganku ada sebuah kalimba yang bulan lalu aku beli secara online. Dengannya aku memainkan lagu Ocean Eyes milik Billie Eilish, satu-satunya penyanyi yang kudengar lagu-lagunya.


...
No fair
You really know how to make me cry
When you gimme those ocean eyes
I'm scared
I've never fallen from quite this high
Falling into your ocean eyes
Those ocean eyes
...


Ah, terik sekali mataharinya.

Kuletakkan kalimba di atas kotak makan kemudian menusukkan sedotan ke kotak susu cokelat yang masih dingin. Dalam hitungan detik, isi kotak itu sudah hilang setengah.

Saat sedang bersantai, mencoba merasakan angin yang berhembus pelan sekali, telingaku menangkap suara langkah kaki. Langkahnya terdengar malas dan terseret-seret. Aku melirik ke kanan dan menemukan sosok pria yang sedang menyeret kakinya dengan tatapan kosong.

Langkah pria itu berakhir hampir di tepi gedung. Satu langkah lagi maka nyawanya akan melayang. Namun rupanya ia jatuh terduduk, menepuk dadanya berulang kali, dan menangis seperti dunia akan hancur sebentar lagi.

Setelah cukup lama menangis tersedu-sedu, tiba-tiba ia membatu.

Pria itu kemudian kembali bangkit dan tubuhnya gemetaran ketika berada di tepi gedung. Jantungku berdetak lebih cepat ketika pria itu merentangkan kedua tangan.

Apa ia akan benar-benar melompat?

Dari balik punggungku kembali terdengar suara pria lainnya. Langkahnya lebih cepat, suaranya lebih keras, lebih penuh tenaga dari pria yang sebelumnya. Ia berhenti untuk mengambil napas.

"Jangan, Beomgyu-ya," ucapnya pelan karena napasnya yang belum beraturan.

Saat perhatianku masih pada pria itu, aku hampir lupa dengan pria lainnya-ia dipanggil Beomgyu, 'kan, barusan? Baiklah.

Beomgyu ternyata lebih berani dari yang aku bayangkan. Saat aku menoleh, tubuhnya sudah diayunkan ke depan dan pria itu pun terjun bebas dari tempatnya berdiri.

Aku segera berlari ke tepi gedung. Disusul dengan pria tadi dan suara berdebam yang samar-samar terdengar. Murid lain di sekitarnya menjerit kaget, ada juga yang berlarian karena pendaratan Beomgyu yang sangat mengerikan.

"Jadi, terjun dari sini memang bisa membunuh manusia, ya?" gumamku tanpa sadar.

Dan sepertinya pria itu agak tidak terima dengan perkataanku barusan. Buktinya, ia langsung melotot dan menarik kerah seragamku seakan ingin mendorongku menyusul Beomgyu. Aku sempat melirik pin di bagian dada kiri seragamnya.

Choi Soobin.

Itu namanya.

"Kenapa kau tidak menahannya? Beomgyu tidak akan lompat jika kau menenangkannya sampai aku datang!" Pria itu berteriak padaku yang tidak salah apa-apa.

"Lepaskan."

Sebaliknya, ia malah menariknya lebih kuat sehingga wajah kami semakin dekat. Melihatnya dari jarak dekat, aku bisa menemukan beberapa lebam yang sudah hampir sembuh. Di mata, pipi, bibirnya juga.

"Ini semua salahmu karena membiarkannya melompat. Apa kau manusia? Bagaimana bisa-"

"Kalau begitu, ayo melompat."

"Hah? Kau sudah gila, ya?"

Aku balik menatapnya tajam. "Kau ribut sekali padahal yang namanya Beomgyu itu sudah mati. Kalau masih tidak terima maka melompatlah dan tanyakan sendiri kenapa ia begitu nekat. Ayo melompatlah!"

Ketika aku berteriak karena tidak terima sudah disalahkan, Soobin tampak mendapatkan kembali kewarasannya dan melepaskan kerah seragamku. Ia berlutut, bahunya bergetar, dan ia mulai menangis.

"Maaf karena menyalahkanmu. Aku hanya tidak menyangka ia benar-benar melompat dari sini."

"Pria memang selalu begitu. Sulit membaca pikiran pria makanya aku benci kalian."

CAN'T YOU SAVE ME? | cyj,csb ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang