Desember, 2016
“Far?”
Farida menoleh ketika namanya dipanggil. Gadis itu mengalihkan pandangannya―yang tadinya terfokus pada sesosok laki-laki yang tengah bermain basket di lapangan sekolah―pada Utami, sahabatnya.
“Kenapa, Mi?”
“Gue nggak bisa bayangin gimana lo nanti pas Faris udah lulus besok.” Utami bertutur tanpa menatap Farida. “Lo bakal nangis nggak pas udah nggak ketemu dia lagi?” lanjutnya.
Farida mengulas senyum masam dan berujar. “Nggak tau. Kayaknya sih bakal hampa banget deh. Gue nggak punya alasan kuat buat ke WC, ke koperasi, sama ke kantin.”
Sungguh, Farida akan kehilangan alasan utama untuknya pergi ke tiap sudut sekolah ini. Biasanya, gadis itu akan mencuri waktu mata pelajarannya untuk izin ke WC, demi melihat Faris yang kadang duduk-duduk di tangga bersama teman-temannya. Dia juga kadang modus pergi ke koperasi yang di satukan dengan perpustakaan, dengan alasan yang sama yaitu Faris. Ke kantin pun, jika ada Faris di sana.
Farida akan melihat Faris dari jauh. Memperhatikan pemuda yang meski sudah pernah menolaknya, namun masih Farida sukai. Menurut Farida, Faris itu ibarat sebuah kotak pandora yang terkunci rapat.
Gadis itu harus berusaha mencari kunci yang hilang demi dapat membuka kotak tersebut. Entah sebuah kebahagiaan atau kesediahan yang akan dia dapat. Dia akan tetap membukanya, meski dia akan terluka. Dia tak peduli, yang ia tahu; ia menyukai Faris dan akan selalu begitu.
Utami terkekeh. “Lebay nih anak. Kalo Faris nggak ada kan masih ada gue yang bakal ngajak lo keliling sekolah nyari cowok ganteng,” ujarnya.
“Tetep aja rasanya beda. Cowok yang menurut gue paling ganteng di sekolah ini udah lulus dan gue nggak bakal ketemu dia lagi kecuali ada keajaiban dunia.”
“Ya lo kan masih bisa chat dia. WA kek, FB kek.”
“Andai segampang itu dapet balesan chat dari doi. Gue pasti nggak bakal ngomel-ngomel tiap dia cuma read semua chat gue. Dia itu pemilih, dia bakal bales pesan kalo emang penting.”
“Ya lo cari topik yang penting lah, Far. Bahas apa gitu.”
“Duh, Mi. Coba deh kalo lo yang jadi gue, lo bakal kagak sabaran ngadepin manusia yang super cuek tapi sekalinya ramah bikin leleh ati. Ah, Yes!” Farida berujar sembari meneriakkan kata terakhirnya dengan semangat ketika ia melihat pujaan hatinya melakukan lay up dengan sangat indah.
“Ya, Allah. Gimana gue bisa move on kalo tiap liat dia, gue debar-debar nggak karuan. Dia diem aja gue suka, apalagi kalo dia senyum, ketawa depan gue, yaelah dunia bakal runtuh kali ya.”
Utami menggelengkan kepalanya, merasa takjub pada sahabatnya yang masih setia menyukai sosok Faris semenjak masuk ke sekolah ini. “Cek otak sana. Udah ditolak masih aja suka.”
“Cinta emang seringnya bikin bego, Mi. Tapi bego-bego gini, gue masih mampu naik kelas tau,” tutur Farida.
“Percaya deh yang lebih pinter dari cewek sebelah.”
Cewek sebelah yang Utami maksud adalah Rahma. Gadis cantik yang semasa masih kelas satu dulu, kabarnya disukai oleh Faris. Gadis yang membuat seorang Farida untuk sesaat memilih berhenti namun setelahnya ia kembali maju.
“Hidup lo seputar tentang dia sih. Move on kek, masih banyak cowok di luaran sana yang lebih ganteng dari dia, Far. Percaya deh sama gue, pasti lo bakal ketemu cowok yang sayang sama lo dan nggak bikin lo sedih,” ujar Utami. Farida hanya tersenyum menanggapinya. Semua orang yang tahu kisah cintanya sudah pasti akan menyarankan gadis itu untuk move on. Namun tetap saja, hati Farida tak bisa begitu saja melepaskan sosok yang mungkin sudah Tuhan takdirkan untuk terus berada dalam semesta gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerita
Short StorySekumpulan cerita yang dibuat oleh para Admin Perajut Aksara. Let's enjoy the story!