Rumah

97 22 8
                                    

"Min, maaf, ya...."

"Ah, nggak apa-apa, Kak. Agak malu sih. Aku kelihatan heboh banget ya cerita sama Taehyung di toilet tadi."

"Bukan itu...."

"Hem?"

"Maaf untuk semuanya."

Yoongi dan Jimin sedang berada di mobil. Mereka akan ke apartemen Yoongi, seperti penawaran tadi. Jimin sudah sebisa mungkin sebiasa mungkin berbicara dengan Yoongi. Sayang, tampaknya Yoongi justru menggagalkan usaha Jimin dengan semena-mena.

"Apa kabar? Mungkin kita awali dengan pertanyaan ini, ya? Setelah sekian lama," ucap Jimin akhirnya.

Senyum Yoongi tersungging. "Nggak begitu baik. Tadi kamu sudah dengar yang dibilang Hoseok. Kalau kamu gimana, Min?"

"Mau jawaban jujur atau bohong?"

"Hahaha...."

"Akhirnya Min Yoongi tertawa. Tugasku selesai, ya. Aku mau santai dulu."

Dahi Yoongi mengernyit, tetapi masih dengan sisa tawa di bibir.

"Aku dari tadi menunggu Kak Yoongi kertawa. Rasanya sesak sekali di sini," tunjuk Jimin ke dadanya.

"Jangan membawa suasana melow, Min."

"Kak, aku boleh tanya?"

"Hm?"

"Kenapa menawarkan kamar di apartemenmu?"

"Karena kamu."

Diam. Jimin mengambil ponsel dari sakunya. Yoongi konsentrasi dengan mobilnya.

"Nggak usah heboh mengabari Taehyung.... Nggak perlu bilang kalau aku mencoba merayumu," ucap Yoongi ketika melirik Jimin sedang mengetik pesan.

Jimin menoleh dengan tatapan sebal.

"Kak, tolong lah ya... pura-pura nggak tahu apa yang kulakukan.... Ish...." Jimin mengunci ponselnya kembali, memasukkan ke saku celana. Kini tangannya melipat di dada dengan mem-pout-kan bibir.

"Sama sekali nggak berubah," gumam Yoongi.

Untuk beberapa saat, mereka tidak melakukan obrolan apa pun. Jimin masih dengan ngambek campur malu, dan Yoongi yang tiba-tiba memikirkan banyak hal. Pertama-tama tentu saja, ide dari mana membawa Jimin untuk tinggal serumah dengannya?

Astaga, Yoongi!

"Min, apa kabar?"

"Di antara baik dan buruk."

Tae, aku sudah menemukan apartemen. Sampai jumpa di rumah, ya. Maaf membatalkan janji bertemu.

"Aku nggak bilang ke Taehyung kalau Kak Yoongi merayuku. Aku cuma ngasih kabar kalau kami nggak jadi kertemu," kata Jimin setelah mengirim pesan kepada Taehyung. Sebenarnya kalau nggak disindir Yoongi, Jimin sudah mengirim pesan heboh.

"Nggak ada yang tanya. Nggak perlu menjelaskan, Min."

"Kak, bisa turunkan aku di sini?"

"Hahaha...."

***

Rasanya sudah lama sekali Yoongi nggak memberikan tawanya seperti tadi. Nggak bisa berbohong kalau hal itu lama disimpan dan hanya ditunjukkan di hadapan Jimin. Seperti dulu, seperti yang sudah-sudah. Yoongi paham betapa gugupnya Jimin dan berusahanya laki-laki yang lebih muda itu untuk membuat suasana menyenangkan di antara mereka. Setidaknya Yoongi membuatnya lebih mudah, walaupun menurut Jimin sedikit menjengkelkan.

"Kita sudah sampai...."

Jimin mengekori langkah Yoongi. Mereka menuju lantai lima, tempat apartemen Yoongi berada. Lingkungannya sangat menyenangkan dan bersih. Ada taman bermain cukup luas yang baru saja mereka lewati.

"Selamat datang, Min...." ucap Yoongi ketika memasuki apartemen.

"Kenapa Kak Yoongi sangat percaya diri kalau aku bakalan nerima tawaran tinggal bersama?"

"Karena kamu memang nggak bisa menolak. Hm, lebih baik hentikan omong kosong dan mulai kutunjukkan bagian-bagian apartemen ini."

Kamar Jimin dan Yoongi berhadapan. Kamar mandi ada satu. Dapur minimalis yang terlihat sangat bersih—menunjukkan kalau jarang digunakan, bersampingan dengan meja kursi berbahan kayu; sebuah ruang untuk makan. Ruang tamu nggak begitu luas, bersebelahan dengan ruang baca dengan sofa yang terlihat nyaman. Beralih ke luar, ada balkon yang cukup luas. Banyak pot-pot dengan berbagai tanaman. Segar. Tempat duduk berbentuk ayunan mempercantik tempat itu.

"Gimana, Min? Udah memikirkan alasan buat nolak tinggal di sini?"

"Kenapa rumah ini begitu cantik...." guman Jimin. "Kak, pernah nonton drama Because This is My First Life?"

"Nggak. Aku nonton My Ajusshi dan Sky Castle."

"Ih, suram banget."

"Kamu bisa ceritakan tentang drama yang kamu sebutkan tadi?"

"Inti ceritanya sih kayak kita saat ini. Seseorang yang sedang mencari tempat tinggal, lalu ada yang menawari. Mereka membuat semacam perjanjian gitu agar...."

"Oh, kamu juga ingin semacam itu?" potong Yoongi. "Baiklah, ayo ke dalam dan aku akan mencari kertas serta alat tulis."

Memang nggak berubah.... Jimin yang membuat hal sederhana menjadi rumit, sementara Yoongi memutuskan kerumitan dengan solusi yang pas. Tapi nggak selalu, hanya kadang-kadang. Sebab yang menurut Yoongi benar, belum tentu bagi Jimin. Pun sebaliknya.

Kembali, Jimin mengekori Yoongi untuk masuk ke dalam apartemen.

"Eh, Kak... kita belum membicarakan tentang uang apartemen ini. Berapa yang harus aku bayarkan setiap bulannya?"

"Aku memintamu tinggal. Itu aja."

"Tapi di drama...."

"Kita nggak sedang main drama. Ngerti?" final Yoongi.

Antara bahagia uangnya terselamatkan, tetapi juga ketakutan yang dirasakan Jimin. Entah apa... setelah tujuh tahun nggak bertemu, inilah yang Yoongi lakukan untuk Jimin. Sangat aneh, nggak manusiawi.

"Apa perjanjian yang kamu inginkan, Min?" tanya Yoongi ketika mereka sudah duduk di ruang tamu beserta selembar kertas di hadapan Yoongi.

"Hm... dilarang berkeliaran di dalam rumah tanpa memakai baju, dilarang memasuki kamar masing-masing tanpa izin, dilarang...."

"Oh, jadi aku semesum itu ya di dalam otakmu?"

"Ih, Kak... bukan gitu... aku cuma mau menerapkan sesuatu yang sebelumnya nggak mempan buat Taehyung."

"Hm, baiklah. Ada lagi?"

"Dilarang merokok dekat-dekat dengan Park Jimin," ucap Jimin dengan senyum kemenangan.

"Kamu tahu aku ngerokok?"

"Sejak kapan, Kak? Bajumu ada aroma mint rokok, seperti bau Taehyung."

"Oh...."

"Sejak kapan?"

"Aku nggak berniat menjawab dan hanya akan menambah satu poin untuk perjanjian kita."

"Hm, apa?

"Nggak boleh membawa pacar ke sini."

min[e]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang