Beberapa tahun lalu, sebuah kedai kopi kecil mendadak berubah menjadi raksasa pasar. Kedai itu seketika membuka begitu banyak cabang di seantero negeri, dan kemudian menjamur. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana popularitas kedai itu dapat meroket melesat tinggi. Namun belakangan diketahui, bahwa kedai—ah, maksudnya perusahaan—itu berhasil membuat kopi yang sangat unik.
Kopinya, katanya, dapat membuat siapa pun yang meminumnya merasa tenang, seperti tersihir, seolah ada obat penenang di dalamnya. Namun setelah Badan Pemeriksaan Obat-obatan dan Makanan menelitinya, kopi tersebut tak berisi apa pun, hanya segelas kopi sederhana dengan campuran susu, gula, dan es. Lalu... dari manakah ketenangan yang diakui banyak orang memang ada itu berasal? Sayangnya, hingga hari ini tidak ada yang tahu.
Tahun lalu, satu cabang dari perusahaan kopi itu dibuka di kecamatan tempat saya tinggal. Jaraknya sekitar tujuh ratus meter dari rumah saya. Setiap hari, setiap pulang dari kerja yang melelahkan, saya selalu melewati cabang itu. Tempatnya amat kecil. Mustahil dapat menampung semua pengunjung yang mengantre panjang bagai ular dan menimbulkan kemacetan. Tua muda, pria wanita, semuanya turut mengantre. Bahkan ada yang mengantre selama berjam-jam dan tak juga jenuh. Sebab mereka yakin, selepas kopinya diseruput, maka rasa jenuh menunggu, rasa kesal karena berdesak-desakan, dan rasa-rasa negatif lainnya akan sirna dan berganti rasa manis yang menenangkan. Kopi Ketenangan, mereka akhirnya menyebutnya.
Tapi saat itu... saya belum terpikirkan untuk turut membelinya, karena saya pikir, "Apa sih?! Paling kopi biasa." Dan lagi pula, saya bukan tipikal orang yang mau berdesak-desakan dan mengantre berjam-jam seperti itu. Saya pasti sudah pingsan di tiga puluh menit pertama. Eh, tapi..., kabarnya pengunjung yang mengantre memang mulai berjatuhan. Entah pingsan atau akhirnya meninggal karena kelelahan. Beritanya santer dari setiap penjuru.
Tapi tidak ada yang bersedih, sebab perusahaan itu menggratiskan kopi untuk keluarga korban yang ditinggal mati. Setelah minum kopi, rasa sedih ditinggal mati musnah sudah. Semua orang tenang lagi, berbahagia lagi.
Namun masalah tidak selesai di situ. Segera setelah berita tentang diskon atas kematian itu tersebar luas, banyak orang yang memanfaatkannya. Banyak orang akhirnya bekerja sama untuk memalsukan kematian sanak saudaranya. Para orang tua memaksa anak-anaknya mengantre berjam-jam tanpa memberikan makanan yang akhirnya menyebabkan anak-anak mereka mati kelelahan. Sejak saat itu, kematian bukan lagi hal yang besar. Itu sangat biasa. Tak terlalu penting jika dibanding dengan segelas kopi.
Di situ, saya mulai penasaran. Kok bisa segelas kopi menyebabkan kematian orang banyak? Memang seenak apa sih kopinya? Yah, kata teman saya sih, kopinya biasa saja, tapi efeknya yang luar biasa. Satu teguk akan membuat pusing di kepala hilang. Dua teguk dapat mengembalikan mood yang rusak. Tiga teguk lain lagi ceritanya. Empat, lima, enam... satu gelas setara dengan orgasme seribu kali.
"Ah, masa sih?"
"Betul! Kamu coba saja!"
Saya pun akhirnya tertarik. Bukan tertarik betulan sih, tapi... Apa, ya? Hanya iseng-iseng ingin mencoba. Tapi sayangnya, setiap saya rencanakan untuk mampir ke tempat kopi itu, saya selalu saja gagal. Entah karena terlalu ramailah, inilah, itulah. Ada saja penghalangnya.
Akhirnya lagi-lagi, saya melupakannya dan hidup seperti biasa, seperti sebelumnya. Tapi naasnya, di luar jendela kamar saya, dunia sedang berubah. Tanpa saya ketahui, perusahaan kopi itu mulai memasuki pasar luar negeri dan sama seperti di negeri ini, di tanah lain pun perusahaan kopi itu merajai ekonomi.
Barang-barang lain mulai tak laku. Apalagi pasca perusahaan kopi itu mulai menjual roti dan makanan lainnya. Mulai saat itu, petani dan pedagang beras tak lagi dibutuhkan masyarakat. Orang-orang mulai memilih makan roti dan kopi. Beberapa masih sadar diri, masih menambahnya dengan makan daging dan sayuran agar tetap sehat. Tapi untuk orang-orang yang tidak terlalu peduli dengan kesehatan, roti dan kopi saja sudah cukup. Lagi pula, kata mereka, tak usah pusing-pusing memikirkan kesehatan, apalagi sampai ketakutan akan sakit, ketakutan akan mati, toh semua ketakutan itu akan dihapus dan diganti dengan ketenangan oleh sang maha karya; Kopi Ketenangan.
Orang-orang kemudian mulai berhenti pergi ke dokter karena mereka tak takut lagi pada sakit dan tak lagi merasa resah kapan sembuh. Selepas minum kopi, ya sudah, santai-santai saja. Yang sakit parah, mati akhirnya. Tapi setelah itu? Ya sudah. Tidak ada yang sedih. Tidak ada yang kecewa. Santai saja. Tenang saja.
Tapi jauh sebelum itu, ternyata psikolog dan dokter mental sudah lebih dulu kehilangan pasiennya. Bayangkan, tidak ada lagi orang yang sakit mental! Semua orang tenang, senang, dan bahagia. Ya... meski para ahli jiwa sudah mengatakan bahwa kejiwaan masyarakat sudah memburuk hingga menimbulkan pertumpahan darah hanya demi segelas kopi, tapi tetap saja, tidak ada yang peduli.
Kehilangan pasien artinya kehilangan pekerjaan. Sedih, ya? Tapi tidak bagi yang lain. Dalam sepekan, angka pengunduran diri dan pemecatan karyawan di seluruh negara melonjak. Alasannya? Tentu saja sudah tidak ada karyawan yang takut akan bosnya. Semua karyawan merasa tenang dan tidak merasakan takut akan deadlines, tugas-tugas, atau perintah atasannya. Semuanya tenang. Alhasil, kinerja menurun. Dipecat? Masa bodoh. Tenang saja. Resign saja sekalian. Jatuh miskin? Tidak usah takut. Tenang saja. Ada Kopi Ketenangan. Di antara mereka, ada dokter dan psikolog yang juga mulai tenang meski tak dapat pasien dan pemasukan.
Ekonomi negara lumpuh karena perusahaan-perusahaan besar sudah bangkrut dan tak lagi membayar pajak. Jadinya... utang sana, utang sini. Siapa negara yang paling kaya, pastilah dia yang direngek oleh negara yang miskin untuk minta diberikan utang.
Dengan dana pas-pasan dari sisa tabungan negara dan utang dari luar negeri, pemerintah akhirnya memberi makan rakyatnya yang masih tersisa dengan roti dan kopi. Ya, betul. Kopi Ketenangan akhirnya jadi milik pemerintah, jadi BUMN. Tiap hari, petugas dari pemerintahan akan datang ke rumah-rumah untuk memberi roti dan kopi. Agar rakyat tak lagi lapar dan haus. Agar rakyat tak lagi ribut. Agar rakyat semuanya tenang. Masalah gizi? Bodoh amat! Yang penting kenyang, yang penting tenang.
Eh, tapi itu tak berlangsung lama. Sebab orang-orang di pemerintahan kemudian turut berubah menjadi anjing. Mereka menyetop pasokan makanan untuk rakyat. Kenapa? Karena mereka sudah tidak lagi takut rakyat akan mati. Mereka tak lagi ketar-ketir akan digulingkan. Mereka tak lagi waswas akan gagal memimpin. Mereka semuanya sibuk mengenyangkan perut dengan roti dan kopi, dengan kesenangan dan ketenangan.
Tapi rakyat juga tak tinggal diam. Setelah jumlahnya hanya tinggal beberapa, insting untuk bertahan hidup mereka kembali menyala. Satu per satu pejabat pemerintahan dibunuh dan asetnya diambil. Roti dan kopinya dicuri. Kesenangan dan ketenangannya dirampas. "Hidup rakyat yang melawan! Hidup!"
Hidup sih... tapi tak lama juga. Sebab dari insiden itu, yang terbunuh ternyata bukan cuma pejabat pemerintahan, tapi juga sang penemu dan pemilik perusahaan Kopi Ketenangan. Padahal, hanya dia juru kuncinya. Hanya dia yang tahu resep membuat roti dan kopinya. Tanpanya, Kopi Ketenangan berhenti memproduksi.
Selepas itu... sudah. Habis sudah. Tidak ada lagi makanan. Tidak ada lagi ketenangan. Rakyat yang melawan lama-lama turut mati karena sakit kebanyakan minum kopi. Peristiwa itu terjadi di seluruh negara di dunia, tanpa terkecuali. Manusia... secara tak sadar sudah menggali liang lahad mereka sendiri. Semuanya mati. Semuanya berakhir sudah. Tanpa manusia, sekarang bumi kembali menjadi planet yang damai, kembali menjadi tempat yang...
Tenang.
Jakarta, 4 April 2020
Saya? Oh, saya sudah lama mati terinjak-injak kala mengantre kopi.
KAMU SEDANG MEMBACA
cerpenis
RomanceIni adalah kumpulan cerita sakit jiwa yang dialami seorang pemuda bernama Faris Kagendra tentang kehidupan sehari-harinya. Beragam masalah dihadapinya mulai dari masalah seks, agama, relasi, pekerjaan, dan lain-lain. Cerpen-cerpen di sini tidak bers...