Prolog

21 1 0
                                    

Nala Amanda, seorang gadis yang biasa dipanggil Nala itu memiliki sifat ceria, ramah, dan senang bergaul. Hari ini adalah hari pertamanya menjalani MOS. Ia berlari menuju koridor sekolah dan mencari nama kelompoknya yang tertera di mading depan aula.

"Nala.. gue pikir lu gak sekolah disini", kata Fera memeluk temannya yang sudah lama tidak bertemu. Oh ya Fera itu teman lama Nala, mereka sempat satu sekolah sebelumnya jadi wajar saja jika mereka lumayan akrab.

"Iya nih, Fer temenin gue ke toilet yuk", ajak Nala

Diperjalanan menuju toilet, mereka melewati segerombolan kakak kelas yang memakai jas osis sepertinya mereka yang akan menjadi pendamping MOS hari ini. Mata Nala tertuju kepada sesosok anak osis yang bertubuh tinggi, berkulit putih, dan sepasang mata berwarna cokelat tua serta memiliki lesung pipi.

"Fera ada cogan".

"Mana?".

"itu anak osis yang paling pinggir".

"Ah biasa aja, lagian kita tuh sekolah buat belajar nal bukan buat cari cogan".

"Belajar mah udah pasti Fer, kan buat cuci mata bisa aja nyantol gitu".

"Terserah lo aja ya, jadi ke toilet gak nih?".

"Jadi, tapi dia udah punya pacar belum ya?".

"mana gue tau, buruan ke kamar mandi tiga menit lagi bel".

"iya bawel", kata Nala langsung berlari ke kamar mandi.

Setelah dari kamar mandi, mereka kembali ke Aula dan berbaur dengan barisan murid baru.

"Assalamualaikum adik-adik peserta Mos, gue Dewa sebagai ketua osis mau menyebutkan nama para anak osis yang akan mendampingi kelompok kalian masing-masing", kata ka Dewa sambil bersiap untuk membacakan nama-namanya.

"Fer, kelompok kita sama kakak cogan yang tadi gak ya?"

"Cie pengen banget, coba kita dengerin aja".

Nala terus berdoa dalam hati agar dapat didampingi oleh kakak osis yang ia temui tadi. Dan saatnya kelompok Nala dibacakan.

"Kelompok tiga akan didampingi oleh kak Syafa, kak Deva, kak Emi, dan kak Alvis". kata kak Dewa yang matanya masih tertuju kearah kertas yang ia pegang.

Seketika tubuh nala membeku, gadis itu tidak menyangka dalam seharian penuh akan didampingi oleh sosok yang ia kagumi.

"Alvis", Nala menyebut namanya dalam hati.

"baiklah sekarang kita akan mulai observasi kampus, barisan paling pinggir boleh keluar aula duluan mengikuti kakak osisnya", lanjut kak Dewa.

Saat dalam pengenalan sekolah Alvis terus menyamakan langkahnya dengan gadis yang ada disebelahnya. Jantung Nala sudah berdetak hebat dan ia terus menatap kebawah.

"Lo sakit?", Alvis bertanya kepada Nala.

seketika tubuh Nala mematung, ia tidak menyangka akan ditanya oleh salah satu anak osis yang bisa dibilang terkenal oleh kalangan murid angkatannya. Bagaimana tidak, saat kak Dewa menyebut namanya saja murid-murid lain sudah berteriak histeris.

"eng..gak kak", kata Nala masih tidak berani mengangkat kepala.

"Lo aneh", Alvis melontarkan kalimat itu kepada Nala.

"Aneh?", kata Nala bingung.

"Iya, kalo ada orang bicara yang ditatap matanya bukan lantai", sindir Alvis lalu pergi begitu saja.

"Kok nih orang nyebelin juga ya, baru tadi gue dibikin meleleh sama wajahnya eh sifatnya malah terbalik seratus delapan puluh derajat", geram Nala dalam hati.

Akhirnya jam istirahat tiba, murid-murid berlarian menuju kantin begitu juga Nala dan Fera.

"Kok lu gak makan Nal?", tanya Fera sambil menyantap makanannya

"Gak nafsu", jawab Nala memainkan sedotan minumannya.

"Harusnya seneng dong ditanya sama doi", kata Fera.

"Iya nanya tapi kagak niat", jawab Nala.

Tanpa Nala sadari Alvis terus memperhatikan tingkah laku gadis itu. Senyum terukir diwajah lelaki itu. "Lo salah satu orang paling unik yang pernah gue temuin".

"Lo gak makan", kata Alvis yang tiba-tiba datang menghampiri meja Nala.

"Enggak, gue kenyang", jawab Nala.

"Bohong wajah lo polos gak bisa dibohongin, tunggu sini"

Alvis menuju tempat yang menjual nasi goreng,  setelah itu langsung kembali ke meja Nala.

"Nih makan harus habis, gue mau rapat di ruang osis", kata Alvis dengan muka datarnya dan pergi meninggalkan kantin.

"gue penasaran ada apa dibalik datarnya seorang Alvis", gumam Nala dalam hati.

Bel berbunyi, tandanya peserta Mos harus kembali ke aula untuk melanjutkan kegiatan MOS, Nala memilih untuk duduk dibarisan paling depan dan Fera mengikuti dibelakangnya.

"Baik semuanya kita akan lanjutkan kegiatan berikutnya yaitu meminta tanda tangan anak osis. Siapa yang mendapatkan tanda tangan paling banyak akan kita beri hadiah, paham?", Kata ka Dewa dengan suara lantang.

"Paham", jawab para peserta Mos kompak.

"Fer lu mau minta ke siapa?", tanya Nala, ia bingung ingin ditandatangani oleh siapa.

"Yang pertama gue minta kak Dewa deh, lo mau ikut enggak?", kata Fera sambil melihat kearah kerumunan siswa yang meminta tanda tangan si ketua osis itu.

"Enggak deh Fer gue nanti minta yang lain aja", kata Nala

Fera langsung berlari kearah kerumunan siswa itu sedangkan Nala duduk ditengah aula sambil melihat banyak siswa yang berlari untuk mendapatkan tanda tangan osis idolanya terlebih dahulu"

"Sini gue kasih tanda tangan, kasihan gue lihat lo bengong ditengah-tengah", kata Alvis merebut buku panduan Mos milik Nala.

Mata elang yang dimiliki Alvis berhadapan dengan mata kecil milik Nala, tubuh Nala membeku dan jantungnya berdebar cepat. "Gue mimpi ya", kata nala dalam hati

"Kagum sama kegantengan gue boleh tapi gak usah sambil ngeces juga", kata Alvis tanpa ekspresi.

Seketika dunia Nala terbalik, ia sangat malu dengan dirinya sendiri. Rasanya ingin sekali ia berlari sekencang-kencangnya untuk menghindar dari Alvis.

"Nanti pulang bareng gue", kata Alvis lalu pergi begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlvisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang