0.2 First Important

757 130 32
                                    

"Duh, Seokjin, maaf!"

Jeon Jeno seorang bintang di depan mata para hawa telah menumpahkan setengah dari isi botol susu perisa strawberry di atas seragam putih Seokjin. Menarik rakus atensi para murid yang sedang asik menyantap hidangan makan siang untuk menatap Seokjin yang kewalahan menyusun ekspresi. Termasuk Yoongi yang menatap malas tingkah lugu Seokjin yang mengangguk saja padahal dirinya sedang ditindas diam-diam.

"Maaf, ya, Seokjin! Sungguh, aku tak sengaja." Ucap Jeno seraya mengelap seragam Seokjin yang basah dan kotor penuh warna merah jambu pucat. Mau marah sebenarnya, tetapi Seokjin tak pantas untuk melakukan itu, jadi lebih baik kalau Jeno pergi saja dari hadapannya.

"Tak apa, aku mengerti. Tinggalkan aku, Jeno." Berucap pelan hampir terdengar meringis. Ia tak suka diberi banyak tatapan mata seperti ini.

"Hei Jeno, kemana saja?!" Hoseok datang terlampau rusuh sampai piring makan siang Seokjin beserta isinya harus bertabur di seragam Seokjin yang sebelumnya kotor akibat susu strawberry. Lengkap sudah, ia sudah seperti orang gila yang terlantar.

Seokjin marah, tapi itu hanya angan-angan. Jika ia bersuara lantang bukan hanya mata saja yang menusuk perasaannya tetapi mulut tanpa tahu dosa akan meluncur bebas guna membuatnya lebih merasa buruk.

Dari pada memacu api untuk membara lebih keras. Seokjin bangkit, dengan wajah keruh, ingin menangis, bangkit dan menjauhi lokasi. Seokjin benci menjadi pusat perhatian.

Meninggalkan Jeno dan Hoseok yang melongo di kantin. Ia berlari secepat mungkin seraya mengusap satu tetes air mata yang mengotori pipi. Seokjin sempat menatap Yoongi tadi, raut Yoongi memberi makna kalau Seokjin itu sungguh payah.

Aku mau mati saja, aku payah!

Hari-hari yang ia lalui senantiasa sulit. Seokjin saja yang selalu mendoktrin diri untuk terlihat baik-baik saja, tanpa kenakalan di sekolah dan sesekali di jadikan mainan oleh orang-orang tak punya hati. Hari-harinya kerap seperti itu, semakin memuakkan kendati ia selalu mengatakan baik-baik saja dan menghapus problematik yang diciptakan oleh orang jahat.

Seokjin dianggap tak punya masalah sebab selalu tak peduli terhadap dirinya yang terkadang diam-diam ditindas.

Sibuk mengusap seragam sekolah yang kotor, bercampur aroma susu dan lauk berlemak, menjadikan seragam putihnya warna-warni dan menjijikkan. Seokjin tengah berusaha membersihkan, sampai tubuhnya kuyup.

Warna makanan dan minuman yang menempel telah memudar, menciptakan warna-warna pucat yang tertempel apik dan membuat risih. Tidak bisa bersih, yang ada hanya seragamnya yang kuyup serta penyakit yang sebentar lagi datang.

Seokjin lelah, mendesis parau, sesekali mengusap lelehan keringat dan air mata. Masa bodoh dengan seragam dan gelak tawa teman-teman di kelas nantinya, yang jelas bel telah berbunyi beberapa menit yang lalu.

Melewati makan siang, ia kembali mengambil risiko yang diberikan oleh guru tatkala ia terlambat menyambangi kelas. Datang dengan raut menyedihkan, kuyup dan kotor, lalu ditertawakan beramai-ramai kemudian diberi hukuman berdiri di luar kelas sampai jam mata pelajaran berakhir.

Sungguh sial hari ini. Dan hari ini merupakan kali pertama Seokjin mendapatkan hukuman dan melewati beberapa materi kelas. Membuat ia kembali menyalahkan diri.

"Maafkan kami, Seokjin. Kau tidak membenci kami 'kan?"

"Aku tidak membencimu. Aku baik-baik saja."

Jeno dan Hoseok bernafas lega. Sedikit tidak enak hati melihat Seokjin yang harus menanggung malu dan kelelahan akibat ulah ketidak sengajaan mereka.

CalamityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang