Aku bukan pencuri!
Bibi dan paman tidak boleh kecewa!
Aku bukan orang jahat!
Aku tidak bersalah!
Aku benci diriku!
Menggenggam sebuah bolpoin bertinta hitam pada telapak tangan kanan, Seokjin menulis lima baris kalimat yang mewakili keresahan hatinya tatkala seorang guru memerintahkan para murid meringkas lima belas halaman pelajaran biologi.
Menulis lima baris kalimat di halaman buku catatan paling akhir bersama tubuhnya yang bergetar melawan gelisah, ketakutan dan kesakitan.
Walaupun teman-temannya tak melaporkan kejadian saat istirahat tadi, tetap saja jantungnya tak bisa bergerak normal. Sebab Seokjin tidak terima dikatakan pencuri dan—astaga, ia akan jadi permainan menyenangkan mulai sekarang dan hari esok bahkan seterusnya.
Bolpoin yang sedari tadi digenggamnya terjatuh dan menimbulkan bunyi dikala kelas sedang hening. Seokjin meletakkan kedua tangannya pada surai sedang sikut bersimpuh di atas meja, ia tak kuasa menahan pening hingga dirinya tanpa malu tersedu-sedan di tengah-tengah kelas yang hening sebab seluruh siswa tengah fokus pada tugasnya.
"Hei, nak! Ada apa denganmu?"
Seorang guru yang kemarin meleraikan perkelahian dirinya dengan Jeno datang merangkul bahu Seokjin yang naik-turun. Ia menatap tulisan tangan Seokjin yang tertera di halaman paling akhir buku catatan. Lantas ia merasa prihatin.
"Sudah tak apa, Seokjin. Jeno sudah memaafkanmu. Jangan menangis!" Pak guru berbisik kepada Seokjin yang terisak lirih.
Pada akhirnya Seokjin digiring menuju UKS sebab mengeluh pusing. Ia berbaring di atas ranjang masih dengan raut wajah cemas, Seokjin tak bisa untuk tenang, tak bisa melupakan masalahnya. Hidupnya tidak lagi tentram.
Seokjin memejamkan mata menunggu jemputan paman atau bibi untuk dibawa pulang. Tubuhnya benar-benar ingin remuk, masa bodoh jikalau bibi atau paman bertanya perihal lukanya nanti.
"Bibi?"
"Ayo bangkit, biar segera istirahat di rumah."
Di belakang bibi ada paman yang berbicara dengan guru biologinya tadi. Entah apa yang menjadi topik percakapan sehingga wajah mereka menjadi serius bahkan sampai Seokjin beserta paman dan bibi telah berada di dalam mobil menuju jalan pulang.
~~~●•.
Beberapa hari ini Yoongi merasa kesialan memiliki Seokjin di rumahnya semakin menjadi-jadi. Hal ini tidak pernah terjadi setelah kejadian tujuh tahun yang lalu semenjak insiden tragis kematian ibu Seokjin di depan matanya.
Akhir-akhir ini Seokjin terlihat buruk, tidak pernah menampakkan keadaan dirinya yang bergairah. Dan yang demikian itu berhasil membuat kedua orang tuanya harus memberikan 8/10 perhatian kepada Seokjin.
Membuat Yoongi semakin marah, terlebih ketika ibu menghampiri dirinya yang tengah duduk santai di depan televisi usai keluar dari kamar milik Seokjin.
"Ibu mau bicara, Yoon." Yoongi menghela napas kesal, sudah terbayang di dalam kepalanya bahwa obrolan ini tidak akan jauh-jauh dengan pembahasan mengenai Seokjin.
Ia hanya berdehem singkat dengan pandangan mata tak lepas dari tayangan televisi.
"Akhir-akhir ini Seokjin terlihat berbeda. Apa kau tahu apa penyebabnya, nak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Calamity
Fanfiction"Tetapi pada akhirnya semua orang pasti bersalah, bukan?" [On-Going] June, 2020 ☘ ©ieuaraz