Suatu kebisingan tengah terjadi di dalam kelas. Puncaknya adalah di tengah jam istirahat pertama kala ini, grasah-grusuh, umpatan kasar, bunyi pukulan sana dan sini terus bergaung di dalam kelas. Jeon Jeno kehilangan sebuah laptop mahal miliknya dan menyadari hal itu setelah memeriksa nakas mejanya yang kosong saat membutuhkan laptop pada pelajaran bahasa.
"Ayolah, semua siswa di kelas ini, tolong mengaku saja kalau mencuri laptopku!"
Jeno sudah kesal sekali, entah harus menyalahkan siapa. Pasalnya ia sudah berulang kali memeriksa laci, loker, tas dan semua sisi kelas. Nihil, bahkan setelah bertanya kepada semua orang di kelas dan tak ada yang mau mengaku.
"Sudah ku cari keliling sekolah, Jeno. Aku tak menemukan laptop milikmu." Jung Hoseok terengah-engah memegang lutut di ujung pintu.
"Brengsek! Sampai aku tahu siapa yang mencuri akan kuhabisi dia."
Di bangkunya Seokjin bersikap apatis saja, selalu begitu. Apapun yang menjadi permasalahan di kelas, ia tak mau ikut campur barang sedikitpun. Jadi ia meneruskan menidurkan kepala sampai istirahat kelas benar-benar berakhir.
"Hei Seokjin! Kami akan memeriksa lacimu."
Katanya laci, nyatanya sampai tas Seokjin dibongkar paksa dan isinya berserakan di lantai. Ia tak dibolehkan melakukan apapun sedangkan Jeno sesuka hati mengacaukan isi tas miliknya yang baru saja dirapikan malam tadi.
"Berikan kunci lokermu!"
"Tidak."
"Menolak berarti mencuri."
Telapak tangan Seokjin mengepal sampai buku-buku tangan memucat. Seenaknya berspekulasi demikian. Seokjin tak suka ikut campur apalagi privasinya yang ingin dicampur tangani.
"Aku tak pernah tahu masalahmu, Jeno. Jangan menggangguku." Suara rendah Seokjin membuat atmosfer kelas hening lalu detik setelahnya ricuh usai menyaksikan Seokjin yang mengeraskan matanya di depan Jeno.
"Aku hanya ingin memeriksa, Seokjin. Mengapa kau takut? Apa memang kau yang mengambilnya?"
"Anak terbuang, mungkin saja memang dia."
"Apa ibu Yoongi telah membuka mata?Laptopnya bisa jadi disita."
"Orangtua Yoongi tak memberinya laptop."
Dan lain sebagainya, dada Seokjin bergemuruh hebat menahan hasrat ingin berteriak dan memukul mereka sekuat tenaga.
"Jangan sampai aku berbuat kasar, berikan saja sebentar."
"Tidak!" Berakhir berucap lantang. Jeno akhirnya turun tangan dengan gerak sarkas. Tak peduli pada punggung tangan Seokjin yang memerah, ia tetap berusaha meraih kunci yang tersimpan di kantong celana bahan Seokjin.
"Berikan padaku, Jeno!"
"Aku hanya ingin memeriksa, bod—Kau pencuri!"
Ada banyak pasang mata yang langsung menumpahkan atensi penuh pada dirinya yang tertegun kebingungan. Seokjin mengernyit dan mencoba menyangkal, tetapi di depannya Jeno telah menggenggam laptop yang ia cari sedari tadi.
"Mengapa? Apa karena kejadian kemarin kau mencoba membuatku rugi?"
Seokjin masih terdiam, masih berusaha mencerna matang-matang sebuah perkara yang terjadi hari ini. Laptop milik Jeno berada di lokernya, sedangkan Seokjin tak pernah menyentuh barang mahal tersebut.
"Ada yang salah, Jeno! Aku bukan pencuri!"
Satu persatu tetes air sebesar embun menyelimuti pelipisnya. Seokjin tak ingin ada masalah dan sekarang adalah awal dimana hari berikutnya adalah neraka di dunia. "Aku tidak mencuri, sialan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Calamity
Fanfiction"Tetapi pada akhirnya semua orang pasti bersalah, bukan?" [On-Going] June, 2020 ☘ ©ieuaraz