Cerita Hello, Ex-Room Mate!

6.1K 431 70
                                    

Aku lagi iseng mau publish ini tapi kayaknya nanti aja👀👀

Aku kasih kalian baca dulu aja disini ya ehehe semoga suka♥️

"Gue benci sampai mati Nine nikah sama Rafdi. Liat aja gue sumpahin—"

Gavin menyela sebelum Blue sempat menyelesaikan kalimatnya. "Jangan disumpahin. Jahat banget lo mau merusak kebahagiaan orang. Suportif dikit dong."

"Suportif kepala lo! Gue mana bisa kayak lo yang mendadak ikhlas lahir batin. Jangan mengadong-ngadong lo ya!"

"Untung nggak ada Zero. Nggak enak kalo lo ngomong begitu tentang kakaknya. Relain aja sih, Blue."

"Ck! Rela cuma ada di lagu, nggak ada di kamus gue."

Gavin geleng-geleng kepala. "Terus lo mau gimana? Mereka udah nikah."

Blue mengembuskan napas berat, memundurkan tubuhnya hingga bersandar pada punggung kursi yang keras. Jika ditanya mau gimana, dia bingung. Mungkin sudah saatnya dia melupakan Nine seperti yang dibilang oleh Gavin.

"Omong-omong, ini intermeso sedikit. Kenapa gue baru sadar tato lo di telapak tangan sebelah kanan gambarnya santa claus? Ini tato baru atau udah lama?" tanya Gavin.

Blue menurunkan pandangan melihat tato yang terlukis di telapak kanannya. "Tato udah lama."

"Oh, ya? Pasti ada cerita di balik tato itu. Ekspresi lo agak beda."

Blue mengangguk. "Sebelum pacaran sama Nine, gue sempet ketemu sama seseorang. Bukan ketemu lagi sih, tapi tinggal bareng. Lo pernah gue ceritain kok soal perempuan itu."

"Siapa?"

"Masa lo lupa sih? Namanya unik kayak tato gue."

"Oh... Santa?"

"Yes!"

"Gue inget sekarang. Lo sama dia pernah berbagi kamar karena kepingin banget apartemen yang sama dengan view yang oke punya. Itu waktu di London, kan?" tebak Gavin. Pelan-pelan dia mulai mengingat cerita Blue tentang perempuan berambut panjang sepinggang itu.

"Iya. Ke mana ya Santa sekarang? Gue nggak pernah denger kabar apa-apa dari dia. Setelah gue cabut dari sana, akun media sosialnya dihapus semua." Blue memikirkan kembali wajah blasteran Santana yang menjadi daya tarik banyak laki-laki. Kemudian, dia teringat sesuatu. "Apa jangan-jangan dia udah nikah?"

"Mungkin. Nomor ponselnya beneran nggak bisa dihubungin?"

"Iya. Kalo dia udah nikah, gue turut bahagia. Semoga bisa bahagia selalu sama pasangannya."

Gavin tersenyum penuh arti. "Iya, sekarang bilang gitu. Waktu itu lo naksir dia sampai uring-uringan. Mau nyatain cinta takut dia nggak suka karena lo tatoan."

"Sial! Masih inget aja lagi." Blue mendengus sebal. Ingatan Gavin benar-benar bagus. Menyesal deh dia bahas Santa kalau ujungnya diledekin begini. "Omong-omong, apa kabar Fanta?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Kita lagi bahas lo dan Santa di masa lalu. Sebelum Nine merebut hati lo, ada Santa yang udah berhasil melakukannya. Bahkan lo bikin tato untuk dia. Waktu sama Nine aja nggak begitu. Ada perbedaan yang bikin gue semakin kepo," jawab Gavin dengan tatapan penuh selidik.

"Anjir... resek lo! Udah ah, gue cabut aja. Bapak gue minta dijemput. Bye." Blue berdiri dari tempatnya dan pergi berlalu.

Gavin geleng-geleng kepala. Dia tahu ayahnya Blue memiliki sopir pribadi sendiri. Kalau sudah menghindar tandanya ada sesuatu yang ditutupi Blue, lebih dari cerita yang sempat diceritakan padanya.

Hello, Ex-Boyfriend! (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang