Chapter 1

32 6 2
                                    

"Kau yang membuatku berubah menjadi iblis kejam seperti sekarang ini."
-----

Teriakan demi teriakan terus keluar dari mulut seorang gadis cantik di depanku. Keadaannya sungguh mengenaskan dengan kedua tangan terikat di kursi, begitupun kedua kakinya. Rambutnya sudah terpotong tak beraturan. Pakaiannya juga sudah tak berbentuk lagi setelah di robek oleh anak buahku. Dan yang paling mengenaskan, wajahnya penuh dengan luka sayatan.

Mengerikan bukan.

Tapi itu semua masih kurang untuk ku. Siksaan yang ku berikan belum cukup. Permohonan ampun dari mulut kotornya tak ku gubris sama sekali. Aku malah menyuruh anak buahku terus menyiksanya dengan siksaan yang lebih menyakitkan lagi.

Kepalanya dimasukkan ke dalam air yang ada di sebuah wadah di depannya, di tahan beberapa detik kemudian di keluarkan lagi. Hal itu dilakukan berulang kali. Dia terus memohon ampun dengan dibarengi air mata yang meleleh ke pipinya.

Sedangkan aku?

Tentunya aku duduk santai melihat pemandangan di depanku ini. Terasa menyenangkan saat melihat orang yang dulu menyiksamu kini tengah kau siksa. Dia pantas mendapatkan siksaan ini, sangat pantas malah.

Kalian pasti menganggapku jahat, menganggap tak seharusnya aku membalaskan dendam padanya. Apa bedanya aku dan dia jika aku melakukan hal yang sama padanya. Tapi aku tak peduli. Aku tak peduli dengan komentar kalian yang menganggapku sebagai iblis.

Oh ayo lah, ini belum seberapa. Aku masih melakukan penyiksaan yang dilakukan seperti umumnya. Aku tidak melemparkan gadis itu ke lelaki hidung belang sebagai pemuas nafsu mereka. Belum mungkin. Ya, walaupun aku tahu gadis menjijikkan di depanku ini telah bermain dengan banyak lelaki.

Gadis?

Aku yakin dia bukan gadis lagi.

Kurasa akan sangat menyenangkan saat melihatnya ditiduri oleh tiga lelaki sekaligus. Bukankah itu sangat menyenangkan. Emm, tapi sayangnya aku tak sekejam itu. Mungkin aku hanya akan menjebloskan gadis itu ke rumah sakit jiwa, walaupun dia tidak gila. Lagi pula sebentar lagi dia akan gila. Dia bisa menyusul temannya yang sudah lebih dulu ku masukkan ke rumah sakit jiwa. Pasti temannya itu sudah menjadi gila saat ini. Dan sekali lagi aku tidak peduli.

Aku juga sudah bosan melihat gadis ini disiksa selama enam bulan lamanya, dalam gudang kotor ini. Masih ada seorang lagi yang harus ku habisi. Mungkin sudah cukup gilirannya.

"Ampuni aku Han kumohon," mohon gadis itu dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Dia tampak menyedihkan dengan lebam di kaki dan tangannya setelah beberapa saat lalu di pukuli anak buahku menggunakan balok kayu.

Aku hanya menatapnya sinis. "Oh ayolah Liora ku sayang, permainan kita belum selesai. Aku masih memiliki banyak cara untuk menyiksamu sebenarnya. Tapi karena kau memaksa, mungkin aku bisa menghentikannya," ucapku sambil mendekatinya dan mengelus pipinya. Liora langsung tersenyum senang, seperti tengah mendapat sebuah keajaiban. Tapi senyumannya tak berlangsung lama setelah ia mendengar kalimatku selanjutnya.

"Mungkin akan lebih baik jika kau menyusul temanmu di rumah sakit jiwa. Kau bisa menemani temanmu yang sudah tak waras itu, SELAMANYA," ucapku dwngan penekanan di kata terakhir.

Wajahnya langsung pucat. Harapannya langsung sirna. Dan itulah yang kusukai, melihat keputusasaannya dan penderitaannya.

"TIDAK. Ku mohon Han, lepaskan aku. Aku akan menuruti semua perintahmu, tapi tolong lepaskan aku," teriaknya saat ditarik oleh anak buahku keluar dari gudang. Sedangkan aku malah tertawa melihat penderitaannya. Apa yang ku lakukan sama dengan apa yang telah dia lakukan. Saat dulu dia menyiksaku, apakah dia mendengarkan permintaanku untuk berhenti. Tidak bukan, dan itulah yang ku lakukan saat ini. Yang ku lakukan hanya sebuah pembalasan. Dia yang memulai, dan dia pula yang harus mengakhiri.

NyctophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang