Chapter 3

25 5 0
                                    

Tiba-tiba bel rumahku berbunyi lagi. Pasti itu Jean, mungkin dia ketinggalan sesuatu pikirku. Langsung saja aku menuju pintu dan membukanya tanpa melihat siapa yang datang. Dan betapa terkejutnya aku melihat siapa yang sekarang berdiri di depanku.

“Hai Hanna, apakah kau merindukanku.”
Seketika gangguan kecemasan kembali menghampiriku.

Dia di sini.

~°~°~°~


“Hai Hanna, apakah kau merindukanku?” ucapnya dengan senyum yang selalu terukir di bibirnya.

Aku hanya diam menanggapi ucapannya. Yang kulakukan hanya terus menatap mata birunya dan berusaha menahan gangguan kecemasanku yang tiba-tiba menyerang. Adam tak boleh melihatku dalam keadaan seperti itu. Tak boleh sekalipun.

Kutarik napasku dalam-dalam sambil tetap menatapnya. Aku berusaha menenangkan diriku sebisanya.

Kupikirkan semua rasa benciku terhadap dirinya, bukan rasa takut yang selama ini kurasakan. Dan aku rasa cara itu berhasil. Perlahan napasku kembali normal, tatapanku padanya juga semakin tajam. Aku yakin dia hanya bisa melihat kebencian di mataku.

“Apa yang kau lakukan di sini? Dan bagaimana bisa kau sampai ke atas sini?” tanyaku to the point. Aku tak mau berbasa-basi dengan pria di hadapanku ini.

Senyuman di bibirnya semakin lebar, kemudian dia menjawab. “Tentu saja menemuimu Hanna, memangnya apa lagi yang bisa kulakukan di sini.” Adam menjeda kalimatnya sebentar. “Dan mengapa aku bisa sampai di sini, tentunya karena bangunan tepat di bawah rumahmu adalah milikku, jadi aku bisa naik ke atas sini sesukaku.”

Aku benar-benar kesal mendengar jawabannya. Bukankah apartemen di bawah rumahku ini milik seorang wanita paruh baya, mengapa sekarang bisa menjadi miliknya. Apakah dia sengaja membelinya hanya untuk menemuiku. Sungguh tidak waras pria di depanku ini.


“Apakah kau sengaja membelinya hanya untuk menemuiku?”“Kau sangat pintar rupanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Apakah kau sengaja membelinya hanya untuk menemuiku?”

“Kau sangat pintar rupanya. Memang benar aku membelinya agar aku bisa leluasa menemuimu,” jawabnya yang membuatku semakin kesal. Bagaimana bisa dia asal membelinya. Lalu di mana sekarang wanita paruh baya yang tinggal di sana. Aku benar-benar tidak habis pikir.

“Jika kau ingin menemuiku maka aku tidak mau kau temui tuan. Jadi kau bisa kembali sekarang,” ucapku sambil beranjak untuk menutup pintu.

Tapi belum sepenuhnya pintu tertutup, Adam berhasil menahan pintuku menggunakan kakinya. Aku menatapnya tajam dan dia hanya tersenyum menyebalkan. Sungguh rasanya aku ingin mencakar wajah tampannya saat ini juga.

“Bisakah kau pergi dari rumahku sekarang juga?” tanyaku tetap dengan nada datar yang sebenarnya adalah sebuah perintah.

“Oh tentunya tidak Hanna,” ucapnya lalu dengan tiba-tiba mendorong pintuku sehingga terbuka cukup lebar. Tak hanya sampai di situ, dia kemudian mendorongku dan mengunci tubuhku di tembok. Kedua tangannya berada di samping kanan dan kiri kepalaku.

Tinggiku yang hanya sampai pundaknya membuatku harus sedikit mendongak saat menatapnya. Sungguh aku benar-benar benci fakta bahwa dia sangat tinggi. Posisi seperti ini sungguh membuatku tidak nyaman.

“Apa yang kau lakukan Mr. Hemsworth? Apakah kau sudah gila, cepat lepaskan aku,” ucapku sambil berusaha mendorongnya tapi tentu hal itu tak membuahkan hasil. Dia tetap tak bergeser sedikitpun dari tempatnya.

“Aku memang sudah gila Hanna. Kau yang telah membuatku jadi gila. Sejak kemarin aku melihatmu, aku tak bisa menghilangkan wajahmu dari pikiranku,” ucapnya dengan mata yang tetap menatapku.

Adam mengalihkan pandangannya dari mataku sebentar ke bawah. Dan aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera kutendang perut ratanya menggunakan kakiku yang bebas. Adam terdorong ke belakang dan terjatuh, ya karena tendanganku cukup keras. Langsung saja kubalikkan tubuhnya dan kukunci tangannya ke belakang dengan posisi dia membungkuk di depanku.

Memangnya dia pikir aku siapa, bisa diintimidasi dengan begitu mudahnya. Selama beberapa tahun ini aku sudah mempelajari banyak bela diri. Aku harus bisa menjaga diriku sendiri, karena aku seorang CEO sebuah perusahaan besar. Dan kurasa usahaku selama ini sangat berguna dalam keadaan seperti ini.

“Kau pikir kau bisa mengancamku dengan mudah apa?” ucapku keras-keras di belakangnya dengan posisi yang masih seperti tadi. Saat dia bergerak sedikit saja langsung kutekan tangannya dengan kuat. Ternyata bajuku saat ini cukup membantu pergerakanku. Untung saja tadi aku sempat mengganti baju menggunakan celana pendek dan kaos oblong lengan pendek.

“Bagaimana aku bisa menyepelekan seorang wanita tangguh sepertimu Hanna,” ucapnya dengan sedikit tertawa.
Kalau dia sudah tahu wanita seperti apa aku, mengapa dia berani mendatangiku dan menggangguku. Sungguh tidak waras. Aku hanya memutar bola mata malas sambil melihat ke atas.

Tapi ternyata hal itu membuatku kecolongan. Aku sedikit melonggarkan kuncianku dan itu berhasil membuatnya membalikkan keadaan. Saat ini aku tepat berada di bawahnya dengan kedua tangan berada di atas kepala dikunci oleh tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menahan berat tubuhnya agar tidak menimpaku. Dan kedua kakinya tertekuk di samping pinggangku. Sungguh sial posisi ini.

Dan lihatlah dia semakin melebarkan seringaiannya. Membuatku muak saja. “Kau memang wanita tangguh dan juga ahli bela diri Hanna. Tapi ternyata kau cukup ceroboh. Benar-benar singa betina.”

Sudah cukup. Aku benar-benar muak mendengar perkataannya. Aku berusaha menggerakkan kedua kakiku tapi tidak bisa karena kakiku diduduki olehnya. Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku. Mengapa dia menggangguku di pagi yang cerah seperti ini.

“Bisakah kau melepaskanku, aku sungguh muak berada di bawahmu seperti ini,” ucapku dengan nada tinggi.

“Memangnya kenapa, apa kau lebih suka jika kau yang di atas. Hm sungguh menarik.”

What?

Apa yang dia pikirkan saat ini. Aku akan benar-benar membunuhnya jika dia sedang berpikiran kotor. Sungguh pria menyebalkan, dan aku semakin membencinya.

Adam melepas dasi yang ada di lehernya menggunakan tangan kiri yang tadi menahan tubuhnya. Kemudian diangkatnya sedikit tubuhku dan dia dengan mudahnya mengikat tanganku ke belakang. Bukankah dia sudah sangat keterlaluan.

“Apa yang kau lakukan hah? Cepat lepaskan aku!”

“Maafkan aku jika harus mengikat tanganmu, itu salahmu sendiri karena kau terus memberontak.”

Setelah selesai mengikat tanganku dia beralih mengangkat tubuhku seperti karung beras, dengan posisi kepala di belakang tubuhnya dan menghadap bawah. Sontak hal itu membuatku semakin kuat memberontak. Apakah dia gila, aku bisa pusing dibuatnya.

“Lepaskan aku dasar bajingan! Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?” tanyaku menggebu dengan kedua kaki yang tak hentinya menendang dada dan perutnya.
Tanpa bicara Adam mendudukkanku di sofa ruang tamu dengan wajah datarnya. Bukankah baru saja dia menunjukkan seringai menyebalkannya, mengapa sekarang berubah jadi wajah datar. Sungguh pria yang aneh.

“Diam!” ucapnya datar membuatku langsung terdiam. Aku bukannya takut, hanya saja kaget tiba-tiba dia mengubah sikapnya padaku. Apakah ini sifat aslinya atau memang aku yang sudah keterlaluan padanya. Tapi menurutku perlakuanku padanya sesuai dengan apa yang telah ia lakukan padaku.

“Jika kau diam aku akan melepaskan ikatanmu, jadi kumohon tenanglah sebentar saja,” ucapnya dengan sedikit meninggikan suaranya. Aku terdiam, sekali lagi bukan karena takut. Tapi karena posisi kami saat ini. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajahku, bahkan aku mampu merasakah napasnya yang mengenai wajahku. Sedangkan tangannya berada di kedua sisi tubuhku.

Menyadari aku yang sudah terdiam, Adam mengangkat tubuhnya berdiri dan beralih melepas ikatan tanganku. Kemudian dia beranjak duduk di sofa di depanku. Ditatapnya mataku dengan sangat dalam, sedangkan aku hanya menatapnya balik dengan datar.
“Aku kemari hanya ingin menawarkan sebuah usaha kerja sama padamu Mrs. Parker,” ucapnya memecah keheningan.
“Oh apakah usaha yang kau bicarakan itu adalah usahamu untuk mengganggu ketenanganku di pagi hari begini?” tanyaku ketus yang malah seperti sebuah pernyataan.

Dia menghela napas sebentar. “Aku tahu aku salah, jadi maaf. Aku tadi hanya ingin bercanda denganmu,” ucapnya berusaha membela perbuatannya padaku.
“Bercandamu sungguh tidak lucu Mr. Hemsworth,” jawabku sarkas tanpa melihat wajahnya.

Dia terlihat mengacak rambutnya dengan kasar, juga tak lupa helaan napas kasarnya. Aku rasa dia sudah benar-benar kesal padaku. Dan aku bersyukur akan itu, agar dia cepat-cepat pergi dari rumahku.
“Baiklah Hanna aku benar-benar minta maaf atas perlakuan kasarku padamu. Sekarang kita kembali ke tujuan utamaku kesini.” Adam menjeda kalimatnya sejenak untuk mengambil napas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya. “Aku ingin mengajakmu bekerja sama untuk membangun sebuah hotel mewah di Indonesia, dan kerja sama itu akan memberikan kita untung yang besar,” jelasnya yang membuatku sedikit tenang.

“Aku sudah mengajukan kerja sama ini pada ayahmu, dan dia sudah menyetujuinya. Dia memintaku menemuimu untuk mengurus semuanya,” jelasnya sekali lagi yang membuatku melotot tak percaya.

“Apakah ayahku benar-benar sudah menyetujuinya?” tanyaku tidak percaya.
“Ya itu semua benar. Jika kau ingin mendapat penjelasan yang lebih rinci, kau bisa datang ke kantorku siang ini,” ucapnya dengan senyuman tipis yang telah kembali menghiasi wajahnya.
Sungguh sebenarnya apa yang terjadi padaku saat ini. Mengapa aku bisa menjalin kerja sama dengan pria menyebalkan ini. Bagaimana aku bisa melakukan kerja sama dengan seseorang yang sangat aku benci melebihi apa pun. Memang ini salahku karena tidak pernah memberitahu Daddy tentang masa lalu kelamku, tapi mengapa aku harus kebetulan menjalin kerja sama dengan pria bajingan satu ini.

Aku yakin ini semua bukan sebuah kebetulan. Buktinya dia telah membeli apartement di bawahku, dan pasti kerja sama ini hanya siasatnya untuk mengusik hidupku. Bagaimana caraku mengatakan pada Daddy bahwa aku menolak kerja sama ini. Pasti Daddy bertanya-tanya apa alasanku menolak sedangkan tidak ada kerugian yang akan kudapat dengan menjalin kerja sama ini. Dan aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
Aku tidak mau membuat Daddy kawatir padaku. Kesehatannya sudah cukup buruk dan dengan mendengar penjelasanku tentang kisah masa lalu kelamku, aku yakin kesehatannya akan jauh memburuk. Dan aku tidak mau itu terjadi.

“Baiklah aku akan mendatangi kantormu nanti pada waktu makan siang. Tapi tunggu dulu, bukankah sekarang hari minggu apakah kantormu tidak libur?”
“Aku ini seorang bos nona jika kau lupa. Pekerjaanku terlalu banyak sehingga membuatku tidak memiliki hari libur tetap. Tapi tentu saja para pekerjaku sedang libur,” jawabnya dengan sedikit tertawa meremehkanku.

“Baiklah kalau begitu. Sekarang kau bisa pergi dari rumahku,” ucapku sambil berdiri.
Aku berjalan ke arah pintu kemudian membukanya, dan Adam mengikutiku tanpa suara. Syukurlah dia mau pergi saat kusuruh dengan cara halus. Jika tidak aku akan menggunakan cara kasar.

Aku mempersilahkannya keluar dan dia menurut saja. Saat aku hendak menutup pintu, tangannya menahannya sehingga pintuku tidak jadi tertutup.

Aku menatap wajahnya yang kini menampilkan seringainya. Apa lagi yang sebenarnya pria bajingan ini inginkan. Apakah dia belum puas menggangguku.
“Saat ini aku menuruti perkataanmu Hanna, tapi tidak untuk lain kali. Lagi pula aku benar-benar membeli tempat di bawahmu, dan aku bisa datang kapan saja,” ucapnya kemudian benar-benar pergi dari hadapanku.

Kututup pintu keras-keras karena rasa kesal. Langsung saja aku berjalan ke lantai atas menuju kamarku. Aku benar-benar kesal dengan sifatnya. Sungguh sebuah kesialan tak sengaja bertemu dengannya di toilet hotel kemarin. Seharusnya aku tak mengedepankan rasa ingin tahuku yang sukses menjerumuskanku pada kesialan. Andai saja aku menghiraukan suara aneh itu, pasti kesialan ini tidak akan menimpaku.

Kuhempaskan bokongku ke sofa yang ada di kamarku. Tempat duduk ini berada tepat di dekat kaca yang membuatku dengan leluasa dapat melihat pemandangan kota. Kuambil ponsel yang berada di sampingku dan langsung saja kutekan nomor seseorang.

“Apakah kau sudah menangkapnya?” tanyaku pada orang di seberang panggilan.

“...”

“Baiklah, cepat kau bawa dia ke tempat biasanya,” ucapku yang mengakhiri panggilan tersebut.

Memang saat ini aku sedang kesal karena perbuatan Adam tadi, tapi masih ada satu hal yang membuatku senang. Aku harus melakukan sesuatu agar kesenanganku itu bertambah. Dengan satu hal lagi yang akan kulakukan ini semua akan berakhir. Mereka akan mendapat pembalasanku.
Dengan cepat aku mandi di kamar mandi yang ada di kamarku, dan segera mengganti bajuku dengan pakaian formal. Kupakai make up tipis pada wajahku agar terlihat segar. Kemudian kuambil salah satu tas yang berada di rak, kusesuaikan dengan pakaian yang kupakai.

Aku sudah terlihat sempurna dengan terusan kaos berwarna hitam dengan desain rapi namun tetap terlihat elegan. Tak lupa sebuah tote bag yang juga berwarna hitam di tanganku. Hal itu kusempurnakan dengan sepasang sneaker berwarna abu-abu. Hari ini hari minggu, dan aku sedang malas menggunakan sepatu berhak tinggi.

 Hari ini hari minggu, dan aku sedang malas menggunakan sepatu berhak tinggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Segera kuambil kunci mobilku di atas nakas dan langsung beranjak keluar. Saat sudah sampai di lift segera kutekan tombol ke lantai paling bawah. Tempat tinggalku yang berada di lantai paling atas membuat lift bergerak cukup lama. Untung saja aku memakai lift khusus yang disediakan untuk orang tertentu sehingga aku tidak harus berdesakan dengan orang lain.

Setelah aku sampai di bawah langsung saja aku menuju tempat parkir di mana mobilku terparkir rapi. Kali ini aku memakai sebuah mobil sport berwarna hitam yang atapnya kuturunkan. Kurasa mobil ini yang paling cocok dengan penampilanku saat ini. Memang aku memiliki beberapa mobil lainnya yang terparkir rapi di tempat parkir ini. Dan semua tentunya mobil mewah.
Setelah masuk ke dalam mobil, langsung kunyalakan mesinnya dan kuinjak pedal gas perlahan. Aku memacu mobilku dengan kecepatan sedang, karena suasana hatiku cukup baik. Aku tidak mau merusak suasana dengan kebut-kebutan di jalan yang akan membuat pengendara lain mengumpat padaku.

Kujalankan mobilku ke arah pinggiran kota. Ya, aku menuju tempat yang sama dengan yang beberapa hari lalu kukunjungi. Tempat terkutuk bagi sebagian orang, apa lagi kalau bukan rumah sakit jiwa. Dan kalian pasti tahu apa yang akan kulakukan di sana. Apalagi jika tidak menyaksikan anak buahku menyiksa orang. Dan kini aku mendapatkan tangkapan bagus untuk disiksa.

Akhirnya aku sampai di tempat tersebut. Dari luar rumah sakit ini terlihat seperti rumah sakit jiwa pada umumnya. Memang rumah sakit jiwa ini adalah sebuah rumah sakit biasa. Di sana menampung banyak orang yang mengalami gangguan mental. Tapi tentu aku menambahkan beberapa hal yang istimewa di rumah sakit tersebut. Rumah sakit ini kugunakan untuk mengurung mereka yang telah aku siksa sedemikian rupa.

Setelah keluar dari mobil aku langsung berjalan ke sisi kanan rumah sakit tersebut. Di sana ada sebuah bangunan kecil yang menjadi satu dengan bangunan rumah sakit. Setelah aku berhasil masuk aku disuguhi sebuah lorong panjang dengan pencahayaan yang temaram. Aku berjalan menyusuri lorong tersebut dalam diam. Akhirnya aku sampai di ujung. Di ujung lorong tadi tampak sebuah rumah tua yang dikelilingi oleh hutan.

Aku segera menuju ke rumah itu, dan masuk ke dalamnya. Saat sudah berada di dalam aku melihat empat pria yang merupakan anak buahku tengah menyiksa seorang wanita berambut panjang yang tengah terduduk di lantai. Aku menghampiri mereka, dan langsung saja anak buahku memberi hormat padaku.

Kuposisikan tubuhku tepat di depan wanita tadi dan tersenyum. “Lama tidak berjumpa Grace,” ucapku yang membuat wanita itu langsung menatapku.
Dia terkejut. Pastinya, siapa yang tak akan terkejut melihat orang yang dulu kau siksa kini berbalik menyiksamu. Pastinya kalian juga akan sangat terkejut jika mengalami hal itu.

“Hanna, jadi kau yang melakukan semua ini padaku,” tanyanya dengan sedikit bergetar tak lupa air mata yang juga turut menghiasi wajah cantiknya.
“Tentu saja Grace ku yang manis. Memangnya siapa lagi yang berani menculik putri seorang pengusaha besar sepertimu? Tentunya orang yang jauh berkuasa bukan?” ucapku dengan sedikit membungkukkan badan dan juga mengelus wajahnya perlahan.

“Kumohon maafkan aku Hanna, dan juga lepaskan aku,” mohonnya dengan mata berkaca-kaca.

Aku hanya tersenyum sambil mencengkeram rahangnya lebih keras. “Memangnya apa yang kau lakukan dulu saat aku tengah memohon ampun darimu hah? Apakah kau melepaskanku, tidak bukan. Dan sekarang kau memintaku untuk melepaskanmu? Tidak akan pernah nona,” ucapku sambil menghempaskan wajahnya dan kembali berdiri.
Aku menatap salah satu anak buahku dengan dingin. “Kau lakukan seperti biasa. Dan setelah satu bulan bawa dia ke rumah sakit jiwa menyusul kedua temannya,” ucapku final yang diangguki oleh anak buahku tadi.

Setelah itu aku langsung keluar dari tempat kotor itu. Aku tidak memedulikan teriakan minta ampun dari Grace yang semakin terdengar memilukan. Aku tetap melanjutkan langkahku dengan tatapan datar.

Aku benci wanita itu, dan aku tidak akan melihat wajah kotornya lama-lama. Atau kenangan masa lalu itu akan terus menghantuiku.

Sekarang semua telah usai. Mereka semua telah mendapat balasan dariku.

Oh kurasa masih kurang. Ada seseorang lagi yang pantas mendapat pembalasanku. Apakah aku harus membalasnya juga? Kurasa iya, tapi dengan cara yang berbeda.

Tunggu saja aku.



Tbc








Kembali lagi dengan author abal-abal
Jangan lupa vote and coment
Dan juga berikan kritik dan sarannya
Maafkan author yang tidak pandai membuat authore note:v
Salam sayang zyowl:v

11 Juni 2020

NyctophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang