DUA

42 17 1
                                    

Ervan memasuki rumahnya dan langsung melempar tasnya ke sopa yang ada di ruang tamu kemudian mendudukkan dirinya sambil mendongak menatap langit - langit rumahnya.

Sepi. Seperti itulah suasana yang menggambarkan rumahnya setiap hari, walaupun rumahnya terbilang sangat luas dan nyaman. Hanya Ervan dan beberapa pelayan yang tinggal di sini.

Ervan memang tidak tinggal bersama keluarganya, bukan ia tidak mau tapi keluarganya lah yang tidak menginginkannya. Memang sejak ayahnya meninggal 3 tahun yang lalu semua keluarganya membencinya akibat kesalah pahaman, semua menyalahkannya atas kematian ayahnya, mereka pikir Ervan lah penyebab ayahnya meninggal.

Bahkan ibunya sendiri membencinya enggang untuk bertemu dengannya, jangangkan bertemu melihat Ervan saja sudah membuat ibunya muak.

Ervan tidak masalah jika keluarganya menjauhinya, untuk apa ia hidup dengan orang - orang yang membencinya, walaupun begitu kakeknya tetap mengirim uang untuknya tiap bulan dan memberikannya tempat tinggal.

Ervan menghelah napas, memikirkan itu tiba - tiba membuat kepalanya pusing. Kemudian ia bangkit dari sopa dan berjalan menuju kamarnya.

Tiba di kamarnya Ervan segera membersihkan dirinya karena tubuhnya sangat lengket akibat membantu Dean mencari kalung di taman belakang sekolah tadi dan berakhir dengan ia mengantar gadis itu pulang.

Memikirkan gadis itu membuat Ervan tersenyum entah mengapa segala tingkah gadis bertubuh mungil itu mampu membuatnya tersenyum padahal sudah lama senyum itu hilang dari dirinya ia saja tidak mengingat kapan terakhir kalinya ia tersenyum.

Tidak ingin berlama - lama memikirkan gadis itu, ia segera masuk ke kamar mandi. Bisa - bisa ia gila di buatnya.

****

Dean berjalan dikoridor dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya sambil menyapa beberapa orang yang ia kenal dan tidak lama kemudian ia sampai di depan pintu kelasnya yang diatasnya bertuliskan XI IPA 2 kemudian ia masuk kedalam kelas, belum sempat ia duduk para sahabatnya sudah memberinya berbagai pertanyaan perihal kemarin dirinya bolos setelah istirahat.

"Kemarin Lo kemana sih de, kok bisa - bisanya sih Lo bolos ?" Tanya cewek dengan rambut sebahu melihat sahabatnya yang baru saja datang. Dia Citra Anastasya, salah satu sahabat Dean, dia orangnya perhatian dan paling dekat dengan Dean di banding yang lain.

"Lo tau nggak kemarin kita tu panik banget nyariin lo kirain Lo diculik" ujar cewek yang duduk di dekat Citra. Dia Tiana Adelia, orangnya cerewet tapi dia adalah sahabat yang baik bagi dean.

"Iya de, Tara aja sampai nangis lo enggak ada" ucap cewe dengan cermin di tangannya namanya Hana Angelina, dia itu orangnya ribet kemana - mana harus bawa cermin, bahkan akan sangat marah kalau ada yang berani mecahin  cerminya.

Sedangkan yang baru saja di sebut namanya hanya mendengus, kesal dengan perkataan sahabatnya padahal yang kemarin menangis bukan dirinya melainkan Hana sendiri. Tara Ellana, panggilannya Tara, dia itu orangnya galak juga jutek jadi orang - orang enggan berurusan dengannya.

"Bukannya kemarin lo yang nangis" ucap Tara kepada Hana.

"Apaan sih Lo, gue nggak nangis ya"

"Ngaku aja deh Lo nggak usah malu Lo biasanya juga malu - maluin"

"Nggak usah nuduh deh Lo"

"Gue enggak nuduh itu emang kenyataannya"

"Udah jangan berantem Lo berdua, mending kita dengar penjelasan dari dean" ucap Citra melerai keduanya karena kalau tidak segera di hentikan perdebatan mereka, bisa - bisa kupingnya sakit mendengar mereka adu mulut.

ERVAN (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang