Angin musim dingin membawamu ke sini, di tempat ini satu detik lalu, kau pergi saat kumenutup mata, mimpiku terabaikan, kini dapatkah kau bangunkanku dari mimpi indah yang mulai membutakan mataku ini? Karena telah lelah kuberlari dari rasa yang harus kubatasi, dan hingga saat ini pun kau mampu menawarkan rasa cinta dalam hati, aku tak tahu harus bagaimana untuk raba mimpi atau nyata untuk bedakan rasa sayang atau cinta yang sebenarnya. Dan kini ketika kusadar, kusudah terbangun dari fatamorganaku, akan keindahan dirimu. Kamu yang membatasiku dari dunia nyata atau yang kini membelengguku dari dunia khayal yang fana?
Entah itu puisi atau sajak, yang ku tahu, aku mulai menyukainya, dan cerita ini berawal dari kesalahanku mengumpulkan tugas puisi ini dari Pak Dong Won, karena semalam aku sangat lelah. Tugas yang harus kukumpulkan hari ini--kertas tugasnya--malah kutulis sesuatu yang kuanggap puisi tapi kurasa setiap bait yang kutulis memang sedikit rancu, atau terkesan membingungkan.
Sebenarnya aku tidak suka menulis puisi (poetry), prosa (prose) atau bahkan poem (sastra). Aku terjebak di sekolah ini, itu semua karena dua sahabatku. Memang semua itu salahku, kenapa dari dulu aku tidak pernah punya pendirian, dari ketiga poetry, prose dan poem itu, kenyataannya mereka sangatlah membingunkan tapi menyimpan banyak makna yang susah untuk diutarakan. Bahkan dari ketiganya, aku sampai hari ini pun masih sulit untuk membedakan makna yang tersirat di dalamnya seperti layaknya perasaanku ini. Lelaki bodoh dan kikuk penyuka semangka dan tawamu.
"Mark Lee, di mana dia," seru Pak Dong Won di depan kelas. Beliau memanggilku.
"Saya, Pak," balasku sembari mengangkat tangan kananku.
"Ayo, ikut Bapak sebentar ke ruang guru," ujar Pak Dong won padaku.
"Aduh kenapa lagi gue? Ketiduran di kelas perasaan enggak, bayar SPP udah semua gak ada yang gue tilep duitnya." Aku mengekori Pak Dong Won sembari berpikir dan bergumam di dalam hati. Tanpa sadar aku terus menggaruk garuk kepala, sampai sampai tidak melihat ke jalan saat melangkahkan kaki di koridor kelas.
*Bug!"Aduh, sakit," keluh seseorang. Spontan aku membantunya berdiri.
"Duh ... maaf, maaf Miss Jepang, eh Rasya? Are you okay gurl?" Aku meraih tangannya. Rasya ini sahabatku sedari SMP, dan saat ini kami masuk ke SMA yang sama SMA Shinwa di daerah Namwon.
"Menurut luh gimana dakh malih?" ucapnya."Lagi bengong ya? Jangan sering sering bengong sambil jalan donk, bahaya tau!" lanjutnya.
"Bahayanya ngapa dakh Sya?" tanyaku padanya.
"Anak ayam tetangga gue, bengong sambil jalan trus ketabrak odong-odong, serem gak tuh?"
"Hahaha, Luh mah masa sakit-sakit masih sempet-sempetnya ngelawak. Btw bisa jalan gak, mau gue gendong gak Sya ke UKS-nya?"
"Gak usah, gak usah gue bisa jalan sendiri kok, btw kayanya Luh mo ke mana?" tanya Rasya padaku. Seketika aku terkejut setelah mengingat tujuanku.
"Oh, iya lupa. Duh ... bisa gawat ini, ya udah gue duluan ya Sya, btw sorry yang tadi."
Layaknya dikejar hantu aku berlari sampai terengah-engah ke ruang guru.
Sesampaiku di depan ruang guru, aku mengatur napas sebelum akhirnya mengetukkan punggung tanganku pada daun pintu.
*Tokk tokk tokk!
"Permisi Pak."
"Mark Lee," panggil Pak Dong Won padaku.
"Iya Pak, saya."
"Kemari," pintanya. "Bantuin bapak ya, sedikit kok ini," ucap Pak Dong Won sambil cengengesan dia minta tolong.
"Minta tolong ngapain nih, Pak." Di dalam hatiku berteriak why always me whyyyyy?
"Bantuin Bapak, bagiin tugas buat kelas sebelah, ya. Pinggang Bapak takut encok kalo bawa beginian, hahahaha."
"Kirain tugas saya bermasalah. Oke lah Pak kalo begitu doank mah saya anterin sini."
Sambil menggerutu di dalam hati aku membawa dua box besar lembar tugas sastra untuk kelas XI-A, tepat di sebelah kelasku.
"Ini kayanya dia sentimen deh. Ini mah bermasalah bener tugas gue, kayanya emang gak bakat gue masuk sekolah seni. Terus ini nih, katanya sedikit. Lah ini dua box begini dibilang sedikit. Tugas apaan ya nih, bikin sastra era Joseon apa?" Sembari berjalan keluar ruang guru aku tidak ada berhentinya menggerutu.
*Gubrakkk
"Yaelah demen banget sih gue nabrak orang," gumamku.
"Aduh sorry sorry, maaf, sakit gak? Saya ketutupan box gak kelihatan sorry."
"Duh, iya gak papa," sahutnya sambil agak sedikit mengerang kesakitan
"Aku bantuin, bisa jalan gak?"Dan ketika wajah orang yang kutabrak itu mengangkat wajahnya, seketika itu juga waktu terasa berhenti berputar. Seorang gadis bermata cokelat, pipi chubby dan bibir kecil itu memegang lututnya sambil menatapku.
"Kau manis sekali." Aku bergumam dalam hati. Itu benar. Wajahnya tetap cantik bahkan ketika kesakitan seperti itu pun dia masih terlihat sangat manis.Tanpa sadar aku mengulurkan tangan setekah meletakkan box yang tadi kubawa. "Aku Mark nama kamu siapa?"
Sebentar ... sebentar ... kok kesannya kek modus yah? Aku menggaruk kepala, bingung sendiri.
"Kamu gak papa? Tadi tuh sorry banget, aku beneran gak sengaja banget. Tadi tuh mungkin aku gagal fokus yah trus jalan jadinya nabrak," ucapku sembari memasang senyum.
"Bisa jalan gak, apa mau aku gendong sampe UKS?" Bicaraku sudah mulai ngelantur karena kikuknya aku saat ini. Dan gadis yang kutabrak hanya senyum ramah.
"Iya, gak papa kok, Saya duluan ya ke kelas. Em ... kamu mau masuk sini? apa perlu saya bantu bawain?" tawarnya padaku.
"Eng ... enggak, enggak. Gak papa kok, its okay sekali lagi aku minta maaf, ya."
"Ya udah, aku duluan, ya." Dia membungkuk lalu berlalu dari hadapanku. Aku masih mengaguminya sampai-sampai mematung di depan pintu kelas.
Dia manis sangat manis. Apa ini yang disebut shining, shimering splendid? Waaah .... Daebak.
"Yaa ampun barusan itu apa ya? Sering banget gue nabrak orang, tapi yang ini kek bidadari sorga, ini petaka atau anugerah sih? Atau jangan jangan ini jodoh yang sengaja dipertemukan tuhan. Ini rasanya seperti adegan drama yang sering kutonton di tv," gumamku sambil jalan memasuki kelas entah kenapa aku cengengesan tidak jelas sampai lupa bahwa box yang kupegang tadi masih tertinggal di luar kelas.
***
Baru perkenalan sampai di sini. Semoga kalian suka, happy reading ^_^07 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulip Poem [Mark Lee]
Fanfiction[ On Going] Kisah si kikuk pengagum semangka pembenci sastra, yang hanya menyukai senyuman Nona Tulip. Aku suka caramu berjalan, yang menuntunku ke dalam senyummu yang menawan -Mark Lee-