3.

36 8 11
                                    

Ada banyak kisah dibalik kisah yang sedang diceritakan

Arunika benar benar tak habis pikir dengan kelakuan kakak kelas nya yang satu ini, tidak di sekolah tidak di media sosial kakak kelas nya ini tidak membiarkan hidupnya untuk tenang walau semenit saja.

Mata nya membulat sempurna saat melihat Senandika sedang asik masak bersama dengan Maria, mulutnya sempurna menganga saat Senandika tertawa ria bersama Aksara. Dirinya benar benar tak bisa menyembunyikan ekpresi terkejut dari wajah cantiknya.

Maria ibu nya yang terkenal dingin dan tak acuh pada teman laki laki nya saat ini malah terlihat seperti menemukan kembali anak nya yang telah lama hilang. Aksara yang galak dan garang harus Arunika akui kali ini abang nya yang menyebalkan terlihat sangat tampan dan manis.

"Eh itu Ade, sini de Dira bantu Mama masak loh, " ucap Maria melambaikan tangannya pada Arunika, Arunika menatap aneh kepada Maria. Wajah nya saat itu benar benar tak terdefinisi.

"Nah adek gue udah keluar tuh dari kuburannya, "sambung Aksara membuat Arunika semakin menatap aneh kedua orang itu. Dia benar benar tak habis pikir dengan Senandika bisa bisa nya laki laki itu membuat kedua orang di hidupnya menjadi berubah seratus delapan puluh derajat.

"Eh kamu udah siap? Aku nungguin daritadi teh," Senandika tersenyum menggoda sembari mengedipkan sebelah matanya, membuat Arunika jijik sekaligus mual seketika. Senandika melepas celemek yang di pake nya kemudian pergi menghampiri Arunika sebelumnya ia izin dulu kepada Maria.

Arunika yang merasa mulai didekati Senandika mulai berjalan mundur hendak kembali menuju tempat bertapa nya, merasa ada pergerakan yang arah nya berlawanan dari arah dirinya datang lantas Senandika langsung berhenti.

"Tenang aja atuh, sama aku juga ga akan di apa apain." dengan nada aneh dan aksen yang bahkan lebih aneh daripada nada bicaranya Senandika benar benar tidak kembali mendekati Arunika.

"Hih, lo mau ngapain kesini?" tanya Arunika tak bisa tidak menyembunyikan rasa jijiknya pada Senandika. Bukannya merasa tak enak laki laki itu malah tertawa kecil, ada perasaan senang dalam hatinya saat melihat Arunika. Dia benar benar gadis yang langka.

"Kan sebelumnya aku udah ngomong sama kamu mau kesini,"jelas Senandika mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan room chat Arunika."Tapi sama kamu cuman di read doang, dan aku simpulkan kalau itu tandanya 'iya boleh', " lanjut Senandika.

"Ai kamu stres?" tanya Arunika membuat  Senandika, Aksara bahkan Maria tertawa. Namun tak lama tawa Maria tak terdengar lagi wanita yang usia nya berkepala empat itu malah menegur Arunika karena tidak sopan terhadap tamu nya. Bagaimana pun Senandika adalah tamu nya dan tamu harus sangat dimuliakan.

"Jadi gimana? Kamu mau pake baju tidur aja? Aku mah ga masalah, " tanya Senandika.

"Gue gak mau keluar, lagian ini udah malem, Mama pasti nggak ngizinin apalagi Bang Aksara" Arunika menjawab nya dengan mantap, membuat Senandika menahan tawanya kemudian menoleh ke arah dua orang yang sedang sibuk memperhatikan mereka dan Senandika dengan langkah yang mantap mulai mendekati Maria juga Aksara.

"Keluar aja de gapapa asal jangan sampai larut banget, " ujar Maria "Loh mah? Aku anak gadis looo iniii,,, " gerutu Arunika sembari menghentak hentakan kaki nya seperti anak kecil yang tidak boleh memakan permen oleh orang tuanya.

"Iya de lo keluar aja sana, gara gara lo diem di rumah mulu rumah jadi bau bangke" Sambung Aksara. "Bang! Biasanya juga lo galak kayak singa lagi PMS lah sekarang kok lo malah ngizinin? " Arunika semakin frustasi, dia tak bisa berbuat apa apa lagi akhirnya dengan pasrah dia kembali kedalam kamarnya dan mengganti pakaian tidurnya dengan outfit yang biasa ia pakai untuk pergi hangout.

"Makasih tante mama makasih juga bang Aksa, Dira sayang kalian" ujar Senandika memberikan senyuman penuh bahagia.

Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk Arunika bersiap, akhirnya tak lama Arunika datang. Senyuman Senandika semakin melebar rona kebahagiaan tampak dari garis garis wajah yang timbul akibat senyuman lebar nya.

"Kamu yakin ga akan pake jaket? Di luar dingin loh,,, ooh ini mah ngodein aku ya biar aku ngasih jaket aku ke kamu?" Senandika tertawa kecil kemudian meraih tangan Arunika namun cepat cepat Senandika lepaskan kembali.

"Eh aku boleh megang tangan kamu ga nih?",Wajah Arunika refleks memerah, pipinya merona. Membuat Senandika semakin gemas dibuatnya.

"Gue tunggu di luar!" ketus Arunika mencoba menutupi wajah nya yang semakin memerah.

"Bang Aksa, Tante Mama Dira pegi dulu ya,, "

Ada rasa aneh yang tidak bisa Arunika definisikan antara bahagia kesal malu semuanya menyatu menjadi satu, sudah seperti es campur yang biasa amang amang jual di pasar. Berbagai macam bahan dan rasanya namun mempu menciptakan sesuatu yang baru bahkan banyak digemari oleh orang orang.

Sambil terus menunggu Senandika secara spontan Arunika menggosok kedua lengan atasnya, udara dingin di malam ini mampu membuat bulu bulu kuduk Arunika menegang.Setelah seperkian detik Arunika menunggu, akhirnya Senandika menunjukkan barang hidung nya.

"Tuh ya kamu mah udah aku bilang buat pake jaket malah ga pake, beneran ngodein aku ini mah" Senandika melepas jaket jeans nya dan memakaikannya pada Arunika.

"Makasih, ayo jalan cepetan" sama seperti sebelumnya Arunika masih berkata ketus kepada Senandika, namun lagi lagi Senandika terus membuat nya blushing.

"Saking ngebet nya pengen jalan sama aku ya itu teh?" tawa Senandika pecah seketika kemudian mulai berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah Arunika.

Entah angin apa yang menghampiri Arunika, tampaknya dia mulai merasa nyaman di dekat Senandika. Ada perasaan hangat yang timbul dari kakak kelas nya ini. Padahal baru beberapa hati yang lalu Arunika mengenal Senandika namun ia mulai merasakan perasaan aman dan nyaman pada nya. Rasanya seperti memeiliki seseorang yang selamanya akan terus berada disisi mu menemani hari hari mu.

Dan ini kali pertamanya Senandika datang ke mengunjungi Arunika dan bisa sedekat ini dengannya. Padahal biasanya Senandika hanya menyapa Arunika saja jika kebetulan berpapasan dengannya, tapi entah apa yang mendorong laki-laki itu datang.

Entahlah, soal hati dan jalan pikiran manusia tidak akan ada yang bisa menerka nya kecuali Tuhan.

pancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang