6

15 2 0
                                    

Karena ga semua orang bisa keluar dari rasa sakit yang menderanya di masa lalu

Dia benar-benar mengunci dirinya dalam toilet sekolah, tak ingin ia melangkah kan kaki keluar walau itu harus hanya selangkah.Perasaan nya saat ini sangat sulit di definisikan antara kesal, marah, kecewa, putus asa, menyesal entah lah semuanya bercampur menjadi satu. Dia terus menggigit bibir bawah nya takut takut dirinya malah mengeluarkan suara sesegukan.

Sudah lama dirinya mengurung diri di dalam toilet, ponselnya pun masih terus bergetar memberi tanda bahwasanya ada pesan yang masuk, namun Arunika tidak peduli.

Saat ini dia sangat benar benar menyesali perbuatan nya di masa lalu, benar benar tidak bisa ditoleransi apalagi di maafkan tapi apakah dia salah jika ingin memperbaiki nya? Terlambat memang tapi bukan kah itu lebih baik daripada sama sekali tidak ia perbaiki dan malah terus berada dalam jeruji keburukan?

Memang dia dulu sangat buruk,kelakuan nya kerap kali membuat semua orang muak dan marah.Namun sekarang dia tidak lagi seperti itu,apa harus seseorang yang sedang berusaha menjadi lebih baik dihakimi seperti itu hanya karena kesalahan nya yang dulu?Dia sedang berusaha untuk memperbaiki semuanya dengan belajar untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Dan orang orang hanya tau bagaimana cara menghakimi seseorang tanpa tau betapa kerasnya seseorang itu berjuang melepaskan diri dari jeratan perih nya masa lalu.

Tes

Tetesan darah mulai jatuh dari bibir bawah Arunika, bukan nya berhenti menggigit bibir nya,Arunika malah memperkuat gigitannya,darah segar pun terus menetes dari bibir nya. Berbarengan dengan air mata nya yang tak henti henti nya mengucur, semakin dirinya mengingat kejadian yang telah berlalu semakin deras air mata yang terus berjatuhan dari matanya.

Ponsel nya terus bergetar membuat Arunika semakin hilang kendali,tanpa berpikir panjang Arunika segera membanting handphone. Semua isi dari handphone nya berhamburan di lantai toilet tempat Arunika saat ini diam, untung nya tidak ada satu orang pun disana yang mendengar suara dari handphone itu.

Bel pulang sekolah pun berbunyi, Senandika yang sedari tadi mencemaskan pasal keadaan Arunika dan terus terjebak dengan guru mata pelajaran Biologi -Bu Hani- akhirnya bisa bebas untuk dirinya mencari keberadaan  Arunika. Pikiran nya sangat kalut, rasa takut pun tak bisa ia elakkan dari hati dan perasaannya. Ia benar-benar sangat gelisah karena sudah beberapa kali ia menghubungi Arunika yang menjawab nya lagi lagi si operator.

"Jia kan? Gimana Arunika udah ketemu?" tanya Senandika dengan nafas yang terdengar tersenggal senggal. Jia menatap panik ke arah Senandika, dia sama khawatirnya dengan Senandika karena sudah beberapa kali Jia menghubungi Arunika hasilnya tetap nihil.

"Jingga mana? Dia udah dapet kabar soal Arunika?" Senandika menatap ke arah belakang Jia karena biasanya gadis blasteran Jepang itu selalu berjalan tepat di belakang Jia, Namun kali ini Senandika tak melihat ada nya keberadaan Jingga.

"Dia pulang duluan, dia malah kehasut sama omongan orang sialan tadi." Jelas Jia bisa terdengar dari kalimatnya bahwa perempuan tomboy itu merasa marah sekaligus kecewa kepada sahabatnya.

"Ck!" decak Senandika sembari meremas rambut nya frustasi, dia benar benar tak habis pikir dengan Jingga. Sahabat nya sedang kesusahan dia malah pergi begitu saja tanpa membantu apa apa.

"Kak, gue bener bener khawatir sama Arunika. Dia bisa ngelakuin apa aja apalagi dalam keadaan nya yang kayak gini" ujar Jia, karena memang Jia adalah satu satu nya orang yang tahu bagaimana masa lalu Arunika, dan dia orang yang memang bisa menerima seseorang apa adanya tak memandang latar belakang orang itu bagaimana, kecuali jika memang orang itu bisa menjadi toxic di hidup nya.

"Lo udah cari dia?" tanya Senandika, Jia langsung menggeleng. "Setelah istirahat niat gue nyari dia, tapi Jingga malah maksa gue buat nyeritain apa maksud dari kata kata orang sinting tadi" jelas Jia. Senandika mengangguk paham.

"Bro! Jadikan kita ngejenguk Haikal?" seseorang datang dari belakang menepuk pundak Senandika, refleks Senandika menoleh ke arah orang itu. Gibran, salah satu sahabat Senandika yang memang sudah bersahabat cukup lama dengannya.

"Hari ini gue ga bisa,,, Jia lo cari dia di kesana gue bakal cari dia kesana ok?" Senandika menunjuk ke arah yang berlawanan dengan Jia, dengan cepat Jia mengangguk "Sorry bro, ada yang harus gue urus. Lo duluan aja" Lanjut Senandika yang kemudian pergi meninggalkan Gibran yang kebingungan.

"Hei, lo" Gibran menahan lengan Jia, refleks gadis itu berhenti dan menatap tajam ke arah Gibran, seketika itu juga Jia menepis tangan Gibran. "Gue sibuk, sorry" ketus Jia menjawab. Padahal yang sedang ia hadapi ini adalah salah satu orang yang ia sukai.

"Mau gue temenin? Itung itung gue nungguin sahabat gue" tawar Gibran, "Terserah" jawab Jia lalu pergi melanjutkan perjalanan nya mencari Arunika diikuti dengan Gibran.

Senandika terus berlari melewati koridor sesekali ia mengecek ke setiap ruangan, barangkali Arunika ada disana. Namun hasilnya nihil. Dia pun memutuskan untuk mencari Arunika di gudang atau mungkin di toilet.

Saat sampai di gudang, Senandika tak melihat ada tanda tanda kehidupan disana. Semuanya gelap nyaris tidak ada cahaya setitik pun. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari Arunika di toilet. Pintu toilet tertutup semua, ia mulai menyusuri satu persatu. Membuka setiap pintu dengan perlahan dan hati hati dan Senandika pun menemukan salah satu pintu yang tak bisa ia buka, otomatis pintu nya pasti terkunci dari dalam.

Dia terus memaksa membuka pintu tersebut karena tak ada respon akhirnya ia menggedor gedor pintu itu.Namun ia pikir tindakan nya itu salah, hingga dia pun memutuskan untuk berhenti menggedor.

Sesaat dia terdiam, hatinya benar benar terasa sakit mengetahui Arunika yang seperti ini. Dia pun mencoba mulai memanggil gadis tersebut dengan sangat lembut dan pelan.

"Arunika, kamu di dalam?" panggil Senandika pelan, masih tidak ada respon dari dalam.

"Buka pintu nya, ada aku disini kamu ga usah takut"

Namun masih tidak ada respon dari sana,akhirnya tanpa berpikir panjang lagi karena pikiran nya sudah sangat gelisah Senandika pun memutuskan untuk mendobrak pintu itu. Arunika ada disana keadaannya benar benar kacau, rambutnya yang biasanya tertata rapi kali ini terlihat berantakan tak karuan. Seragam nya pun kusut dan tampak kotor terlihat disana ada tetesan darah yang sudah mengering.

Segera Senandika memeluk gadis tersebut, perlahan ia mencoba mengangkat wajah Arunika.Diusap nya pelan wajah gadis tersebut hingga jemari nya berhenti tepat di bibir Arunika.

"Bibir kamu luka,"ucap Senandika menyentuh pelan bibir bawah Arunika yang terluka, darah nya menempel tepat di ibu jari Senandika.

"Kamu aman sekarang, kamu punya aku." Senandika kembali mendekap Arunika sembari mengelus pelan puncak kepala Arunika.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

pancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang