Prolog.

96 13 20
                                    

"Maaf, author sengaja trailernya ini. Hehe, semoga kalian menikmati ceritanya."

Seorang gadis berambut panjang yang dikuncir kuda menjuntai ke punggungnya, bibir berwarna merah leci dan pipi tirus yang berwarna pink alami itu memang sempurna untuk dikatakan sangat menawan, terlebih lagi liontin yang selalu dia pakai, menambahkan kesan mempesona dirinya.

Namanya Tasya  laodya, dia seorang gadis sederhana dan sangat baik. Namun tak peduli seberapa gadis itu baik dan rupawan, banyak yang tidak menyukainya. Dia memang cantik, jelas semua orang menyetujui hal itu. Namun karna sikap yang terlalu polos, dan pakaiannya sangat lah polos, membuat ia terlihat seperti gadis cupu, terlebih rambut yang dikuncir nya. Itu benar-benar memberikan kesan cupu berlebih di dirinya.

"Tasya?" Panggil Naila tiba-tiba, membuat Tasya yang sedang fokus mencari buku menjadi tersentak kaget.

"Aduh! Kaget! Ah... Naila, Lo kagetin gue aja." Ucap Tasya dengan lembut, bahkan sangat lembut bagi naila.

"Hehe maaf, Lo lagi nyari novel ya?" Tebak Naila namun tak digubris oleh Tasya sama sekali.

"Eh sya, nanti main kerumah gue boleh? Udah lama lho, Lo gak main di rumah gue." Lanjut Naila.

"Gue mau nai--" gantung Tasya lalu terdiam.

Ia baru ingat. Terakhir ia bermain ke rumahnya Naila itu beberapa bulan yang lalu. Namun itulah momen yang sangat tidak disukai Tasya.

Saat itu Tasya memang bermain ke rumahnya Naila. Namun sayangnya ketika Tasya bermain di rumahnya Naila, Tasya tiba-tiba saja di telfon oleh kakaknya Kesya disuruh ke rumah sakit dimana tempat bundanya dirawat. Kakaknya itu bilang jika bunda Tasya yaitu Tesya meninggal dunia karena penyakit leukemia yang ia derita.

Tasya cukup terguncang atas berita itu. Namun Tasya berusaha keras untuk tegar agar tidak goyah, ia tak suka dengan kata menyerah di dirinya. Namun tetap saja, kata 'kehilangan' itu benar-benar bisa membuat seseorang terpuruk cukup lama. Itulah yang terjadi di Tasya, yang saat ini menjadi ingat dengan ibundanya itu.

"Sya?" Naila melambaikan tangan nya ke mata Tasya, lantas Tasya pun menggelengkan kepalanya.

"Hah? Mm... Keknya nggak bisa deh nai, maaf." Ucap Tasya tak enak.

"Lho? Kenapa? Bukannya Lo suka ya ke rumah gue?" Tanya Naila.

"Mm... Gimana ya nai? Gue itu--" gantung Tasya ketika mereka mendengar suara gaduh di luar perpustakaan.

Jelas Tasya dan naila keluar untuk memeriksa ada apa. Namun sayang suara itu sudah tak ada, suara itu sudah menghilang ditelan lorong.

"Ada apa sih kok rame-rame?" Tanya Tasya sambil memperhatikan ke lorong yang sudah menelan suara itu dengan cepat.

"Gak tahu tuh--kan, gue lupa!" Pekik naila, lalu langsung berlari ke sumber suara itu.

Tentu saja Tasya mengikuti langkah lari sahabatnya itu. Tasya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa bisa naik bisa sampai begitu?

Tasya sampai di kantin. Kantin begitu ramai, dipenuhi gadis-gadis yang mengerumuni satu meja. Meja itu tampak di tengah-tengah kantin, sangat tidak memungkinkan jika orang itu adalah orang biasa. Pasti ada sesuatu.

Tasya berjalan menuju ke kerumunan itu. Karena tubuhnya yang mungil dan sangat memungkin kan jika dirinya terdesak-desak oleh semua orang, akhirnya ia tergiling maju ke depan. Semakin banyak orang yang mendesaknya, semakin dia maju dan... Akhirnya ia terjatuh di depan semua orang.

Bramastasya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang