Chapter 1 : Resah🌟

115 14 4
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Angin malam terus menyapa, menambah kesan sejuknya suasana malam. Bintang bertaburan dilangit dan bulan duduk manis ditengah, membuat langit malam begitu indah, suara riuh anak anak yang sedang bermain disekitaran rumah terdengar jelas. Gadis yang duduk didepan rumah itu sudah gemetaran dan keringat dingin sedari tadi keluar bercucuran, tangan yang menghangat sudah dingin. Hatinya sudah tak menentu, pikirannya sudah kemana mana.

Hentakan kaki terdengar, suaranya semakin jelas. Suara orang memanggil seakan tak terdengar, sampai sebuah senggolan membuyarkan. Netranya menangkap dengan cepat, jantung seakan ingin lepas dari tempatnya. Seakan tau orang yang memanggil, ia netralkan jantungnya.

"Kak kenapa sih?" Tanya Nisa

"Ha..a gak papa kok."

Nisa celingukan melihat dari jendela.

"Kenapa Nis?"

"Mana keluarga kakak?" Bisiknya.

"Lagi nonton tv tuh, emang kenapa?"

"Main main yuk kak?" Ajak Nisa, Khaira yang mendengar itu langsung berfikir.

"Kak Rara, hayolah ngomong sebentar dicakruk. Ngomong bentar aja." Tarik Nisa cepat.

Setelah sampai dicakruk, banyak anak anak yang sibuk bermain dan sesekali menyapa.

"Kak..." panggil Nisa dengan mata yang berkaca kaca.

"Kakak kenapa gak jadi masuk pesantren? Kalok aku sama si Wina jadi masuk pesantren kakak kenapa?" Tanya Nisa dengan memainkan tangannya dan memanyunkan bibirnya.

"Hahahaha, Nisa, Nisa macam main sinetron aja." Tawa keras Khaira atau yang senang disapa Rara. Hilang sudah rasa sedihnya, mood nya pun sudah mampir kembali. Memang tetangga sekaligus adek kedua baginya ini selalu bisa membuatnya tertawa.

Nisa yang mendengar itu langsung cemberut, dan terus minta penjelasan.

"Sebenarnya kakak mau masuk ponpes Nis, tapi kakak gak mampu bayarnya. Untuk makan aja udah Alhamdulillah Nis. Sedih sebenarnya." Jelas Rara lalu mengusap air matanya yang tiba-tiba keluar dari pelupuk mata, mengingat dirinya gagal mengemban pendidikan dipesantren yang seperti diimpikannya.

"Tapi ini udah ketetapan Allah Nis, Kamu tau kan sikap kakak terkadang belum bisa baik. Untuk istiqomah berjilbab aja kakak Alhamdulillah, terkadang kakak berusaha sendiri ngerubah kakak yang cerewet ini." Ucap nya dengan tertawa.

"Ilmu agama kakak pun masih sedikit, jadi nanti kalok kamu dapet banyak ilmu dipesantren, jangan lupa bagi ke kakak juga." Ujarnya.

"Sabar kak. Kakak tenang aja kalau Nisa dapet banyak ilmu dipesantren, bakalan aku bagiin ke kakak juga deh. Eh tapi akunya masih lama masuk pesantren, secara aku kan belum tamat. Hiks.... Oh iya kak, kakak sekolah masuk dimana?"

"Hmm kakak sekolah masuk di Aliyah Nis, Alhamdulillah sekolah islam juga. Tapi ini yang swasta, sekolahnya juga terkenal bagusnya kok. Dan bunda Kakak juga dulu alumni disitu." Jelasku.

"Ouh gitu yak, bagus dong kak. Tapi kak kalok bunda kakak alumni situ setidaknya bunda kakak banyak dapet ilmu agama dong, tapi kenapa bunda kakak belum berjilbab?"

"Kok malah ghibah."

"Iss nggak lah kak. Kan cuma nanya aja."

"Wong kamu juga. Gak pake jilbab tuh kenapa?" Tanya balik Rara, membuat Nisa cengengesan.

Jangan ditanya kalau soal pelajaran agama di ngajiannya, Nisa lah yang selalu unggul. Tapi sayangnya ia belum sempurna berhijab.

"Nanti aja kak dipesantren." Ujarnya yang terus menampakkan deretan giginya.

"Yah mulai dari sekarang dong Nisa, biar kamu terbiasa. Lagian kamu dah baligh tau."

"Nah cocok tuh." Ucap Nisa

"Apa nya yang cocok?"

"Yah cocok untuk ngasih tau keluarga kakak juga." Ujarnya.

Khaira yang mendengar itu langsung menunduk.

"Kak kenapa kak? Aku salah ya kak? Maaf ya kak."

"Gak papa Nis, kamu bener kok. Cuma Kakak belum bisa ngasih tau keluarga sendiri. Kalau kakak ceramahin sedikit aja pasti disangkal, kakak dianggap terlalu agamis. Kakak sedih lahir ditengah keluarga yang gak menjunjung ilmu agama, tapi inilah keluarga yang Allah tetapkan untuk kakak. Dan jangan lupa, Allah maha membolak balikkan hati manusia, jadi Allah sangat mudah memberi hidayah kepada seseorang. Mungkin semua butuh proses." Jelas Khaira dengan tersenyum pilu.

"Dan kamu tau, kenapa bunda atau keluarga kakak lainnya belum sempurna pakai jilbab. Karena mereka beranggapan bahwa yang harus diubah dulu tingkah laku, ucapan. Dan hati yang harus dihijabin, itulah anggapan mereka. Kakak terus menjelaskan jilbab itu wajib, tapi kakak kalah debat, haha..." ujar Khaira, lalu tertawa miris melihat dirinya mudah memberi tahu orang lain sedangkan dirinya dan keluarganya begitu susah untuk dinasehatin.

"Iya kak, banyak orang yang selalu beranggapan gitu. Kita sama sama berdoa ya kak, untuk keluarga kita masing masing. Semoga Allah selalu menjaga mereka dan Allah beri hidayah." Ucap Nisa, yang di Aamiinkan oleh Rara.

"Kak malam ini milik kita berdua yak." Ujar nya lagi.

"Hahaha bisa aja ya kamu."

"Iya kak, karena banyak hal yang harus aku tanyakan. Karena akhir akhir ini kakak jarang keluar." Nisa langsung memanyunkan bibirnya.

"Haha... iya Nis. Enak loh dirumah aja, lagia---"

"Ngeong... ngeong."

"Rubi! Ya Allah berarti daritadi ngikutin toh." Rara langsung menggendong Rubi.

"Haaa kuchennggg." Jerit Nisa. "Aku ndak mau, huuush." Teriak Nisa lebih kencang yang langsung mendapat tertawaan dari Rara dan anak lainnya.

"Kakaaaak!!!" Panggil Gilang, yang tak lain adik kandung Khaira. Kerjaannya yah bikin marah orang.

"Apaan?"

"Pulang besok pertama sekolah lagi, nanti payah dibangunin." Titahnya lagi. Dasar adek songong...

"Heleh, kamu aja payah dibangunin sok bilangin orang. Yaudah sana huush. Aku tau jalan pulang." Usir Khaira, dan langsung berpamitan dengan Nisa dan anak lainnya.

Keluarganya memang tak terlalu agamis, tapi keluarga nya baginya begitu sangat peduli padanya. Bundanya yang sekaligus ayah baginya begitu hebat, yang menjadi wanita tangguh, yang masih sanggup menyekolahkannya. Jualan lah sumber makan keluarganya. Ia tinggal dengan Bunda, Tantenya dan adiknya, Tante Khaira adik dari bunda Khaira sekaligus anak dari almarhuma nenek. Dia Anak ketiga setelah Bunda dari delapan bersaudara, dan pastinya dia sendiri yang belum nikah. Sedangkan yang lainnya sudah berkeluarga dan ikut dengan suaminya.

Dalam kamar yang berbentuk persegi, Rara tidur bertiga dengan bunda dan tantenya. Hatinya terus bermonolog, dan tentunya sangat khawatir.

Bagaimana ia besok, bukannya senang akan memiliki teman baru. Malah ia begitu susah bercengkrama dan malu dengan orang yang ia baru kenal. Sebenarnya Rara mudah saja bersikap sok kenal, menyapa orang yang dia temui disekolah lalu ngomong biar deket. Tapi apalah kata hari orang itu. sungguh ia harus cepat cepat menyiapkan hatinya untuk besok.

Rara segera membaca doa tidur dan juga membaca ayat kursi serta juga membaca tiga Qul.

............ ♡♡ ............

Semoga suka☺ pantengin terus ceritanya...

See you next chapter☄

Tinggalkan jejaknya dengan vooment dan follow Authornya. Karena dengan itu, author jadi semangat buat up.

Thank you for the time 🙏😗

Syukran wa jazakumullahu khaiyran katsiran❤

Aku Memilih Mundur√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang