Tantangan Luga

132 92 62
                                    

...... Baiklah, lain kali pasti bisa!.

"Hei, kamu"
"Y-yaaa?!"
Aduh, apa apaan aku ini? Suaraku lebih mirip jeritan daripada jawaban panggilan yang normal!

Luga terdiam sebentar melihat Afri menengok kesana kemari dengan tidak tenang. "Apa kamu tidak merasakan sesuatu?".

Afri berusaha mengendalikan dirinya dengan gugup, lalu akhirnya balik bertanya, "maksudmu?"
"Tidak, ini seperti ... bau bangkai. Apa kamu tidak menciumnya?"
"Ah, i-itu ... "

Afri memandang luga yang melongok kebawah meja untuk mencari sumbernya.

Afri tahu, ini pasti pekerjaan anak anak yang selalu menindasnya. Padahal, Luga sama sekali tidak terlibat, harusnya dia tidak mengalami semua ini.

Afri merasakan menjadi orang paling jahat sedunia.

"Sial, aku tidak menemukanya." Luga menengok Afri yang masih terdiam, lalu menghembuskan napas kera. "Kamu juga! Cepat bantu!" Perintahnya.
"Ba-baiklah!" Jawab Afri dan ikut mencari.

Sebenarnya bagus kalau bisa menemukanya, tapi Yogi pasti menyembunyikanya ditempat yang sulit terjangkau.

Bahkan sampai sekarang mereka masih belum menemukanya.

Sebaiknya beritahu saja pada Luga. Pikir Afri.

"Hmm, Luga," panggil Afri agak ragu.
"Mmm?" Luga merespon singkat dan masih mencari diantara meja dan tembok.

"Maafkan aku!"  Seru Afri dengan wajah bersalah. "Ini semua salahku. Seharusnya Luga tidak mengalaminya. Ini salahku! Aku minta maaf."

Luga menaikan alis nya. "Kamu tahu sesuatu?" Afri mengangguk pelan, masih menundukan kepalanya.

"Ini adalah kerjaan para pengganggu. Mereka sering menjailiku, dan ... ini pasti ulah mereka. Aku tidak tahu mereka menaruh bangkainya dimana, tapi ... "

"Jadi intinya, ini bukan tikus yang mati sembarangan, tapi ulah seseorang yang kurang kerjaan?"
"Kurang kerjaan?" Afri agak kaget mendengar kesimpulan Luga. "Y-ya, kira kira begitu."
"Siapa?" Sentak Luga dengan nada mengintimidasi
"Eh?"
"Siapa yang melakukanya?" Tegasnya.

Afri menunduk lebih dalam lagi. "Ka-kalau itu, aku tidak bisa memberitahunya ... "
"Seseorang dikelas ini?" Tanya Luga
"Uh ... ya"

Luga bangkit, berhenti mencari keberadaan bangkai tikus itu. Jam pelajaran pertama gurunya tidak masuk karena sakit.

Murid murid dikelas sebagian besar bermain main dan mengobrol. Afri ikut bangun dari kursinya, memperhatikan Luga yang menarik napas panjang.

"PERHATIAN SEMUANYA!!!"  Teriakan keras Luga ditambah dua kali gebrakan meja membuat semua orang dikelas menoleh kearahnya.

Matanya menatap tajam satu persatu, termasuk Afri yang melihatnya dengan pandangan bingung sekaligus heran. Semuanya masih menatapnya dengan bingung, sebagian besar berbisik bisik.

"Siapa yang menaruh bangkai tikus di bangkuku?! Cepat ngaku!" Sentaknya. Mengabaikan pandangan kaget dan panik dari Afri. "Kalau tidak mengaku, aku akan menarikmu sendiri, dan mempermalukanmu didepan kelas!"

Afri menarik ujung seragam Luga dengan kasar. "E-ehh Luga, apa yang kamu katakan?!" Seisi kelas yang tadinya hening mulai dipenuhi bisikan bisikan halus dan suara tawa kecil.

Luga menggeram marah, dia kembali menggebrak meja, tatapan seperti akan membunuh siapapun yang berada dihadapanya sekarang.

Afri menutup kedua telinganya takut, dia memperhatikan Luga yang seperti hendak memakan semuanya bulat bulat.
"Cepat! Atau kamu terlalu gemetar untuk menghadapiku, hah?!"

Yogi dan kelompoknya berjalan pelan kearah Luga dengan tatapan meremehkan. Afri semakin panik. Luga diam.

Seisi kelas membisu seiring langkah Yogi yang mendekat. "Aku yang menyuruh mereka melakukanya," kata Yogi sambil menujuk sekumpulan orang orang yang berada di belakanya.

"Lalu kamu mau apa?" Tanyanya, disambut tawa kelompok temanya dari belakang

"Oh? Masih belum tahu juga? Tidak heran, lawan bicaraku IQ nya hanya dua digit sepertimu," balas Luga dengan nada monoton seperti biasa.

"Luga!" Bisik Afri dan kembali menarik narik ujung seragam Luga, yang disambut dengan tepisan tangan.
Mata Luga menyipit, menatap Yogi dengan tatapan merendahkan. "Singkirkan sekarang!"

Yogi tertawa keras. "Kamu punya kata kata yang bagus juga," ujarnya, memegang kerah baju Luga. "Sepertinya mulutmu harus diberi pelajaran."

Luga memiringkan kepalanya, menghindari pukulan Yogi, sambil memandang puas lawanya yang kaget. Dengan satu sentakan dia melepaskan tangan Yogi dari seragamnya.

"Jauhkan tangan kotormu dariku."
"Apa?!"
"Maaf sebaiknya kamu tidak usah cari masalah denganku. Aku mantan pemenang taekwondo nasional tahun lalu." Ujarnya, dengan nada datar sambil menepuk nepuk kerah bajunya.

"Mengalahkan satu, dua, uh, empat ekor bocah seperti kalian bukan hal yang sulit."

"Hah!" Yogi mendengus. "Kamu pikir kamu akan percaya begitu saja?! Sayang sekali, aku bukan orang yang mudah digertak dengan hal semacam itu!" Luga tertawa pelan.

"Kamu butuh bukti?" Tantangnya. "Aku bisa menunjukan bukti apapun yang kamu minta, tapi aku tidak bisa menunjukan kekuatanku ditempat seperti ini."

"Jangan cuma bicara! Buktikan saja!" Seru Arya, disambut teriakan setuju yang lainya.
Luga hanya menunjukan senyun prihatin.

Dia merogoh tasnya, dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Melihatnya sekilas, lalu melempar benda itu kearah Yogi.

"Pi-piagam penghargaan?" Yogi melongo terkejut, diikuti oleh anak buahnya.

Mereka berbisik bisik sambil memandang Luga yang berdiri angkuh dengan tangan didalam saku celana. Samar samar Afri mendengar percakapan mereka yang tidak terlalu jelas.

"Di-dia benar benar ..."
"Sudah kubilang! Jangan dekati anak itu! Dia berbahaya!"
"Bagaimana ini?!"

Afri menelan ludahnya, sekali lagi dia menarik ujung seragam Luga. "Luga" panggilnya. Luga hanya meliriknya sekikas.

"Tenanglah," ucap Luga. "Semuanya akan baik baik saja."









HARI INI UDAH UP 2X KAN!
VOMENTNYA CHINGGU-YAA💜

LAST PUZZLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang