Apa yang dinantikan para murid di jam pelajaran? Pastinya adalah bel istirahat. Bel yang membuat muka semua orang menjadi berbinar dan semangat.Dan setelah bel itu berkumandang, semua murid bergegas kekantin untuk mengisi perutnya yang lapar.
Berbeda dengan ketiga gadis yang masih berada didalam kelas.
"Hai. Gue Agnesa Dwi Pradipta. Lo bisa panggil gue Agnes atau Nesa. Tapi saran gue Nesa. Karena gue gak bisa nyanyi kayak Agnes Monica," Gadis berkucir kuda itu duduk diatas meja Feli.
Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Feli yang dibalas olehnya.
"Gue Vina Amalia, panggil Vina aja." Gadis yang tingginya melebihiku memperkenalkan dirinya. Dia sangat manis dengan senyum tipisnya. Feli merasa kalau Vina sangat pendiam. Terbukti hanya Nesa temannya.
Setelah berbincang dikelas, Feli, Agnesa, dan Vina pergi kekantin. Keterlambatan mereka membuat bangku kantin penuh. Feli melihat seorang laki-laki yang melambai kearah Feli. Tidak, lebih tepatnya Agnesa.
Agnesa membalas lambaian tangan itu. Ia menarik Feli dan Vina menuju meja disudut kantin. Terlihat Dio dan teman-temannya berkumpul. Termasuk cowok yang melambaikan tangannya tadi.
Astaga, ucapkan selamat tinggal pada hidup tenang karena ia akan selalu berada di lingkungan pertemanan Dio. Dunia begitu sempit.
"Hai sayang." Sapa laki-laki itu. Ia merangkul pundak Agnesa dan membawanya duduk.
"Hai Aldy," Sapa Agnesa balik.
"Oh ya guys, kenalin. Teman baru gue namanya Felicia. Feli, ini pacar gue Aldy, yang itu Kak Steven, yang muka tembok itu Kak Gerald, dan yang lagi ngegombal Kak Dio." Agnesa menunjuk satu-persatu orang yang ada disana.
Reynaldy Adikusuma atau biasa dipanggil Aldy adalah pacar dari Agnesa. Mereka sudah berpacaran hampir 2 tahun dari masa SMP. Wajahnya tidak terlalu tampan, tetapi dia mempunyai lesung pipi yang membuatnya manis jika tersenyum dan tertawa.
Steven Argawijaya. Siapa yang tidak mengenalnya? Sang biang onar yang selalu berbuat ulah. Bahkan guru-guru hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuannya. Tetapi, ia dikagumi karena jago bermain basket, otaknya yang cerdas, dan jangan lupakan parasnya yang tampan. Alis tebal, hidung mancung, kulit putih, bibir tipisnya, jangan lupakan rahangnya yang kokoh yang yang membuat dirinya 'nyaris sempurna', itu kata para kaum hawa.
Gerald Jayadiningrat. Sang lelaki bermuka tembok. Tetapi, jika hanya bersama keluarga dan sahabatnya ia akan menjadi hangat. Gerald jarang sekali berkomunikasi atau berteman dengan perempuan. Bahkan ia sempat digosipkan Guy, tetapi ia tak mempermasalahkan itu. Terakhir Ardio, tidak usah bertanya apapun tentang playboy itu.
"Hai, gue Feli." Feli ersenyum kikuk pada teman-teman Dio.
Feli duduk disebelah Bang Dio. Tentunya, karena ia sangat canggung dengan teman barunya. Berterima kasihlah kau Feli. Vina tampaknya sudah terbiasa dengan ini. Ia hanya duduk disebelah Gerald dan memainkan ponselnya. Astaga, jangan menyatukan dua kutub itu.
"Mau makan apa? Gue pesenin," Bang Dio beranjak dari duduknya. Ia menatap Feli yang sedang melihat stand yang ada dikantin.
"Hm.. Bakso aja bang, minumnya es teh manis ya." Ucap Feli yang membuat semua tertawa. Terlebih Agnesa yang sudah memegangi perutnya.
"Kenapa?" Kening Feli mengkerut tanda tak mengerti apa yang ditertawakan.
"Lo panggil Kak Dio apa? 'Bang'? Lo kira penjual bakso anjir. Hahaha" Ucap Agnesa yang masih dengan tawanya. Dan kini Feli mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The End
Teen FictionAkhir bukan berarti tidak bisa memulai yang baru. Karna ini kisahku, akhir yang menjadi awal. Awal kisahku bertemu dengannya. Namaku Felicia Marshella. Dan ini adalah perjalanan hidupku. Lika-liku kehidupan yang menurutku ini tidak adil. Tetapi...