Kesal

185 111 30
                                    

Save 2019 :

Tengah malam ini seluruh Siswa baru harus mengikuti Instruksi dari senior senior yang sudah ditetapkan menjadi kordinator untuk mengisi Pos peserta PTA.

Diantaranya, perkelompok membawa satu lilin untuk menyinari selama perjalanan mencari Pos, hingga ke Pos terakhir lilin tersebut jangan sampai padam. Cukup sulit.

Kelompok Thalia adalah kelompok paling awal menelusuri berbagai Pos. Hingga saat ini, mereka sudah hampir sampai di Pos ke-tiga. Rupanya disana sudah ada kordinator yang sudah menunggu sedari tadi.

"Ayo baris baris baris!!" suruh Kordinator tersebut.

Thalia menyesuaikan barisannya, sejenak ia melirik Kordinator yang ada di depan, lalu ia tertunduk. Thalia menatap ujung sepatunya, berharap pos kali ini tidak terlalu buruk.

Sebelum ini, teman setenda Thalia sedang berbincang, ia sedikit menguping tentang percakapan mereka. Katanya kordinator yang bernama Rimba Deanova satu satunya kordinator yang paling galak diantara kordinator kordinator lain.

Thalia memajukan bibirnya, apakah benar? tapi mungkin saja benar. Mimik wajahnya seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya, ia mempunyai dada yang bidang, sikapnya yang tegas sudah membuktikan kalau dia adalah pria yang berwibawa.

Kali ini Thalia harus berusaha ramah dan tidak boleh melakukan kesalahan apapun. Namun tiba-tiba temannya yang paling depan menyuruh Thalia menukar barisannya. "Gak mau ah."

"Ayo pliss" ucapnya memohon.

Thalia menggeleng tiga kali, pergelangan tangannya dicegal sedikit keras. Thalia bersikeras menolak ramah pada teman barunya tersebut.

"Maaf Thali sejak tadi sudah kebagian tempat paling belakang." Dia memutar bola matanya ke depan, tanda ia tidak menyukai Thalia.

Semua peserta nampak begitu kompak memakai seragam Pramuka. Begitu pula dengan senior yang sudah menjabat sebagai BANTARA. Mereka memakai atribut yang lengkap, tatapan yang sinis dan garang, seperti ingin menguliti Peserta PTA. 

Thalia menoleh ke depan lagi, ia menemukan sepasang mata menatapnya. Thalia tertunduk, tanpa sadar ternyata Kordinator itu telah memperhatikannya sedari tadi.

Namun sejak kapan? Apakah sejak ia ngobrol dengan teman barunya?

Thalia menggigit bibir bawahnya. Sebuah langkah terdengar mendekati barisannya. Jantung Thalia kembali berdetak tidak beraturan, suasana malam dingin menjadi satu pendukung hatinya saat ini.

"KAMU!" Thalia mengangkat kepalanya penuh ragu, "IYA KAMU YANG PALING BELAKANG."

Jantung Thalia berdegup lebih kencang dari sebelumnya setelah mendengar pernyataan tersebut tertuju pada dirinya. Walau dengan keadaan tertunduk, Thalia bisa melihat jika ada botol plastik berisi air ditangan kordinator itu. Tutupnya sudah dilubangi, hal tersebut digunakan untuk menghukum peserta jika melakukan kesalahan.

Thalia samar-samar melirik Kordinator yang justru persis dihadapan Thalia. Perasaannya risih, karna ia menjadi pusat perhatian teman kelompoknya.

"Thali harap ini mimpi, ayolah Tuhannn, ini pasti mimpi kan!"

Thalia mengangkat kepalanya, menatap kordinator yang justru sedang menatapnya lekat. Matanya merah melotot, badan yang kekar, rahang yang lebar dan tegas.

DREAM CATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang