Friendly

148 104 10
                                    

Hampir seluruh siswa berhamburan berlari ke lapangan, mereka berdesak desakan demi mendapatkan tempat paling depan.

Seorang gadis berlari kocar-kacir berusaha kelapangan, rambut pirang sebahunya sangat berantakan. Wajah kusut dan nafas yang tersengal-sengal menjadi taruhannya demi menonton pertandingan basket di lapangan.

"Stoppppp!!!"

Seseorang berdiri merentangkan kedua tangannya, badannya seolah-olah menjadi tembok besar untuk menahan genangan air.

Namun ini berbeda, gadis yang tadi berlari berhasil dihentikan oleh seorang perempuan berbadan ramping, berkulit putih, pipi yang chubby, bibir yang mungil, hidung yang halus, mata yang sipit dan rambut Poni coklatnya.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya sambil berusaha menghalangi Lona yang hendak mencari celah keluar.

"Iiiihh Thali!!"

Thalia tetap menghalangi Lona yang terus memberontak, tatapan Lona semakin kusut. Namun kesempatan jahil ini sayang kalau dilewatkan oleh Thalia.

Beribu ribu ekspresi wajah konyol Thalia dikeluarkan untuk meleluconi Lona.

"Aish" Lona mendengus kesal.

Lona mengerutkan bibirnya ke depan, dia berhenti memberontak. Thalia menurunkan tangannya, ia menatap Lona jahil.

"Lo kenapa sih Li? Lo gak liat gue ngebet banget pengen liat Pertandingan main basket" sambil memalingkan wajahnya.

Thalia membalikan badannya ke belakang, terdapat banyak siswa berkerumun dipinggir lapang menonton pertandingan basket.

Seluruh penonton teriak teriak memanggil nama yang mereka dukung. Thalia memandangi wajah Lona yang masih cemberut di buatnya.

"Oh jadi itu alasan kamu lari-lari?" ujar Thalia

"Apa yang menarik dari lapangan itu? bagaimana jika kamu ke benol bola!!"

"Ya ampun Thalia Chan, lo gak sadar apa!! bukannya tadi lo lewat jalan lapangan ya? masa lo gak ngelirik kerumunan sih" jelas Lona meninggikan suaranya.

Thalia hanya cengengesan, tadi dia jalan bukannya lewat lapangan melainkan lewat jalan belakang sekolah. Dari tadi Thalia juga menyadari kalau suasana lapangan sangat ricuh, makanya dia milih jalan pintas biar tidak berdesakan.

"Mending sekarang lo ikut gue" sambil menarik tangan Thalia.

"Kemana?"

Lona menghentikan langkahnya, dia menghembuskan nafasnya kesel. Mimik wajahnya kusut menghadapi Thalia yang tidak peka.

"Lo nanya gue?" Thalia mengangguk.

"Ke pabrik tepung Chan, mau di giling lo!!" bengis Lona kesel.

"Ya ke lapangan lah, mumpung gak ada jam masuk-"

Thalia mencoba melepaskan cekraman sahabatnya, ia lebih memilih berdiam di kelas daripada harus mendekati lapangan.

Disana terlalu banyak orang yang tidak ia kenali, sekumpulan perempuan yang centil, dan sekumpulan lelaki yang tidak diminati Thalia. Penampakan itu lebih membosankan daripada sudut ruangan yang sepi.

DREAM CATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang