Dia Rimba Deanova

158 110 15
                                    

Seorang gadis berjalan menyusuri koridor Kekolah, melirik kiri kanan Mading. Matanya tertuju ke suatu sudut yang terpangpang jelas. Ia menemukan cerpen yang terselip di bagian Mading tersebut.

"Huh pengarang yang handal." dengusnya, "Thali juga ingin jadi pengarang".

Cerpen tentang kenakalan remaja tersebut karya siswa dari Sekolah ini. Thalia sedikit iri, ia juga ingin menjadi pengarang buku fiksi.

Thalia berjalan santai menuju kelas yang lumayan jauh dari keberadaannya sekarang.

"THALIA CHAN!!!" panggil seorang gadis seumurannya.

Thalia melirik kearah pemilik suara. Gadis itu berlari terburu-buru menghampiri Thalia, ia langsung membungkuk dihadapan Thalia dengan napas tersengal-sengal. Menyadari tali sepatunya lepas, ia langsung mengikatnya.

"Kenapa lari-lari?"

Gadis itu kembali berdiri, ia memancarkan senyuman pertamanya kepada Thalia.

Thalia menarik pergelangan tangan sahabatnya seolah ia berkata jangan buang-buang waktu kita hampir terlambat. Mereka berjalan sejajar, kecepatan langkahnya dua kali lebih cepat dari sebelumnya.

"Kau sudah mengerjakan PR?" tanya Thalia, pandangannya lurus ke depan.

"Sejak kapan aku mengerjakan PR?"

Thalia yang disampingnya tertawa kecil, ia baru menyadari kalau pertanyaannya tadi sangat konyol bagi teman sebangkunya.

Lona yang disampingnya ini sangat pemalas, ia pernah keliling bangku hanya untuk menyontek karena Thalia tidak sekolah.

Bahkan, ia pernah berdiri di depan sambil memegangi telinga juga sebelah kaki terangkat gara-gara tidak mengerjakan PR Seni.

Setelah jam pelajaran selesai, Thalia bersama keenam teman kelasnya berniat makan di kantin. Sebenarnya ia malas namun ia belum makan dari pagi.

Thalia tak nyaman jika harus berlama-lama di Kantin, banyak kakak kelas yang berlomba lomba memperkeras suaranya hanya untuk menyakinkan sesuatu.

Thalia menarik tangan Lona agar mengakhiri pembelanjaannya, Lona yang masih dalam mencari jajanan lain terpaksa membatalkan niatnya dan ikut berjalan mengekori Thalia. Anak tangga yang tak terhitung membuat Thalia malas berjalan nanjak. Sebenarnya ini juga dijadikan alasan untuk Thalia malas ke kantin.

Bugh...

Sebuah dorongan yang menekan bahu Thalia. Thalia menoleh kebelakang. Terdapat dua orang laki-laki berjalan telah melewatinya, salah satu dari mereka menabrak Thalia saat berpapasan barusan.

"Kak Rimba?" gumam Thalia.

Thalia memutar pandangannya kembali ke depan, gadis ini sempat berpikir sesuatu. Ia yakin yang menyenggolnya barusan adalah Rimba, si Bantara galak dan konon katanya dia juga nakal.

•Dream Catcher

Thalia membuka sepatunya yang semakin hari semakin kotor. Tidak perlu membukakan pintu, pintu masuk sudah terbuka lebar dikarenakan didalam terdapat banyak teman kelas Tiara dan Wafa yang juga senior Thalia.

Ini yang Thalia tidak suka. Kosan ini sangat ramai. Tiara dan Wafa selalu mengundang teman bar-bar nya ke kosan. Berantakan, sempit, berisik dan yang lebih parahnya lagi. Mereka sering mengambil persediaan air Thalia dan Adelle.

Adelle pasti akan geram ketika pulang nanti, ia sering ngomel ketika harus menerima pertanggung jawaban dari perbuatan mereka.

Thalia menerobos masuk kamar, menggantungkan tas nya dan menarik napas. Berhasil ia melewati badgirls and badboy di ruang tengah.

DREAM CATCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang