Chapter 5

2 1 0
                                    

Eksibisionisme merupakan penyakit mental yang berpusat mengekspos alat kelamin seseorang untuk mendapatkan kepuasaan seksual. Sehingga eksibisionisme adalah perilaku memamerkan hal yang biasanya tertutup seperti: payudara, alat kelamin, atau pantat. Yang paling sering melakukan hal ini adalah laki-laki karena sering menunjukan organ seksualnya kepada wanita dan anak-anak. Seorang eksibisionis mendapat kepuasan seksual ketika menunjukan alat kelamin kemudian orang lain menunjukan reaksi kaget ataupun takut.

"Nah, kalian bisa baca diringkasan itu. Kita akan buat liputan khusus tentang si eksibisionis. Belakangan hari ini banyak warga khususnya perempuan resah tentang kasus ini, kita buat liputan tentang ini bagaimana mengetahui orang yang mengidap penyakit mental ini dan bagaimana upaya kita ketika bertemu mereka." Ujar Bu Anjani mengawali rapat hari ini.

Seharian ini aku benar-benar tidak fokus, materi apa yang ada di depanku sungguh membuatku tambah pusing. Hari ini langit juga tampak sedih mungkin saja langit tahu bahwa seorang reporter ini juga sedang sedih. Semua yang ada di ruangan ini sepertinya tampak baik-baik saja walau di luar mendung. Mereka semua menyerukan aspirasi mereka dan kata-kata mereka hanya mampir sejenak di telingaku kemudian pergi begitu saja.

Kazia mengangkat tangannya, "Bu, bagaimana jika kita langsung mewawancarai si pelakunya? Jadi, kita bisa lebih tahu tentang apa motif orang itu di balik eksibisionisme. Penonton yang menonton juga akan lebih percaya pada berita kita ketika mereka melihat bukti yang ada di mata mereka." Jelasnya tanpa ragu.

"Ide yang bagus juga itu. Jadi, siapa yang mau melakukan tugas ini?" Bu Anjani melihat sekitar dan semua peserta terlihat tertunduk. "Kazia?"

"Saya gak bisa, Bu. Hari ini saya mulai meliput di Perpustakaan menggantikan Anna. Bagaimana kalau Anna saja, Bu? Dia salah satu reporter yang cekatan dan pintar."

"Oke. Anna kamu mau ya?"

"Iya." Jawabku dengan tatapan kosong ke arah depanku.

"Baiklah kalau begitu, rapat hari ini saya tutup. Silahkan lanjutkan pekerjaan kalian." Bu Anjani keluar ruang rapat diikuti yang lainnya.

Aku berjalan keluar dengan langkah gontai tanpa tenaga. Belum keluar ruangan, tiba-tiba kepalaku dipukul tidak terlalu keras tapi juga membuatku tersadar dan membalikan badan. "Mbak Riana?"

"Kamu gilak ya Anna?! Kenapa kamu terima perintah Bu Anjani buat ngeliput eksibisionisme? Kamu gak tahu kalau itu bahaya?" bentak Mbak Riana dengan mata yang melotot.

"Hah?" aku memukul kepalaku teringat yang terjadi saat rapat tadi. Sepertinya aku akan berada dalam masalah.

"Penampilanmu kenapa berantakan gitu? Kamu gak dandan? Anna kamu baik-baik saja?"

"Aku gak apa-apa. Aku ke toilet dulu ya."

***

Awan kelabu menghiasi langit Jakarta hari ini. Tidak banyak pengunjung perpustakaan hari ini, mungkin karena hujan sebentar lagi akan turun. Buku-buku masih tersusun rapi dalam rak. Arena baca khusus anak juga sepi hanya beberapa anak-anak saja yang sedang bermain. Sungguh sepi perpustakaan ini, sudah 3 hari aku tidak melihat Anna sama sekali. Mungkin sekarang dia ada di kantornya mempersiapkan suatu berita untuk ia laporkan.

Kazia. Pengganti Anna untuk meliput perpustakaan sudah datang menyapa setiap orang yang lewat dengan senyuman merekah. "Pagi. Mas Adji ya?" sapa Kazia.

"Pagi. Hari ini tidak banyak pengunjung yang datang, silahkan kamu meliput berita yang kamu butuhkan disini. Aku ada beberapa urusan di kantor." Aku berlalu pergi meninggalkan Kazia yang sibuk berkeliling mencari berita.

Berulang kali aku melihat layar handphoneku yang kosong tanpa notifikasi apapun. Sudah 30 menit lalu sejak aku mengirim pesan pada Anna, tapi belum ada balasan darinya. Kenapa Anna begitu takut ketemu orang baru dan kenapa dia selalu megatakan bahwa dia akan menyakiti orang baru itu jika orang itu ada didekatnya. Perkataan Anna waktu itu sungguh mengusik kepalaku.

Daftar Pustaka HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang