Dua

5.6K 96 0
                                    

Seketika, tubuh ini terasa tak bertenaga. Jantung seolah-olah dihunjam puluhan pedang. Sakit dan sesak. Orang lain yang berjudi, mengapa tubuhku yang menjadi taruhannya?

Tidak. Bukan orang lain. Dia adalah Gilang, kekasihku. Baru satu minggu dia kembali dari luar kota. Katanya, sudah tidak ada proyek yang dikerjakan. Seluruh karyawan dipulangkan dan akan dipanggil lagi jika ada proyek baru.

Sungguh tak pernah kuduga dia akan setega itu. Selama setahun menjalani hubungan jarak jauh, tak pernah sekali pun aku berpikiran buruk tentangnya. Menjaga segala sesuatunya demi sebuah ikatan, tapi malah terburai setelah kembali.

Tidaaak!” Sekuat tenaga aku mendorong pria itu, lantas berlari ke arah kamar mandi dan bersembunyi di sana. Sambil bersandar, tubuh ini meluruh dengan napas tersengal. Masih bisa kudengar suara tawanya. Begitu keras, seolah-olah dia teramat senang dengan kepanikan dan rasa frustrasiku saat ini.

Satu menit ....

Tiga menit ....

Lima menit ....

Sepuluh menit ....

Tak ada tanda-tanda keberadaan pria itu. Apa dia sudah keluar?

Tidak mungkin. Dia pasti sengaja tak bersuara untuk mengelabui. Lebih baik aku bertahan dulu saja di sini. Lagipula, kamar mandi ini cukup nyaman. Lantai kering dan udaranya tidak lembap. Ada wastafel yang dilengkapi dengan cermin persegi, juga dinding dengan pintu geser di ujung kanan dan kirinya. Semua itu terbuat dari kaca buram, sehingga tak terlihat bagaimana ruangan di baliknya.

Napas tak lagi tersengal dan pikiran mulai tenang. Aku bangkit, memindai seluruh ruangan untuk mencari jalan agar bisa kabur. Setiap sudut kucermati dengan saksama, tapi tak sedikit pun ada celah di sana.

Kudekati dinding kaca dan membuka pintu sebelah kiri. Hanya terdapat closet duduk rupanya. Hal yang sama kembali kulakukan pada pintu sebelah kanan, dan wow ... ada bath tub bulat berukuran besar di sana. Sungguh mewah dan elegan.

Tanpa sadar, kaki ini membawaku mendekat, menyentuh, dan membayangkan betapa nyamannya berendam di situ. Apalagi jika dilengkapi aroma terapi serta ....

Ah, stop! Hentikan Reyna! Sadarlah, tak ada waktu untuk berkhayal!

Aku terkesiap dan kembali memindai setiap sudutnya. Namun, lagi-lagi hanya kekaguman yang didapat. Ruangan ini terlalu mewah dan sialnya tanpa celah. Aku benar-benar tak bisa kabur di sini.

Napas dalam dan panjang kuembuskan, mencoba menenangkan hati dan pikiran. Sekali ... dua kali ... masih gagal juga. Sesak yang mendera tak berkurang meski sedikit. Bahkan, kini bulir bening itu terjun bebas tak terkendali.

Tidak. Bukan karena merasa tersakiti ataupun menderita, melainkan rasa kesal bercampur marah yang teramat besarlah penyebab aku menangis. Dijahati oleh kekasih sendiri, siapa yang tidak geram?

Banyak yang bilang, pengkhianatan adalah dosa terbesar dari suatu hubungan. Namun, sepertinya mereka salah. Apa yang diperbuat Gilang lebih parah dari itu. Seribu kali lebih jahat dan tak termaafkan.

Pengkhianatan hanya membuat hatimu hancur. Namun, ini? Bukan perasaan saja yang luluh lantah, melainkan juga tubuh dan bahkan kehormatan.

Gilang, kau jahat!

Tanpa sadar, tubuh ini sudah meluruh. Jemari tak lagi terkepal ataupun bergetar. Segalanya terasa sungguh menguras tenaga.

Aku lelah.

Aku mengantuk.

***

Damai sekali. Di mana aku? Kenapa terasa begitu nyaman? Hmm ... aroma ini ....

KETIKA TUBUHKU DIJADIKAN TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang