Enam

3.5K 65 1
                                    

“Buka pakaianmu, Rey!”

Ck! Apa dia bilang?

Berpikirlah, Reyna! Ayo, cari akal. Kalau hanya memberontak, sudah bisa dipastikan dialah pemenangnya. Tenaga pria itu tiga kali lebih kuat darimu. Jadi, percuma saja melawan.

Eh, tunggu ... sepertinya aku ada ide. Ya, benar ... itu dia!

“B-baiklah. Tapi singkirkan dulu tanganmu. A-aku tak bisa bergerak,” pintaku. Semoga saja trik ini berhasil.

Binggo! Dia benar-benar merenggangkan dekapan. Setelah dirasa cukup untuk dapat bergerak, segera aku bangkit dan menjauh dengan balkon sebagai tujuan. Namun, tunggu ... bagaimana jika Danar mengejar dan menarikku lagi? Tidak mungkin aku lompat untuk menghindar. Terlalu tinggi dan banyak semak berduri di bawah sana.

Salah! Jangan ke balkon, Rey!

Ke kamar mandi saja. Ya, benar. Sepertinya di sana jauh lebih aman. Sudah berkali-kali aku terselamatkan oleh tempat itu.

Bergegas aku belok ke kamar mandi. Dari sudut mata, sempat kulihat Danar tertawa, lantas telentang seraya merentangkan tangan. “Jadi, kau ingin kita bermain di sana, Rey? Sambil berendam bersa ....”

Entah apa yang Danar katakan setelahnya. Sebab, aku sudah terlebih dulu masuk dan mengunci diri di kamar mandi. Meski tahu dia memegang kunci dan bisa masuk, tapi setidaknya aku aman untuk sementara ini.

Tubuhku meluruh seraya bersandar di pintu. Pandangan mengabut dan napas tak beraturan. Tak ada pekerjaan yang kulakukan di rumah ini, tapi mengapa rasanya begitu lelah?

“Reyna, keluarlah!” Danar berteriak dari balik pintu.

Segera kuseka bulir bening di pelupuk. Menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan agar suaraku tak bergetar ketika berucap. “Jangan ganggu aku. Pergi sana!”

“Aku tak akan mengganggumu. Keluarlah dulu.”

“Aku tidak percaya!”

“Mau keluar sendiri atau aku yang masuk?”

Cih! Lagi-lagi pria itu memberi pilihan sulit. Dari segi mana pun, aku tetap merugi. Ini tidak adil dan benar-benar membuat lelah. Kapan dia akan berhenti memaksa? Kapan aku bisa berbuat sesuai keinginan? Kapan dia melepaskanku?

“Reyna!” Kali ini Danar berteriak sambil menggedor.

“Pergi!”

“Sudah kubilang, aku tidak suka diperintah atau dibantah. Jangan membuatku hilang kesabaran, Rey. Kalau sampai itu terjadi, kau akan--”

“Ini belum satu minggu. Kau tidak berhak menyentuhku, Berengsek!”

“Tapi ....” Ucapan Danar terjeda sejenak. “Masalahnya, kau telanjur membuatku ingin ....” Kalimatnya kembali menggantung dan membuatku bingung.

Ck! Sebenarnya apa yang hendak dia katakan?

“Rey, sebaiknya kau jangan memaksaku untuk berbuat kasar.”

“Apanya yang jangan? Kau lupa? Sejak awal kau sudah berbuat kasar padaku. Kau memaksa dan selalu berbuat seenaknya. Padahal aku tak ada sangkut pautnya dengan masalah kalian. Sekarang katakan, apa salahku?” Suaraku sedikit bergetar. Sial! Ini pasti karena aku terlampau geram.

Selama beberapa detik, tak kudengar respons darinya. Apa dia telah pergi?

“Kenapa diam? Cepat jawab, di mana letak kesalahanku?” tanyaku lagi.

Tetap hening. Apa dia sungguh-sungguh telah pergi? Sebaiknya kupastikan sekali lagi.

“Jika memang benar aku bersalah, aku akan menebusnya. Tapi jika--”

KETIKA TUBUHKU DIJADIKAN TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang