lagi

18 1 0
                                    

Mustahil semua orang menyetujui kebijakan. Seperti sebuah gaungan, jika ada yang berkata iya tentu saja akan terdengar kata tidak.
-

"Jangan ditutup!" Seru Bu Sonia sembari berjalan cepat menghampiri salah satu anak muridnya.

Jemari Novia berhenti seketika, padahal sedetik kemudian dia pasti sudah berhasil menggeser tombol merah mengakhiri panggilan dari Dani. Kanza meneguk ludahnya dengan susah payah melihat raut wajah tak terbaca dari gurunya.

"Oh, Novia yang ngangkat toh pantesan, kenapa Nov Kangen sama gue, gue tahu gu--" dengan sebegitu percaya dirinya Dani berbicara setelah melihat dahi Novia terlihat, padahal hanya dahi, kenapa dia bisa segitu mengenalnya?

Namun, ucapan Dani terputus begitu saja berganti dengan matanya yang melotot kaget saat dahi Novia berganti dengan dahi yang lebih lebar dan kacamata membingkai mata yang sudah berhias kerutan. Bahkan Dani bisa melihat dengan jelas wajah gurunya karena Bu Sonia sengaja mengarahkan kamera tepat di depan wajahnya.

Lagi pula, Dani ini bodoh atau bagaimana? Kenapa dia tidak menyadari aura tenang di dalam kelas apalagi di waktu yang sudah seharusnya mereka melangsungkan kegiatan pembelajaran.

"Ini Dani teman sekelas kalian kan?" Tanya Bu Sonia memastikan, Kanza dan Novia mengangguk kaku sebagai jawaban.

"Dimana kamu?" Dengan santai Bu Sonia bertanya kepada Dani yang raut wajahnya sudah berganti dengan senyum cerah.

"Eh Bu Sonia, selamat pagi bu" Kompak satu kelas menghela nafas jengah mendengar ucapan Dani , padahal baru kemarin masalah Dani selesai dan sekarang sudah mulai lagi.

"Dimana kamu?!" Bu Sonia mulai meninggikan suaranya, dia lelah jika harus terus menghadapi muridnya satu ini. Hampir setiap hari berkunjung ke ruang Bimbingan Konseling untuk di ceramahi.

Dani santai saja, dia sudah sangat biasa berhadapan dengan guru mana pun. Meskipun posisinya masih tergolong aman karena belum pernah di giring ke ruang kepala sekolah, pelanggaran yang dia lakukan di sekolah hanyalah pelanggaran ringan, tapi kalau poin kesalahan sudah diambang batas, siap-siap saja bertemu dengan surat drop out.

"Bu, saya ngga bawa buku bu, saya juga ngga suka novel" ditanya apa malah cowok itu mulai mengeluh dengan misi sekolahnya, meskipun tidak mengungkapkan dengan kalimat yang jelas. Namun wajar saja, terlihat mustahil jika semua orang menyetujui sebuah kebijakan. Padahal kalau dia masih berniat membaca komik pun tak apa, atau majalah dan sebagainya.

"Dimana kamu?!" Ulangnya sekali lagi dengan penekanan di setiap kata yang terucap. Beliau benar-benar menahan agar tidak memarahi anak didiknya dengan kata-kata kasar, meskipun mulutnya sudah gatal ingin memaki Dani sejak dia masuk di sekolah ini.

Dani merupakan murid pindahan dari kota sebelah dengan alasan karena mengikuti ayahnya yang pindah tugas. Dia masuk sekolah saat kelas sepuluh detik detik Penilaian Akhir Semester.

"Dibelakang sekolah bu"  Dani menjawab dengan nada datar, raut wajahnya juga datar tidak terlihat takut ataupun emosi, terlihat benar-benar sudah kebal dengan ucapan pedas semua guru.

"Saya ngga mau tahu, sekarang kamu kembali ke kelas!"

"Bu--"

"Sekarang! Saya tunggu tiga menit, kalau kamu tidak datang silahkan persiapkan mental kamu bertemu dengan kepala sekolah!" Panggilan langsung diakhiri sepihak oleh Bu Sonia yang kini terlihat tengah menetralkan nafas yang terdengar memburu.

Jika dilihat lucu juga, saat Bu Sonia tengah memarahi Dani lewat video call, satu kelas bingung ingin tertawa tapi juga khawatir, merasa geli tapi juga takut terkena imbas lagi. Kanza, terlihat sangat santai bahkan sekarang dia sudah mulai membaca novel dengan damai sejak pertanyaan 'dimana kamu' diucapkan pertama kali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TIDAK MAU JADI GURU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang