Part 10 | Emotional Fragility

50 4 3
                                    

.

.

.

Sore hari melamun sambil menghisap sebatang rokok di sela-sela jam kerjanya. Mino duduk sendirian di tangga keluar belakang pantry studionya.

Biasanya, tangga itu penuh dengan editor, designer dan orang-orang merokok yang bekerja di  studio miliknya. Tapi, karena Mino ada disana dengan wajah sendu, membuat yang melihatnya membiarkan sang owner menyendiri sementara waktu. Ia menghembuskan asap sekaligus melepas penat yang ada di kepalanya.

"Padahal sudah dibilang untuk melupakan hal itu, kenapa malah semakin kepikiran." Gumam Mino sambil berdecak. Ia menunduk kemudian mengusap-usap belakang kepalanya sendiri.

Kau tahu? Saat dirimu takut ditinggalkan seseorang dan membuatmu over-protective. Kemudian terus menariknya, sehingga tanpa sadar dirimu menyakitinya. Akhirnya, apa yang terjadi? Dirimu akan semakin tenggelam dalam ketakutan. Karena apa? Mungkin karena kau takut menjadi alasan orang yang kau sayangi itu pergi?.

Dengan perlakuan seperti itu, mempertahankan dirinya bersamamu akan membuatnya menderita. Apa hal itu yang kau inginkan bersamanya dalam hidupmu? Sementara, dirimu yang lain tidak sudi jika harus melepas dan melihatnya dengan orang lain. Sebuah dilema yang seperti labirin.

"Hahhh." Mino kesal dengan semua asumsi yang selalu berputar dikepalanya itu. Ia-pun mengangkat tubuhnya untuk berdiri, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sambil menggosok-gosokan tangannya. Terlihat uap yang mengepul di udara saat ia menghembuskan nafasnya.

Tengah berjalan, dirinya melihat kedai sup kaki lima. Di cuaca seperti ini, hal itu membuatnya berbelok untuk mengisi perutnya. Lagipula, ia memang melewatkan makan siangnya karena sibuk mengkurasi foto.

Mino duduk setelah memesan makanan pada Paman pemilik kedai. Suasana hatinya yang berantakan saat ini, membuatnya terus melamun sampai sup tauge dan nasi hangat pesanannya tiba diatas meja.

"Ah, terimakasih paman." Ucapnya sambil sedikit memaksakan senyumnya.

Mengambil sendok; mengaduk kuah sup; kemudian menyeruputnya, membuat kerongkongan dan tenggorokannya lebih baik. Membuat hidungnya yang sedikit pedih karena udara dingin yang menusuk, kembali menghangat.

Mino menikmati makan sorenya. Namun, entah memang karena makanan ini membuat tubuhnya semakin hangat, atau karena perasaannya yang kacau, mata dan hidungnya mulai berair.

Beberapa kali ia mengusapnya agar tidak membasahi wajahnya sambil mencoba terus menghuap makanan ke mulutnya. Akhirnya... Ia menyerah.

Mino menunduk. Entahlah, dirinya hanya ingin mengeluarkan emosinya dengan menangis sedikit saja. Setidaknya perasaannya akan lebih lega, setelah itu mungkin ia bisa melihat jalan keluar dari labirin dalam dirinya. Tak lama, ia kembali mengangkat wajahnya dan melanjutkan makan-nya.

"Kau disini?" Suara Taehyun memecah kesendirian Mino dan membuatnya menoleh.

"Taehyun?" Mino berharap Taehyun tidak melihat apa yang terjadi padanya barusan.

"Kau bilang bertemu di studiomu, tapi kau malah makan disini?"

"Dari mana kau tau aku disini?"

"Karena aku jalan kaki dari halte di situ." Taehyun menunjuk arahnya tadi datang. "Lalu melihatmu makan disini." Ia menarik kursi lalu duduk di hadapan Mino.

"Begitu, mau pesan sesuatu?"

"Tidak usah, tadi sudah makan sama anak South Club yang lain." Taehyun menyunggingkan senyum.

Mino-pun ikut tersenyum. Melihat Taehyun hangat seperti ini, sedikit memecah pikiran-pikiran berlebihnya barusan.

"Hei Mino, minggu depan jadwalmu full?"

Alter EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang